Supaya mudah untuk memahami judul di atas, perlu dijelaskan terlebih dahulu
dasar-dasar penting sebagai tonggak pemahaman. Ide ini lahir dari obrolan ringan bersama Abdi Dalem. Setelah ditelaah, ternyata ada dasarnya dalam al-Qur`an. Dalam bahasa al-Qur`ān, salah satu nama Allah subhānahu wa ta`āla,
ialah “al-Mushawwir(Qs. al-Hasyr: 24)”. Fi`ilnya, ‘shawwara’,
mashdarnya, ‘tashwīr’
yang kesemuanya diderivasi dari kata, ‘shūratun’ berarti gambar atau lukisan. Secara
sederhana, bisa dikatakan bahwa Allah ‘Maha Melukis atau Menggambar’ tentunya
dengan bentuk yang tidak sama dengan makhluk-makhluknya(Qs. al-Syūra: 11). Lukisan Allah (baca:
segala yang diciptakan-Nya berikut fenomena, simbol dan gejala alam) pastinya
sudah pasti keindahannya. Namun apakah ‘lukisan-Nya’ berhenti pada sekadar
keindahan, tanpa memiliki kandungan makna yang perlu dibaca dan digali? Dari sisi
inilah tulisan ini bertolak. Bahwa membaca gambar adalah bagian penting dalam
mengarungi kehidupan.
Secara
normatif, membaca gambar ini dianjurkan berangkat dari wahyu yang pertama kali
diturunkan pada Nabi, yaitu: iqra` bismi Rabbikalladzi khalaq(bacalah
dengan nama Tuhanmu yang telah menciptakan(Qs. al-`Alaq: 1). Pada ayat ini ada
perintah untuk membaca dengan nama Tuhan. Salah satu nama Tuhan yang
dicantumkan al-Qur`ān
terkait dengan tema pembicaraan pada tulisan ini ialah “al-Mushawwir”. Bukankah
Allahlah yang telah melukis bentuk manusia dengan sebaik-baik bentuk(Qs. Ghāfir: 64, dan al-Taghābun: 3). Ini berarti bahwa salah
satu obyek bacaan yang perlu dibaca ialah gambar. Gambar manusia secara khusus dan alam pada
umumnya berikut gejala-gejalanya.
Berbeda dengan
cara pembacaan tulisan di buku, membaca gambar terhitung lebih sulit. Paling
tidak bisa dijelaskan dengan beberapa perkara berikut: Pertama, membaca
buku lebih mudah karena huruf dan maknanya bisa diukur. Bila ada kesulitan
dalam memahaminya, tinggal membuka kamus atau tanya langsung kepada penulisnya.
Adapun membaca gambar, tidak jelas ukurannya. Huruf-huruf dan makna yang
terkandung sangat halus dan tidak bisa langsung diserap. Kedua, tulisannya
di buku bersifat statis dan tetap, sehingga tidak begitu sulit. Sedangkan gambar
sifatnya dinamis dan tergantung sejauh mana dasa serap pembaca dalam menggali
maknanya. Ketiga, membaca buku ibarat berlayar di sungai, sedangkan
membaca gambar ibarat berlayar di samudera, sehingga lebih banyak kemungkinan
dan kaya warna. Keempat, membaca tulisan sudah diajarkan di sekolah
sejak kecil. Sedangkan di sekolah untuk gambar hanya diajarkan cara menggambar,
bukan membaca gambar. Kelima, membaca gambar dibutuhkan intuisi yang
kuat, sedangkan baca buku tidak terlalu dituntut.
Sebagai
contoh, Allah berfirman: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan
silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang
berakal”(Qs. Ali Imrān: 190). (Gambaran) Langit dan bumi yang begitu indah
dengan segenap keteraturannya, sebenarnya menyimpan tanda-tanda yang hanya bisa
dibaca oleh orang yang berakal. Bagi orang awam, segala ciptaan Allah akan
lewat saja tanpa mampu membaca makna yang terkandung di dalamnya, tapi bagi
orang yang berakal, gejala yang ada mampu dibaca dengan sebaik-baiknya sehingga
mampu memberikan surplus keimanan, dan kesadaran. Ironisnya, pada zaman modern,
yang banyak mempraktikannya ialah ilmuan-ilmuan Barat yang notabene beragama
non-Islam. Sehingga banyak menemukan temuan-temuan ilmiah yang bermanfaat bagi
kehidupan manusia. Semua bermula dari membaca gambar.
Sekarang
–sebelum lebih jauh membaca gambar alam-, kita mencoba membaca gambar diri
sendiri. Allah menciptakan manusia dengan sebaik-baik bentuk dan diukur dengan
ukuran yang sangat pas. Jika kita mampu membaca ‘gambar manusia’ mestinya
keimanan kita pada Pencipta akan bertambah tinggi. Tidak mungkin keindahan
berhenti pada keindahan. Dia menciptakan manusia dengan tujuan yang jelas.
Allah sendiri Maha Yang Melukis Keindahan, kenapa kita sebagai manusia suka
membuat sesuatu yang bisa merusak keindahan. Kita seyogyanya mampu membaca
gambaran diri, meliputi karakter, dan segala potensi yang telah diciptakan-Nya
dari awal. Mengetahui gambaran diri secara jelas, tentunya akan mempermudah
kita dalam menggapai tujuan. Demikian tulisan perdana terkait tentang, ‘membaca
gambar’ semoga bisa dilanjutkan pada tulisan berikutnya dengan pemaknaan yang
lebih mendalam dan contoh yang lebih konkrit dari pengalaman yang didapatkan.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !