-Pendahuluan:
Pada era globalisasi ini, kita banyak menghadapi perkara-perkara yang sebelumnya
memang belum ada di jaman Nabi shallallahu `alaihi wasallam. Karena itulah,
untuk mengatasi berbagai kasus dan problem yang di hadapi oleh masyarakat,
diperlukan usaha ijtahadi. Dalam hal ini para ulama telah melakukan banyak
usaha ijtihadi untuk mencari solusi dari permasalahan-permasalahan yang
benar-benar baru dan langkah. Perlu diingat bahwa yang masuk hal ijtihadi ialah
perkara furu` yang memang tidak ada nash sama sekali dalam syariah. Adapun
perkara ushul yang sudah qath`i merupakan perkara yang sudah final jadi tidak
di perlukan lagi berijtihad.
Salah satu perkara yang memang baru dan tidak ada di jaman Nabi ialah masalah
partai politik(dalam pengertian Demokrasi modern), masalah ini memang sama
sekali tidak ada di jaman nabi bahkan pada kurun setelahnya. Munculnya partai
politik itu ialah semenjak berdirinya Negara-negara yang dipelopori oleh Barat
sebagai pemeluk idiologi demokrasi.
Dalam sistem Demokrasi ada hak politik. Nah, pada giliranya parpol masuk pada
hak politik sebagai pengejawantahan dari Pemilu, yang pada sejarahnya hak itu
diperoleh dengan cara yang tidak gampang tetapi melalui perjuangan yang alot
dan sampai pertumpahan darah . Mulailah Negara-negara barat dengan sekutunya
menjajah Negara-negara Islam dengan ambisi selain meraup kekakayaan materil
juga menyebarkan agama dan ideologi yang mereka anut. Karuan aja Negara-negara
jajahan yang dalam hal ini kebanyakan Negara Islam sengaja atau tidak sengaja
secarah latah mengikuti idiologi barat dalam menjalankan sistem kenegaraanaya.
Begitu besarnya dominasi Barat pada Negara-negara Islam hingga mereka mau tidak
mau harus mengikuti sistem Barat. Salah satu mekanisme yang disuguhkan Barat
dalam ideologi demokrasinya ialah dalam Negara Demokrasi ada hukum Perwakilan,
dimana rakyat memilih wakil-wakilnya dalam parlemen yang memiliki wewenang
konstitusional dan sebagai pengawas terhadap kekuasaan esekutif, dan terkadang
memilihnya dan terkadang memilih presiden . Dalam pemilihan presiden inilah
nantinya muncul apa yang di sebut partai politik, sedangkan politik itu sebuah
proses untuk meraih kekuasaan pada Negara demokrasi dengan membawa ideologi
masing-masing secara konstitusional.
Secara historis partai politik lahir dari sistem demokrasi. Dalam menyikapinya
para ulama muslim terdapat pro dan kontra. Ada yang berpendapat bahwa
mendirikan dan masuk partai itu haram hukumnya secara mutlak, ha ini di
karenakan bahwa sistem Demokrasi adalah sistem jahiliyah dan barang impor dari
Barat yang otomatais atribut-atribut dan apapun yang berkenaan denganya adalah
haram hukumnya, terlebih lagi lagi bahwa persoalan ini tidak pernah di dapati
pada sejara umat Islam. Di pihak lain ada yang berpendapat bahwa mendirikan
partai dan masuk partai itu tidaklah di larang karena bagaimanapun Demokrasi
sudah menjadi realita bersama sedangkan untuk menegakkan khilafah tidak bisa
langsung diraih sekaligus mengingat begitu dominannya sistem demokrasi ini dan
di sisi lain sistem demokrasi merupakan sistem yg paling layak bagi dakwah
Islam di banding sistem-sistem yang lainya seperti monarki tirani dan
lain-lain. karena didalam sistem demokrasi ada jaminan kebebasan pendapat dan
berdakwah, walaupun kasus partai tidak di jumpai pada masa nabi dan kurun
sesudahnya ini bukan berarti hal ini terlarang sama sekali mengingat ini bukan
masalah ushul ini adalah masalah furu` yang mana dapat berkembang sedemikian
pesatnya pada setiap masa yang mengharuskan usaha ijtihadi dalam menyelesaikan.
Walaupun demikian, perlu dicamkan baik-baik bahwa partai adalah alat atau
sarana untuk menagakkan syariat Islam bila cara ini tidak produktif maka perlu
mencari alternatif lain , kita tidak perlu mendewa-dewakan sarana , kalau ada
sarana yg lebih baik untuk penyebaran dakwah maka kita boleh menjalankan cara
yang lain.
Sebelum kita berbicara lebih jauh, alangkah baiknya kita mengetahui apa
definisi parpol karena ada sebuah kaidah الحكم علي الشيئ فرع عن تصوره (Penghukuman atas sesuatu
merupakan cabang dari tashawwur(definisi)nya). Maka barang siapa menghukumi
sesuatu sedang dia tidak tahu akan definisinya maka hasil keputusanya akan
salah juga. Supaya terhindar dari kesalahan dalam menghukum, maka berikut ini
aka saya kemukakan tentang definisi Parpol:
A.Definisi:
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia , kata “partai” berarti demikian:
1.Perkumpulan(segolongan orang) yang seasas, sehaluan, dan setujuan(terutama di
bidang politik).
2.Penggolongan pemain dalam bulu tangkis dan sebagainya.
3.kumpulan barang dagangan yang tidak tentu banyaknya.
Biasanya padanan kata partai dalam bahasa Arab sering di sebut sebagai”
Hizb”jama`nya “Ahzab”yg berarti:”suatu jamaah yang memiliki kegigihan dan
power” “setiap kaum yang memiliki pekerjaan dan keinginan beranekaragam .
Menurut Web Wikipedia “partai politik”: adalah organisasi politik yang
menjalani idiologi tertentu atau dibentuk dengan tujuan khusus”. Definisi
lainnya adalah :”kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai
orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah
untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik - (biasanya)
dengan cara konstitusionil - untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka”.
Dengan demikian, partai merupakan wadah suatu golongan atau perkumpulan yang
bertujuan mewujudkan idiologi atau sistem tertentu pada suatu Negara.
Dari pengertian tersebut dapat kita tarik keseimpulan bahwa judul diatas ingin
menguak tentang pandangan Islam seputar partai politik yang lebih spesifik
mengungkap tentang apa hukum dan segala hal yang berkenaan dengan dengan partai
politik menurut tinjaun Islam.
B. Apa hukum berpartai menurut perspektif Islam?
Disini penulis hanya ingin mengangkat beberapa pertanyaan untuk dijadikan
stimulus dan bahan diskusi sebagai rangsangan untuk menyibak
pemikiran-pemikiran, kecerdasan atau apa saja yang di miliki peserta kajian
yang perlu di dayagunakan dengan lebih efisien dan produktif.
Sebelum menghukumi sesuatu, alangkah baiknya jika kita mengenal dulu apa itu
partai politik? Bagaimana sistem pelaksanan? Bagaimana realita yg ada seputar
partai?kenapa berpartai?apa tujuan berpartai? karena dengan mengetahui hal itu
kita akan terhindar dari jawaban-jawaban subjektif.
1.apa partai politik? Yang dimaksud dengan partai politik ialah: suatu kumpulan
atau golongan yang berasosiasi kepada politik tertentu dengan tujuan
memanifestasikan ideologi atau sistem pemikiran tertentu yang di jelmakan pada
suatu Negara.
2.Bagaimana sistem pelaksanaanya? Mengenai sistem, tergantung kepada apa
afiliasi yang di jadikan pijakan? Kalo Islam berarti sistemnya memakai cara
Islam, kalau demokrasi berarti memakai demokrasi, begitu seterusnya sesuai
dengan back graund idiologi yg di bawa.
3.Bagaimana realita yang ada seputar partai politik? Melihat pada realita yg ada
pada partai politik, kita akan menemui banyak fenomena seputarnya. Sebagaimana
yg telah maklum bahwa, partai merupakan suatu wadah atau bisa dikatakan sarana
untuk memperoleh tujuan berupa mengatur Negara berdasarkan idiologi yang di
bawa. Dalam praktiknya, terkadang suatu partai cendrung menghalalkan segala
cara untuk meraihnya, nah kalau partai Islam tentu saja tidak menghalallkan
segala cara untuk meraihnya, dalam Islam tujuan yang baik harus di tempuh
dengan cara yang baik pula. Walaupun demikian sebagai umat Islam, naluri saya
juga ingin mengritisi bahwa apakah di benarkan membuat partai islam sedang
Negara yang di diami bukanlah Negara Islam? Terus nanti melebar lagi kepada:
Apasih Negara Islam itu? Dan lain sebagainya.Intinya, dalam realitanya, partai
politik merupakan wadah yang digunakan untuk mewujudkan ideologi tertentu untuk
mengatur Negara yang dalam paraktiknya memiliki hetroginitas.
4.Kenapa berpartai? Bagi yang membolehkan berpartai akan menjawab bahwah ini
masuk urusan ijtihadi, yang mana berpartai disini di maksudkan untuk mentrasfer
nilai-nilai Islam kedalam system demokrasi, karena untuk mengadakan tranformasi
total teramat sulit untuk diwujudkan, perkara ini membutuhkan
tadarruj(fase-fase)tidak bisa dengan sekaligus.
5.Apa tujuan berpartai¬?parpol bertujuan untuk mengaktifkan dan memobilisasi
rakyat, mewakili kepentingan tertentu,memberikan jalan kompromi bagi pendapat
yang saling bersaing, serta menyediakan saranasuksesi kepemimpinan
politiksecara abash dan damai. Ia tidak hanya sebagai instrument demokrasi tapi
sekaligus mengusung tujuan yang lebih lebih luas yakni memastikan kedaulatan
rakyatat atas hak-hak dasarnya, baik itu hak sipil politik maupun ekkonomi dan
sosial mereka .
Sebenarnya masih banyak lagi seabrek pertanyaan yang mengganjal, tapi lebi
efektifnya kita kemukaakan dalam domain diskusi agar lebih hidup dan
inspiratif. Pertanyaan-pertanyaan diatas tak lebih hanya sebagai pancingan
untuk mengail daya kritis saudara sekalian yang masih terpendam.
C.Pro dan Kontra seputar Hukum Partai
Pada pembahasan ini saya mencoba memaparkan pro dan kontra tentang legalitas
partai dalam khazanah pemikiran ulama Islam. Paling tidak dalam hal ini ada dua
kubu yang bersebrangan dalam menghukumi parpol, pendapat-pendapat itu ialah
sebagai berikut:
1. Pihak yang mengharamkan.
1.FATWA ULAMA TENTANG HARAMNYA HIZBIYAH [BERPARTAI-PARTAI]
Pertanyaan : Apa hukum berbilangnya jama’ah (hizbiyah) dan kelompok didalam
Islam, dan apa hukum berafiliasi padanya?
[1]. Lajnah Da`imah lil Ifta’ (Komite Tetap Urusan Fatwa) yang diketuai oleh
Samahatus Syaikh Abdul Aziz bin Baz Rahimahullahu yang beranggotakan : Syaikh
Abdur Razaq Afifi Rahimahullahu, Syaikh Abdullah bin Ghudayyan dan Syaikh
Abdullah bin Hasan bin Qu’ud menjawab tentang haramnya hal ini di dalam fatwa
no 1674 (tanggal 7/10/1397) sebagai berikut :
“Tidak boleh memecah belah agama kaum muslimin dengan bergolong-golongan dan
berpartai-partai… karena sesungguhnya perpecahan ini termasuk yang dilarang
oleh Allah, dan Allah mencela pencetus dan pengikut-pengikutnya, serta Allah
janjikan pelakunya dengan siksa yang pedih. Allah Ta’ala berfirman :
واعتصموا بحبل
الله جميعا ولا تفرقوا(ال عمران:103)
Artinya : "Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan
janganlah kamu bercerai berai” [Ali Imran : 103]
Dan firman-Nya :
ولاتكون وا
كالذين تفرقواواختلفوا من بعد ماجاءهم البينات واولئك لهم عذاب عظيم(ال عمران:105)
Artinya : "Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan
berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah
orang-orang yang mendapat siksa yang berat” [Ali Imran 105]
Serta firman-Nya :
ان الذين فرقوا
دينهم وكانو شيعا لست منهم في شيء(الأنعام:159)
Artinya : "Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agama-Nya dan mereka
menjadi bergolongan, tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu kepada mereka.”
[Al-An’am : 159]
Adapun para penguasa kaum muslimin, jika mereka yang mengurus dan mengelola
aktivitas agama dan duniawi di tengah-tengah mereka. Maka yang demikian ini
disyariatkan.”
[2]. Di dalam Majmu’ Fatawa Samahatus Syaikh Abdul Aziz bin Baz Rahimahullahu
(Juz V/202-204), beliau menjawab dengan terperinci pertanyaan ini. Beliau
Rahimahullahu berkata :
“Sesungguhnya Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Salam menjelaskan
kepada kita jalan yang satu, yang wajib bagi kaum muslimin menempuh jalan
tersebut, yaitu jalan Allah yang lurus dan manhaj agama yang benar. Allah
Ta’ala berfirman :
وأن هذا صراطي
مستقيما فاتبعوه ولا تتبعوا السبل فتفرق بكم عن سبيله(الأنعام:153)
Artinya : "Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus,
maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena
jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya.” [Al-An’am : 153]
Maka wajib bagi seluruh ulama kaum muslimin untuk menerangkan hakikat ini,
berdiskusi dengan tiap jama’ah dan menasehati seluruhnya supaya mereka mau
meniti jalan yang telah digariskan Allah kepada hamba-Nya dan yang Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa salam menyeru padanya. Barang siapa menyeleweng dari jalan
ini dan terus menerus menentangnya, maka wajib bagi orang yang mengetahui
hakikatnya untuk menyebarkan kesalahannya, mentahdzir umat darinya, sampai
manusia menjauh dari manhajnya dan sampai tidak turut masuk bersama mereka
orang-orang yang tidak mengetahui hakikat keadaan mereka sehingga mereka
tersesat dan berpaling dari jalan yang lurus. Jalan yang mana Allah
memerintahkan kita untuk mengikutinya. Tidak ragu lagi, bahwasanya kebanyakan
kelompok-kelompok dan jama’ah-jama’ah di negeri-negeri Islam termasuk perkara
yang disenangi oleh syaithan, ini yang pertama, dan yang kedua, perkara ini
disenangi oleh musuh-musuh Islam dari kalangan manusia.”
[3]. Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani Rahimahullahu memiliki fatwa yang
serupa di dalam fatwa beliau (hal. 196 – cetakan Mesir), beliau Rahimahullahu
berkata :“Tidak tersembunyi bagi setiap muslim yang mengetahui Kitabullah dan
Sunnah Rasulullah, dan yang dipegang oleh Salafuna ash-Sholih Radhiyallahu
‘anhum bahwasanya tahazzub (berpartai-partai) dan membentuk jama’ah-jama’ah
yang beraneka ragam manhaj dan cara-caranya, bukanlah bagian dari Islam
sedikitpun. Bahkan hal ini termasuk perkara yang dilarang oleh Rabb kita Azza
wa Jalla di dalam banyak ayat di dalam al-Qur’an al-Karim.”
[4]. Syaikh Muhammad bin Sholih al-‘Utsaimin Rahimahullahu memiliki fatwa yang
serupa yang tersebar di dalam kitab Ash-Shohwah Islamiyyah Dlowabith wa
Taujihaat (hal. 154), beliau Rahimahullahu berkata : “Tidak ada di dalam
Kitabullah dan as-Sunnah yang memperbolehkan berbilangnya jama’ah dan kelompok.
Sesungguhnya yang terdapat di dalam al-Kitab dan as-Sunnah adalah yang celaan
terhadap hal ini. Allah Ta’ala berfirman :
كل حزب بما
لديهم فرحون(المؤمنون:53)
Artinya : "Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka
(masing-masing).” [Al-Mu’minun : 53]
Tidak ragu lagi, bahwasanya kelompok-kelompok ini meniadakan apa yang
diperintahkan Alloh, bahkan apa yang dianjurkan oleh-Nya di dalam firman-Nya
Ta’ala :
ان هذه أمتكم
أمة واحدة وأنا ربكم فاعبدون(الأنبياء:92)
Artinya : "Sesungguhnya (agama Tauhid) ini adalah agama kamu semua; agama yang
satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku “ [Al-Anbiya’ : 92]
[5]. Syaikh DR. Sholih al-Fauzan (anggota Lembaga Ulama Senior) memiliki fatwa
yang serupa, yaitu ucapan beliau : “Tafarruq (bergolong-golongan) bukanlah
bagian dari agama, karena agama memerintahkan kita untuk bersatu, dan hendaknya
kita menjadi jama’ah yang satu dan umat yang satu di atas aqidah tauhid dan
penauladanan terhadap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam. Allah Ta’ala
berfirman :
واعتصموا بحبل
الله جميعا ولا تفرقوا(ال عمران:103)
Artinya : "Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan
janganlah kamu bercerai berai” [Ali Imran : 103]
2. Dr. Sulaiman al-Thamawi berkata :” Tidak diragukan lagi bahwa undang-undang
Islami dan minimal pada awal Islam tidak mengenal atau(bahkan) membolehkan
partai-partai baik satu partai maupun banyak. Falsafah Islami sudah ditetapkan
dalam Kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya. Posisi hakim pada peletakan politik
hanyalah sebatas pelaksana saja. Padahal perbedaan dikalangan Muslim-minimal
pada masa itu-akan tetapi perbedaan tidak sampai kepada sarana-sarana dan akan
tetapi tidak sampai kepada tujuan atau falsafah Umum bagi hukum. Pada sektor
ini engkau dapati bahwa metodhe yang diikuti pada masa Umar ialah metodhe
kritik diri dengan sarana-sarana yang tersedia pada masa itu.
3. Abul A`la al-Maududi berkata dalam kitabnya yang berjudulNadhriyatul islam
al-Siyasiyah(Teori politik Islam)sebagai berikut :”Dan pada majlis syuro Islam
tidak mungkin para anggotanya terbagi-bagi menjadi beberapa jama`ah atau
berpartai-partai, akan tetapi tiap orang mengemukakan pendapatnya dengan benar
berdasarkan atas nama pribadi(tunggal). Sesungguhnya Islam melarang terbagi-baginya
ahli syuro kepada beberapa partai dan(masing-masing membela)partainya, baik
dalam kondisi benar maupun bathil, akan tetapi yang dituntut dalam ruh Islam
hendaknya mereka berkisar pada kebenaran yang mana mereka tidak berpaling
darinya selamanya walau sehelai rambut.
4. Abul Hasan al-Nadawi berkata :”Sesungguhnya dalam Islam tidak ada ruang bagi
apasaja dari macam revolusi baik personal maupun secara kekeluargaan
sebagaimana kita dapati pada bangsa Timur atau pada daerah Islam. Tidak ada
tempat untuk revolusi sistematis sebagaimana yang kita jumpai di Eropa, Amerika
dan Rusia, yang mana di rusia merupakan revolusi dari beberapa partai, dan di
Amerika revolusi kapitalis, sedangkan di Rusia revolusi minoritas yang percaya
pada ideologi Komunisme yang konservatif dan memaksakan dirinya atas mayoritas,
ia berinteraksi dengan buruh dan napi dengan interaksi yang kasar, biadab dan
aneh yang mana tidak ada bandinganya pada sejarah kerja rodi yang dhalim.
5.Syekh Bakar bin `Abdullah Abu Zaid berkata dalam bukunya Hukmul intima` ila
al-Firaq wa al-Ahzab wa al-Jama`at al-Islamiyyat demikian:
“Sesungguhnya terpecahnya partai menjadi lebih dari satu akan menimbulkan
perbedaan (akan rumus, symbol, manhaj dan perencanaan )atau sebagian kecil
darinya dari manhaj kenabian, sekalipun di liputi dengan niat yang baik dan
tujuan yang bersih. Dalam Islam hal itu tidak di perbolehan dari segi prinsip
al-insyiqaa(perpecahan) atau dengan keseluruanya. Agama Allah itu(berasal_dari
kitab dan sunnah nabi-Nya, sebagaimana tidak di tolerirnya perbedaan dalam
al-kitab(al-Quran) demikian juga kita tidak boleh berpecah dalam bidang
penyebaran dakwah kepada-Nya, karena tujuan tidak boleh menghalalkan segala
cara, sedangkan sarana-sarana itu memiliki hukum-hukum dan tujuan-tujuan,
karena itulah sarana dan tujuan harus sejalan dengan perspektif syar`i, baik
dari sisi penerimaan ataupun penolakan.
Pada hal-hal berikut ini akan di kemukakan beberapa bahaya partai:
a. Ketahuilah bahwa setiap melakukan pekerjaan itu tidak lepas dari motif sedangkan
motif tidak akan ada melainkan dengan qanaah sedangkan qonaah harus
mu`tabar(teranggap) sedangkan i`tibar itu tidak teranggap melainkan dengan
dilalah syar`i atasnya.
Karena itulah masing-masing golongan mengemukakan dasar-dasar dan manhajnya
berdasarkan Ushul syariah beserta kaidah-kaidahnya,. Untuk mengetahui seberapa
jauh perpecahan mereka dari jamaah muslim baik pada rasm dan nama, jangan
sekali-kali mengkritik dengan keras pada golongan apapun melainkan dalam
perspektif berhenti kepada ushul dan manhajnya dari kitab dan sejarahnya dalam
beramal dan dakwah kemudian memaparkanya berdasarkan manhaj kenabian yaitu
al-kitab dan as-sunnah.
Dari luar kesadaran ini bagi prinsip taswigiyyah(pembenaran jastifikasi) yang
menggunakan nash untuk(kepentingan) jamaah apapun dan system apapun, ini adalah
manhaj terbalik karena pada asalnya secara syar`i adalah beramal dengan dalil.
Maksud dari pernyatan diatas adalah bahwah masing-masing dari partai dalam
merumuskan manhaj dan ushul partainya mengambil justifikasi dari nash syar`i
ini sangat berbahaya karena yang benar adalah mengamalkan dalil yang sudah ada
bukan merumuskan terlebih dahulu baru mencari pembenaran dari dalil-dalil
syar`i.
b. Kesalahan terparah ialah bahwa dalam partai itu ada al-wala` dan al-bara`nya
sedangkan poros partai dalam hal al-wala` dan al-bara` termasuk menyakiti Allah
dan Rasul-Nya, dan dia merupakan padanan dari perpecahan yang di hapus oleh
Islam.
c. Firqah dalam Islam tidak akan berdiri melainkan atas dasar perbedaan dalam
al-kitab(al-Quran)sedangkan perbedaan itu sendiri dapat menimbulkan kebinasaan
dan perpecahan yang amat jauh. Islam tidak mengenal perpecahan pada segenap
bidangnya yang demikian karena ke universalan dan kesempurnaanya jika ada
perbedaan maka akan terjadi benturan pemikiran dan kekacauan pendapat yang
mengakibatkan perpecahan umat menjadi beberapa partai yang berlawanan.
d.Partai merupakan perkara bid`ah yang tidak dikenal pada masa pertama,
partai-partai itu tidak lain merupakan perpanjangan dari faktor westernisasi
pada realitas kehidupan yang pahit di Eropa, Amerika dan Rusia.
e. Bergabung pada partai dapat menghancurkan Islam hal ini tidak biasa di lihat
melainkan pada sela-selanya(komponen-komponen yang ada didalamnya) yaitu
perkumpulan sejumblah orang, kepemimpinan tertentu, pada bingkai tertentu dan
terkadang tidak mengambil dari petunjuk nabi melainkan sekelumit saja.
f. Setiap partai menyembunyikn dirinya pada rumus, symbol gelar tertentu, hal
ini dapatmenghalanginya dari nama yang Universal:
هو سماكم المسلمين(الحج:78)
"Dialah(Allah) yang telah memberinama kamu muslimin"(QS.al-Haj78)
Maka pembuatan nama dengan nama yang sempit dari wilayah Islam yang luas
merupaka aib yang wajib terbebas darinya sesuai dengan manhaj Islam dan bingkai
umum.
g. Ta`addud(lebih dari satu partai)dapat menimbulkan perpecahan sedangkan
perpecahan akan menimbulkan perselisihan yang dapat mengakibatkan kegagalan dan
kelemahan.
ولا تنازعو
فتفشلو وتذهب ريحكم(الأنفال:46)
“Dan janganlah kamu berselisih, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan
kekuatanmu hilang”(QS: al-Anfal:46)
h. Partai dapat menghancurkan persaudaaan
Dengan melihat bahaya-bahaya yang terkandung diatas mka hukum berpartai adalah
haram.
6.Syekh al-Allamah al-muhaddist Abu Abdu Rahman Yahya binAli al-Hajuri berkata
:” Mereka para aktifis partai masuk pada pada parlemen, sebelum mereka masuk
parlemen mereka melalui fase-fase berikut:
Pertama:Setuju terhadap hukum positif
Kedua:Setuju dengan berhukum pada selain Allah, yang mana para aktifis parpol
aktif dialog undang-undang, dari sisi hukum yang berlaku.
Ketiga:Mencampakkan syariah Allah untuk pemungutan suara.
Keempat: jika pemungutan suara untuk berhukum dengan selain syariat Allah maka
mereka sungguh telah terjatuh pada kesesatan yang nyata.
Orang yang menganggap terlepas dari itu sedang ia terjatuh didalamnya, dan kita
perhatikan bahwa mereka para aktifis parpol yang mewakili agama-sebagaimana
anggapan mereka- menyetujui keputusan-keputuan yang menyalahi al-kitab dan
as-sunnah, demikian juga dalam hal pembelanjaan perdagangan dan perekonomian
yang mengakui transaksi dengan ribadan keluarnya perempuan, mereka juga
menyetujui KB,kemudian-yang lebih besar dari itu-mereka memberi baju demokrasi
dengan syariat Islamdakwah apakah yang mereka lakukan bertahun-tahun? Ambisi mereka
adalah membela parpol, dan bbukan didedikasikan untuk agama,, kemudian majlis
ini didirikan untuk memenangkan agama atau didirikan berdasarkan pemungutan
suarayang batil dan menyebarkanya,, dan Demokrasi itu apakah dating untuk
menjaga dan menyeru pada agama Islam apa menggantikanya?kemudian kapan mereka
akan membela harga diri kaum muslimin? Bukankah zina dan khamr telah beredar
luas, disebabkan pemungutan suara atas prinsip-prinsip kebebasan mutlak, ini
merupakan pertanyaan yang saya lontarkan pada mereka, supaya mereka kembali
pada petuntuk mereka jika mereka objektif.(penulis:dari pendapat beliau
tersebut secara implisit beliau tidak setuju dan mengharamkan parpol, wallahu
a`lam)
2.Pihak Yang Membolehkan:
1. Dr. Muhammad Dhiya`uddin Ra`is berkata :”Terpecahnya umat menjadi beberapa
golongan dan berpartai-partai merupakan satu bukti akan(adanya)enerjisitas dan
kekuatan yg tersimpan demikian juga menunjukkan bahwa mereka sudah siap untuk
berkembang dan maju. Kemudian Dia berkata:” Hampir tidak seorangpun pada masa
ini menggambarkan Demokrasi tanpa adanya pertentangan atau beberapa partai
pesaing yang saling menyerang satu sama lain masing-masing mempropogandakan
prinsip-prinsipnya yang mau di jadikan undang-undang dalam hukum.
2. Abbas Mahmud al-`Aqad berkata :”Maka Hak perbedaan dalam pendapat merupakan
kebebasan. Setiap Umat boleb berselisih pendapat dengan yang lainya, engkau
dapati padanya beberapai partai”.
3. Dr. Abdul Hamid Mutawalli berkata :”Sesungguhnya partai-partai dimaksudkan
untuk menciptakan opini public, maka keberadaanya menjadi senjata untuk melawan
kesewenang-wenangan dan keotoriteran, karena perencanan pada jamaah yang lemah
merupakan senjata dari beberapa senjata perlawanan menentang orang-orang kuat.
Dengan demikian partai yang menentang(oposisi) menjadi pengawas bagi partai
yang sedang menjadi hakim, meluruskan kesalahan-kesalahanya, meneliti
kekuranganya dan membatasi tanggung jawab politiknya.
4. Sesungguhnya Islam mengangakui(menetapkan)adanya syuro dan memberikan
kebebasan pendapat bukanlah hal yang baik memaksa seseorang untuk percaya pada
pemikiran tertentu sebagai mana firman Allah: أفأنت تكره الناس حتي يكونو مؤمنين, dan sesungguhnya kebebasan ini
yang di tetapkan oleh Islam tidak akan terjadi melainkan dengan jalan pembolehan
partai-partai.
5. Sesungguhnya berbilangnya partai itu merupakan hal yang sangat penting untuk
membebaskan Negara-negara. Tanpanya, sangat sulit menghimpun kekuatan dan
mengatur kerja keras dan memimpin umat sampai pembebasanya.
6. Ustad Sarwat Lc.berkata(jawaban atas pertanyaan hukum berpartai)
:”Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW dan para shahabatnya seumur-umur belum pernah
ikut pemilu, apalagi membangun dan mengurusi partai politik. Realita seperti
ini sudah disepakati oleh semua orang, termasuk para ahli sejarah, ulama dan
juga semua umat Islam.
Dengan realita seperti ini, sebagian kalangan lalu mengharamkan pemilu dan
mendirikan partai. Alasannya, karena tidak ada contoh dari Nabi Muhammad SAW,
juga tidak pernah dilakukan oleh para shahabat beliau yang mulia, bahkan sampai
sekian generasi berikutnya, tidak pernah ada pemilu dan pendirian partai
politik dalam sejarah Islam.
Bahkan sebagian dari mereka sampai mengeluarkan statemen unik, yaitu bahwa ikut
pemilu dan menjalankan partai merupakan sebuah bid'ah dhalalah, di mana
pelakunya pasti akan masuk neraka.
Ditambah lagi pandangan sebagian mereka bahwa sistem pemilu, partai politik dan
ide demokrasi merupakan hasil pemikiran orang-orang kafir. Sehingga semakin
haram saja hukumnya.
Tentu saja pendapat seperti ini bukan satu-satunya buah pikiran yang muncul di
kalangan umat. Sebagian lain dari elemen umat ini punya pandangan berbeda.
Mereka tidak mempermasalahkan bahwa dahulu Rasulullah SAW dan para shahabat
tidak pernah ikut pemilu dan berpartai. Sebab pemilu dan partai hanyalah sebuah
fenomena zaman tertentu dan bukan esensi. Lagi pula, tidak ikutnya beliau SAW
dan tidak mendirikan partai, bukanlah dalil yang sharih dari haramnya kedua hal
itu. Bahwa asal usul pemilu, partai dan demokrasi yang konon dari orang kafir,
tidak otomatis menjadikan hukumnya haram.
Dan kalau mau jujur, memang tidak ada satu pun ayat Quran atau hadits nabi SAW
yang secara zahir mengharamkan partai politik, pemilu atau demokrasi.
Sebagaimana juga tidak ada dalil yang secara zahir membolehkannya. Kalau pun
ada fatwa yang mengharamkan atau membolehkan, semuanya berangkat dari istimbath
hukum yang panjang. Tidak berdasarkan dalil-dalil yang tegas dan langsung bisa
dipahami.
Namun tidak sedikit dari ulama yang punya pandangan jauh dan berupaya melihat
realitas. Mereka memandang meski pemilu, partai politik serta demokrasi datang
dari orang kafir, mereka tetap bisa melihat esensi dan kenyataan..
7. Dr.yusuf al-Qardhawi ketika di Tanya hukum partai lebih dari satu dalam
kitabnya yang berjudul Min Fiqhi al-Daulah fi al-Islam…beliau menjawab:
”Pendapat yang masih saya pegang semenjak bertahun-tahun lalu dari
ceramah-ceramah saya, dan dari pertemuan-pertemuan sepesial ialah sebagai
berikut:”Bahwa dalam daulah Islam, tidak ada halangan secara syariat akan
adanya parpol lebih dari satu, karena larangan membutuhkan (adanya) nash(teks)
sedangkan(dalam masalah ini)tidak ada nash. Bahkan (parpol) lebih dari satu
terkadang sangat penting pada masa kita ini, karena itu diibaratkan(sebagai)
kelep pengaman dari kediktatoran hukum individu atau kelompok tertentu, dan
penguasaanya atas semua manusia, dan hukumnya pada pihak lain dan hilangnya
kekuatan apapun, engkau bisa mengatakan padanya:”Tidak”. Atau: untuk apa?
sebagaimana bacaan historis dan penelitian realita yang menunjukkan(kearah)itu.
Untuk menjadi parpol secara syari harus memenuhi dua syarat berikut:
1. Hendaknya mengakui Islam- baik akidah maupun syari`at- dan tidak memusuhi,
mengingkarinya, meskipun dia mempunyai ijtihad khusus dalam pemahamanya, dalam
perspektif dasar-dasar ilmiah yang ditetapkan.2.Hendaknya tidak bekerja untuk
pihak yang memusuhi Islam dan umatnya apapun nama dan kedudukanya.
(yang saya tangkap dari penjelasan Dr.Qardhawi:’kita sebagai muslim mempunyai
kewajiban menasehati dan meluruskan penguasa. Pada realitanya pekerjaan
tersebut bukan perkara mudah dan bukan omongan gampang, ini bisa kita lihat
secara historis dan esperimental. Nah pada masa kita ini kita bisa melakukan
pekerjaan itu tanpa harus menumpahkan darah, caranya adalah harus mempunyai
basis politik yang kuat, karena basis politik yang kuat tidak bisa di jatuhkan
dengan mudah oleh penguasa, yang secara kongkrit dalam hal ini adalah parpol.
Karena itulah parpol merupakan sarana yang efektif dan kondusif untuk menasehati
dan meluruskan penguasa tanpa harus menumpahkan darah.)
Sesungguhnya pembentukan parpol-parpol atau instansi-instansi politik menjadi
sarana yang lazim untuk melawan kesewenangan penguasa-penguasa yang sedang
memerintah dan mengintrospeksinya, dan mengembalikanya kejalan yang lurus, atau
menjatuhkanya untuk diganti dengan yang lainya, hal inilah barang kali yang
bisa diharapkan dalam pemerintahan, dan menegakkan kewajiban nasehat dan amar
ma`ruf, sedangkan suatu hal yang tidak bisa sempurna melainkan dengannya maka
sesuatu itu wajib hukumnya.
Ketika kami membolehkan prinsip ta`addud parpol dalam daulah Islam, bukan
berarti bermakna banyaknya parpol dan perkumpulan-perkumpulan dengan banyaknya
pribadi tertentu yang memiliki perbedaan kepentingan masing-masing, atau
kepentingan pribadi, misalnya, ini partai si anu ini partai dia, mereka
mengumpulkan manusia berdasarkan diri-dirinya(berdasarkan tendensi
masing-masing). Akan tetapi ta`addud yang di syareatkan adalah:” variasi
pemikiran, metodhologi, dan politik yang di usulkan oleh masing-masing kelompok
di perkuat dengan alasan-alasan dan sanad, lalu orang yang mempercayainya
membelanya dan tidak melihat perbaikan melainkan darinya. Dan orang yang tidak
setuju menolaknya karena ia memiliki pemikiran yang lebih baik darinya. Variasi
partai dalam politik itu sangat mirip dengan variasinya madzhab-madzhab dalam
fiqh.
Syubhat-syubhat beserta jawabanya:
a.Ada syubhat, bahwa prinsip ta`addud itu bertentangan dengan persatuan yang di
diwajibkan Islam, dan menganggapnya sebagai penjaga iman sebagaimana dia
mengangap bahwa perselisihan atau perpecahan teman dari kekafiran dan jahiliah.
Jawab: ta`addud tidak mesti berkonotasi perpecahan sebagaimana juga bahwa
sebagian perpecahan tidak tercela, seperti perbedaan dalam pandangan merupakan
hasil perbedaan dalam ijtihad, karena itulah sahabat berbeda dalam masalah
furu` yang banyak, sedang hal itu tidak membahayakan mereka sama sekali, bahkan
mereka pernah berbeda pada masa nabi yaitu peristiwa perintah shalat Ashar di
bani quraidha, dan Rasul tidak mencela satupun dari sikap sahabatnya itu. Tidak
semua perbedaan itu jelek, tapi perbedaan dikalangan manusia itu ada dua:
perbedaan variatif dan perbedan pertentangan, yang pertama terpuji yang kedua
tercela.
b. Partai merupakan barang impor ia secara orisinil bukan dari Islam kalo kita
memakai bang impor berarti kita masuk dalam hadaist nabi” man tasyabbaha
biqoumin fahuwa minhum”
Jawab;sesungguhnya yang dilarang adalah taklid buta kepada selain kita dimana
kita menjadi sekedar ekor yang ngikut dan tidak di ikuti. Yang dilarang
bertasyabbuh dengan non muslim ialah dalam masalah identitas mereka dalam
agama. Adapun selain dari pada itu kita boleh mengambil dari mereka dalam
urusan kehidupan yang berkembang.
c.Adanya partai dalam daulah Islam akan menjadikan wala`(loyalitasnya)
terbagi-bagi, pertama kepada partai dan kedua kepada daulah
Jawab: Kebergabungan seorang Muslim pada kabilah, iklim, intansi, persatuan
atau partai itu tidak menafikan afiliasi dan loyalitasnya kepada daulahnya.Afiliasi
dan loyalitas ini itu di rajut oleh satu dasar yaitu loyalitas kepada Allah dan
Rasul-Nya dan orang-orang mukminin.
8. Dr. Abdul Karim Zaidan berkata :”jika ada yang berpendapat bahwa pemilihan
umum adalah bagian dari sistem demokrasi, dan sistem demokrasi tidak boleh kita
ambil karena tidak Islami, maka kami katakana kepada mereka:Jika dipastikan
bahwa Sistem tersebut adalah system jahili(tidak Islami), tetapi apakah kita
dilarang mengambil salah satu bagian dari sisitem jahili tersebut yang sekiranya
tidak bertentangan dengan Islam?
Jawabanya adalah boleh---bahkan bias jadi wajib---untuk mengambil bagian yang
benar serta bermanfaat sesuai dengan syariat dari sekian banyak bagian yang
telah menjadi undang-undang yang secara keseluruhanya disebut system jahili,
brdasarkan dua alas an berikut:
Pertama: Cukup popular dikalangan para pakar dan ahli sejarah Islam bahwa dalam
undang-undang bangsa Arab jahiliah ada salah satu
undang-undang”al-Jiwaar”(pemberian suaka politik) yaitu: Apabila seseorang mengumumkan
secara terang-terangan bahwa dia memberikan jaminan perlindungan kepada
individu tertentu, maka dengan cara seperti ini individu yang dilindungi telah
berada dibawah perlindunganya, dan jika ada orang lain yang melakukan suatu
tindakan permusuhan atau penganiayaan kepadanya berarti dia melakuakan
permusuhan terhadap yang memberikan perlindungan tadi.
Undang-undang ini pernah diambil Rasulullah ¬shallallahu `alaihi wa sallam .dan
para sahabatnya, beliau(Rasulullah) tidak keberatan berada di bawahjaminan
perlindungan Abu Thalib, begitupun ketika berangkat ke Tha`if dan pulang
kembali nmemasuki kota Makkah dibawah jaminan perlindungan al-Muth`im bin `Ady.
Demikian Abu Bakar ¬Radhiallahu `anhu pernah meminta perlindungan kepada ibnu
daghnah dan lain-lain.
Ketika kaum muslimin kembali ke Habasyah para ahli sejarah mengatakan:Tidak ada
seorangpun yang memasuki Makkah kecuali secara sembunyi-sembunyi atau meminta
perlindungan. Dengan demikian, atururan “al-Jiwar” atau salah satu dari aturan
tersebut termasuk bagian dari undang-undang bangsa Arab jahiliyah, dan tidak di
larang bagi kaum muslimin untuk mengambil salah satu bagian dari
system(undang-undang)ini.
Kedua: Nabi shallalhu `alaihi wassallam pernah bersabda:(Aku pernah menghadiri
sebuah pertemuan untuk mnghadiri perjanjian—sbelum diangkat menjadi nabi—di
rumah Abdullah bin Jad`an, pertemuan tersebut bagiku seakan-akan memiliki untah
merah(sebagai ungkapan kebanggan beliau), para tokoh Qurays berkumpul disana
mereka saling berjanji untuk membela pihak-pihak yang dizalimi di kota Makkah,
seandainya aku diundang kembali untuk menghadiri peremuan seperti itu(setelah
menjadi nabi)akan aku penuhi(undangan tersebut).
Sisi argumentasi hadist tadi: Bahwa mereka yang berkumpul di rumahnya Abdullah
bin Jad`an adalah penganut system Jahilih dan fanatisme Jahiliah. Mereka
berkumpul untuk sesuatu kebaikan yaiti, kebersamaan dan kekompakan mereka dalam
membela pihak yang di zalimi, dan nabipun mendukungnya dalam ungkapan
beliau:seandainya aku diundang kembali untuk pertemuan seperti itu(setelah
menjadi nabi)akan aku penuhi(undangan tersebut).
Dengan demikian, kita mengambil sebagian dari sistem Demokrasi adalah sebagai
sebuah proses, karena kita bukan semata-mata mengambil sistem Demokrasinya,
tetapi kita mengambil konsep syuronya salah satu konsekwensi konsep syuro
adalah mengembalikan pemilihan kepala Negara kepada umat. Jika pemilihan kepala
Negara saja di kembalikan ke umat, maka pemilihan wakil-wakil umat yang akan
melakukan musyawarah dengan khalifah(pemimpin) harus dikembalikan kepada umat
itu sendiri.
Berdasarkan hal ini, maka pemilihan yang dilakukan oleh umat untuk memilih
wakil-wakil mereka adalah sebuah system yang berlandaskan syar`i.
D.Kesimpulan
Disini saya aka mencoba menyimpulkan secara singkat apa alasan masing-masing
pihak.
1. Pihak yang mengharamkan parpol beralasan demikian:
a.Partai dapat memecah-belah umat.
b.Partai bukanlah bagian dari Islam, bahkan ia termasuk perkara yang dilarang.
c.Berpartai itu bid`ah.
d.berpartai dapat merusak Islam.
e.dengan berpartai itu bisa di sebut berhukum dengan selain Allah.
f.Distibusi loyalitas antara kepartai dan Allah beserta Rasul-Nya.
g.Partai merupakan barang impor.
2. Pihak yang membolehkan:
a.Tidak ada nash secara tegas tentang pengharaman partai.
b.Partai bukan perkara bid`ah karena ini dalam wilayah mu`amalah.
c.Partai lebih dari satu tidak mengapa asal wala` dan bara`nya tetap untuk
daulah Islam.
d.Perbedaan dalam partai itu perbedaan tanawwu` bukan perbedaan ushul.
e.Perlu di bedakan antara mengambil sebagian hukum yg tidak bertentangan dari
Demokrasi dengan mengambil system demokrasi secara mutlak. Nah, partai itu
hanya bagian kecil dari Demokrasi.
f.Berpartai itu salah usaha untuk menyelamatkan rakyat dari system
kediktatoran.
Dari kesimpulan itu saya melihat ada sudut pandang yang paradoks antara
masing-masing pihak. Pihak pertama menjadikan partai itu perkara ushul sedang
yang kedua mengatakan furu`. Pihak pertama mengatakan bid`ah dhalalah sedang
yang kedua bukan karena partai masuk dalam koridor mu`amalah. Pihak pertama
menganggap partai itu merupakan ikhtilaf tadhad(bertentangan)sedang yang kedua
menganggap tanawwu`. Pihak pertama mengeneralisasi bahwa partai itu sama halnya
dengan berhukum dengan selain Allah, sedang yang kedua, itu hanyalah memanfaatkan
sebagian kecil system demokrasi yang tidak brtentangan dengan syariat Islam.
Sekarang masalahnya adalah bagaimana kita menentukan hukum partai, karena kita
melihat ada sudut pandang yang berbeda antara keduanya yang implikasi
konklusinya juga berbeda. Menurut hemat saya tak jadi soal apa hukum partai,
yang penting adalah sejauh mana kontribusi masing-masing untuk kepentingan
Islam, nanti kita bisa melihat dalam realita siapa yang benar-benar membela
Islam atau tidak.
E. Penutup
Pada kesimpulan diatas saya sengaja tidak mantarjih pedapat mana yang paling
benar. Karena disamping ada kontradiksi dalam memandang perkara juga saya pikir
yang lebih penting ialah jangan kita membuang energi kita kedalam
masalah-masalah yang tidak terlalu besar itu, karena kalau diteruskan yang jadi
korban nanti malah persatuan umat, kalo persatuan itu hancur maka akan
menimbulkan perkara yang lebih besar lagi.
Bagi yang mengharamkan partai saya memberi nasehat: Jangan membuang tenaga anda
dengan masalah partai lebih baik energi anda digunakan dengan baik dan lebih
bermanfaat bagi kesejahteraan umat, sebab kalaupun itu memang benar-benar haram
itu akan menjadi pertanggung jawaban mereka dihadapan Allah kelak.
Bagi yang membolehkan partai saya menasehatkan: Partai itu hanyalah salah satu
dari sekian banyak sarana, bila sarana itu tidak kondusif dan produktif maka
gantilah sarana yang lain jangan mendewa-dewakan sarana. Partai hanyalah
materi, Materi tanpa rohani hanya akan menjadi kekuasaan, bahkan otoriterisme
hingga opurtunisme, ruhani hadir untuk bisa memahamkan bagaimana cara
menggunakan materi secara benar, agar manfaatnya dapat dirasakan jauh sampai
akhirat. Wallahu a`lam bisshawab.
والسلام علي من
اتبع الهدي
BAHAN PUSTAKA
1. Departemen Agama RI, al-Quran dan Terjemahanya, Syamil Al-Quran, kiara Condong, Bandung, 2005.
2. Kantor Umum untuk Pengembangan kamus dan menghidupkan turos, al-Mu`jamu al-Wasith, Maktabah al-Syuruq al-Dauliyah, Kairo, Mesir, Cet.IV, 2005.
3. al-Hasan, Muhammad, al-Madzahib wal Afakar al-Mu`ashirah fi al-Tashawur al-Islami, Darul Basyir lil Tsaqafah wal ulum al-Islamiyah, Thantha, Mesir, Cet.IV, 1998.Pdf
4. Abu Zaid, Bakar bin Abdullah, Hukmu al-Intima` ila al-Firaq wa al-Ahzab wa al-Jama`at al-Islamiyat, Dar Ibnu hazm, Kairo, Mesir,Cet.I, 2006.
5. al-Qardhawi, Yusuf, min fiqhi al-Daulah fi al-Islam.., Dar as-Syuruq, Madinah Nashr, Kairo, Mesir, Cet.V, 2007.
6. web, Majalah Adz-Dzakhiirah Al-Islamiyyah Edisi 24 Th.V Dzulqo’dah 1427H, Penerbit Ma’had Ali Al-Irsyad As-Salafy Surabaya. Jl. Sidotopo Kidul No. 51 Surabaya]
7. Web, Http: www.Wikipedia.co.idPartaiPolitik
8. Yahya bin Ali alHajuri, Abu abdul Rahman, al-Ikhwanu al-muslimun wa al-Dimoqratia, Daru al-Kitab wa as-Sunnah, Ainun Syam Timur, Kairo, Mesir, Cet.I, 2007.
9. Ali, Atabik dan Zuhdi Muhdlor, Ahmad, Kamus Kotemmporer Arab Indonesia, Multi Karya Grafika, pondok pesantren Krapyak Jawa Tengah, Cet:VIII, 2003.
10. Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, PT(persero) Penerbitan dan Percetakan BALAI PUSTAKA, Jakarta, Indonesia, Cet.II, 2002.
11. Quthb, Muhammad, Madzahib Fikriyah Mu`ashirah, Daru al-Syuruq, Kairo, Mesir, Cet.I,1983.
12. Jarisyah, Ali, al-Ittijaahaat al-Fikriyah al-Mu`ashirah, Daru al-Wafa`, al-Manshurah, Mesir, Cet.IV, 2007.
13. Zaidan, Abdul Karim dan Az-Zindani, Abdul majid dan Yusuf Harbah, Muhammad, Pemilu dan Parpol dalam Perspektif Syariah, pen:Arif Ramdhani, Bandung, 2003.
14. Bowo, Partai politik dan Gerakan Sosial, Senin, 2 April 2oo9, Pdf.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !