Keputusan Margono untuk beralih
profesi menjadi “Biro Jodoh” semakin
bulat. Orang-orang di kampungnya geleng-geleng kepala melihat ulah Margono yang
aneh-aneh. Dulu saja, Margono sempat bikin heboh masyarakat, katanya mau pindah
agama ke lain Islam saja atau bahkan atheis saja sekalian. Tapi begitulah
Margono seolah tiada henti membikin sensasi. Dan dia selalu punya alasan yang
sulit dibantah oleh masyarakat sekitar.
Yang
bikin masyarakat heran ialah wong sudah enak-enak mapan jadi scurity alias Satpam Pabrik, eh malah mengundurkan diri, alih-alih menjadi 'Biro Jodoh'. Ada tetangganya yang nyelethuk , “dasar bocah edan! Diri
sendiri saja belum punya calon malah pingin jadi 'Tukang Biro Jodoh'. Lagian,
mana ada yang percaya”. Yang lain ada yang menimpali, “biarin saja semaunya
sendiri wong
itu haknya kok, yang penting ga bikin rusuh di kampung kita kan ga masalah”.
Mendengar
gosip-gosip yang sedemikian deras, Marsiti, kakak Margono sudah tidak tahan
lagi ingin menanyakan langsung pada Margono. “Mar! Apa bener kamu mau jadi Biro
Jodoh?. “ Iya Mbakyu”. “Kamu tuh sukanya aneh-aneh saja, wong bayaran jadi
Satpam lumayan gede, eh malah keluar jadi Biro Jodoh yang ga jelas jluntrungan-nya. Kamu nih, pacar, calon
saja ga punya mau sok jadi Biro Jodoh”. “Sek tah, aku pindah profesi bukan
tanpa alasan Mbakyu. Memang benar sih gaji Satpam lumayan banyak, tapi yang
bikin aku ga betah tuh lama-lama aku kayak jadi budak saja. Semua harus ikut
atasan. Atasan bohong harus ikut bohong. Atasan ga bener harus kut ga bener.
Aku merasa sebagai manusia sudah tidak punya kemerdekaan lagi untuk menentukan
sikap. Aku merasa menjadi budak”.
“Lalu,
apa hubungannya coba, dari profesi Satpam beralih menjadi Biro Jodoh?”. “Gini
mbakyu, manusia di kampung kita ini sudah kena racun industrialisasi, budaya
konsumerisme sudah semakin menggejala, akibatnya tak dapat dielakkan lagi
munculnya sikap egois, individualis dan apatis. Semua kesuksesan diukur dengan
materi. Yang sukses itu ya yang duitnya banyak; yang hartanya melimpah ruah.
Dampak yang paling nyata ialah akan terjadi kesenjangan sosial pada masyarakat
kita. Kalau sudah terjadi kesenjangan, maka sebagai manusia, tidak lagi mampu
menjalin budaya egaliter, guyup, rukun dan tak mampu menciptakan suasana kemesraan
sosial yang benar-benar orisinil, tanpa pamrih. Karena yang ada hanya
persaingan-persaingan pencapaian materi. Gengsi lebih ditonjolkan. Akibatnya
banyak manusia yang tidak manusiawi. Atau manusia sudah mengalami titik nadhir
menjadi bersifat hewani, dari ahsanu taqwim menuju asfala safilin”.
“Nah, maksudku mau alih
profesi jadi Biro Jodoh tuh ga sedangkal seperti yang dipikirkan banyak orang.
Biro Jodoh di sini lebih bersifat kontekstual daripada tekstual. Karena saking banyaknya orang yang sudah
ga akur dengan manusia-manusia lain; manusia semakin tersekat-sekat; manusia
semakin senjang maka perlu diadakan Biro Jodoh yang menciptakan terjadinya
hubungan harmonis antara yang satu dengan yang lain. Syukur-syukur bisa
menikah(menyatukankan ide dan visi) ke depan demi kemaslahatan sosial.
Gampangane begini Mbakyu, orang kan sudah semakin ga peduli satu sama lain
akibat salah memaknai atau mabuk industrialisasi, maka banyak terjadi
perceraian di sana-sini. Maka sebagai Biro Jodoh, saya ingin memberikan jasa
tanpa pamrih untuk mencipatakan kohesi-kohesi sosial yang membuat kemanusian
manusia tidak luntur”.
“Kamu ini Mar, ada aja alasannya.
Yang jelas, penjelasanmu mbikin aku semakin puyeng dan tidak mudeng. Cuman terakhir inget pesenku ya Mar! Kamu
mau ngelakuin apa saja terserah kamu. Yang penting, perlu kamu pegang
bener-bener nasehat Emak sewaktu masih hidup dulu. “Kapanpun dan dimanapun kamu
berada jangan pernah membuat kerugian bagi orang lain. Minimal kalau ga bisa
berbuat baik ya jangan bikin resek. Berbuat baiklah dimanapun dan kapanpun kepada siapa
dan apapun”. “Iyo Mbakyu, suatu saat mbaknyu akan mengerti sendiri jalan hidup
yang aku tempuh. Yang jelas nasehat emak kita itu tidak pernah aku tinggalkan
dan selalu aku jadikan acuan dalam setiap tindakanku, meskipun kadang-kadang
atau bahkan seringkali orang salah paham pada tindakanku. Aku juga tidak maksa
mereka untuk memahamiku”. [Jawab Margono sambil ngluyur ke depan rumah].
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !