Selagi tanggal merah (berkaitan dengan kenaikan Yesus
Kristus), Badarudin dan kawan-kawan berkunjung ke kediaman Sarikhuluk. Biasanya
mereka sehari-hari disibukkan oleh kerja
di pabrik, serta lemburan-lemburan yang tak pernah sepi. Nah, sekarang
saatnya ada waktu luang untuk bersilaturahim ke rumah Prof. Dr. Kh. Kanjeng.
Raden. Ngabehi. Maulana. Syaikh. Mangkubumi.
Pakubuwono. Sultan. Sarikhuluk S.Pd, MM, MS, M.Pd, Phd(untuk gelar Sarikhuluk, sebenarnya
hanya bikinan Badarudin yang iseng). Badarudin mengajak teman-teman pabriknya,
di antaranya: Muhammad Januari, Ahmad Februari, Hamid Maret, Hammad April, dan
yang terakhir Humaid Mei(kelima teman Badarudin ini merupakan saudara kandung
yang yang selisih umurnya satu tahun. Sebenarnya kelahiran mereka bukan pada
bulan yang urut seperti nama mereka. Hanya saja, orang tua mereka percaya
urutan bulan itu disandingkan dengan nama anaknya agar menjadi keberkahan bagi
kelima anaknya secara berurutan). Pergilah mereka ke rumah Sharikhuluk dengan
mengendarai sepeda motor. Sesampainya di rumahnya, ternyata mereka mendapat
informasi kalau Sarikhuluk sedang diundang di kampung sebelah untuk mengisi
penyuluhan politik kecil-kecilan untuk warganya. Akhirnya Badarudin langsung
pergi ke lokasi.
Tak
disangka acaranya diselenggarakan di lapangan kampung dengan masyarakat yang
melingkari Sarikhuluk. Mereka berenam selepas markir sepeda, langsung ikut melingkar bersama
masyarakat yang lain. “Bapak-bapak ibu-ibu yang saya cintai. Sebenarnya anda
sekalian keliru besar kalau mengundang saya untuk acara penyuluhan politik. Lha
saya ini siapa kok disuruh mengisi tema seberat itu. Hanya karena yang ngundang
ini adalah ketua Rt, yang kebetulan teman akrab saya, di samping itu juga
karena rasa cinta saya kepada anda sekalian, maka saya tak tega untuk
menolaknya. Tapi jangan dikira saya saya akan menyampaikan paparan ilmiah atau
apa, saya kesini hanya membawa beberapa pertanyaan yang nanti bisa anda jawab
sebisanya di rumah. Menurut saya lebih penting memberi anda
pertanyaan-pertanyaan yang mencerdaskan anda, daripada jawaban-jawaban yang
membuat anda malas berpikir. Baru kemudian nanti kalau sudah tak sanggup lagi
menjawab, anda boleh nanya saya”. Demikian paparan pembuka Sarikhuluk sebelum
menyampaikan orasi politiknya. “Untung ya kita datang tepat pada waktunya.
Kebetulan judulnya pas dengan apa yang mau kita tanyakan padanya” komentar
Badarudin bersama teman-temannya serentak.
“Bapak-bapak
ibu-ibu dan para hadirin yang saya cintai, saya akan memulai beberapa
pertanyaan. Sebenarnya sebagai rakyat –yang menurut sistem demokrasi sebagai pimpinan
tertinggi- benar-benar bisa memilih sendiri untuk capres dan cawapres atau kita
malah dipilihkan? Kalau ternyata pada kenyataannya kita dipilihkan, apakah
kedua pasangan calon itu benar-benar bisa dijamin akan memperjuangkan
kepentingan rakyat? Kenapa bangsa yang begitu besar ini hanya memilih dua
pasangan capres dan cawapres, apa sudah tidak ada lagi orang yang baik dan
istimewa di negeri ini? Apakah anda sekalian benar-benar tahu mengenai riwayat
hidup, latar belakang dari masing-masing calon? Kalaupun tahu, anda tahu
informasi tentang mereka dari mana? Bisakah anda menjamin kalau informasi yang
anda dapat itu benar 100 %, atau malah hanya racikan media? Reformasi sudah
berjalan sekitar enam belas tahun, apa yang dihasilkan reformasi untuk rakyat?
Menurut anda sekalian pemimpin itu diajukan apa manguju-ajukan diri? Apa yang
anda saksikan sekarang kedua pasangan, saling berendah hati apa
menonjol-nonjolkan prestasi-prestasi yang dicapai sendiri? Demokrasi katanya
berdasarkan musyawarah untuk mencapa mufakat, lha sekarang lihat ungkapan
media, para tim sukses apakah mereka benar-benar mewakili inti demokrasi atau
justru mereka sedang berperang, beradu kekuatan, cari menang, atau saling
menjatuhkan? Kemudian yang terakhir kedua passangan yang mau anda pilih itu
mempunyai karakter prajoko apa wibowo?” Demikian Sarikhuluk memungkasi
pertanyannya.
Para
peserta penyuluhan politik mulai mencerna, berusaha menjawabnya dalam hati. Ada
yang mendiskusikannya dengan teman-teman di sampingnya. Ada pula yang tambah
bingung. Ada juga yang bisa menjawabnya dengan mudah, bahkan melahirkan
pertanyaan-pertanyaan baru. Hanya saja mereka sepakat pada satu hal yaitu
sama-sama merasa bingung dan tidak paham mengenai pertanyaan yang disampaikan
Sarikhuluk terakhir kali, yaitu mengenai karakter prajoko dan wibowo. Akhirnya
Badarudin memberanikan diri untuk menanyakan langsung kepada Sarikhuluk. “Cak
aku mewakili para pesaerta sekalian, mau menanyakan tentang maksuda pertanyaan
terakhir yang sampean lontarkan. Apa yang dimaksud dengan karakter prajoko dan
wibowo? Setahu kami kedua kata itu tak ada dalam kamus besar bahasa Indonesia.
Bingung kami mencernanya”. “Sudah aku duga sebelumnya, pasti para peserta akan
akan menanyakan kata itu. Tapi itu sebenarnya kata-kata inti yang mau aku
jelaskan. Sebelumnya dengan jujur aku akui bahwa kedua kata itu sebenarnya
karanganku sendiri. Jadi anda sekalian tak bakal menemukannya dalam kamus besar
bahasa Indonesia. Kedua kata itu sebenarnya lahir dari pengamatanku tentang
kedua calon presiden yang akan beradu di bulan Juli mendatang. Yang dimaksud
dengan prajoko ialah berasal dari kata pra yang artinya sebelum dan joko yang
dalam bahasa Indonesia dilafalkan dengan kata jaka yang berarti anak laki-laki
yang telah dewasa. Prajoko berarti sebelum menjadi laki-laki dewasa alias masih
kanak-kanak. Sedangkan ‘wibowo’ sebenarnya bahasa Indonesianya ialah ‘wibawa’
yang berarti: ‘pembawaan
untuk dapat menguasai dan mempengaruhi; dihormati orang lain melalui sikap dan
tingkah laku yg mengandung kepemimpinan dan penuh daya tarik’. Intinya
menggambarkan pemimpin yang mempunyai daya tarik alamiah, dihormati oleh
orang-orang, disegani, dan disukai banyak orang. Gampangannya gini pertanyaanku
yang terakhir: kedua calon pasangan yang ada saat ini sikap dan perbuatan
politiknya masih seperti anak-anak atau sudah benar-benar dewasa?”.
“Oalah
begitu toh maksudnya? Terus ciri-ciri karakter prajoko dan wibowo apa Cak?”
tanya Badarudin mewakili. “Karena sejak awal aku sudah bilang tidak akan
memberi jawaban instan maka pertanyaanmu akan aku jawab dengan
pertanyaan-pertanyaan. Untuk karakter ‘prajoko’ dan ‘wibowo’, pertanyaan-pertanyaanya
sebagai berikut: Para calon yang ada sekarang saling menjatuhkan apa tidak? Saling
menunjukkan kelebihan sendiri-sendiri apa tidak? Saling mengobral janji-janji
apa tidak? Saling mencari kesalahan serta aib lawan apa tidak? Benar-benar
terlihat mandiri apa tidak? Benar-benar mempertimbangkan setiap ucapan dan
langkah-langkahnya apa tidak? Dicalonkan apa mencalonkan diri? Suka memamerkan
kehebatan diri apa tidak? Tiba-tiba peduli pada rakyat ketika momen pemilu apa
tidak? Disegani oleh orang apa tidak? Bisa memutuskan sesuatu secara mandiri
apa diputuskan oleh orang lain? Para calon sebenarnya mencari keuntungan
pribadi apa keuntungan orang banyak? Benar-benar teruji kepemimpinannya atau
sekadar merasa teruji? Berani apa pengecut? Melakukan sesuatu secara mandiri
apa didikti? Bisa menyantuni apa masih disantuni? Masih suka main-main dan tak
serius dalam menentukan sesuatu apa serius? Peduli rakyat apa peduli diri
sendiri? Suka tebar pesona apa tidak? Suka ‘politik pencitraan’ apa tidak?
Butuh media besar untuk mengukuhkan eksistensinya apa tidak? Merasa bisa
mengatasi permasalahan Indonesia yang begitu rumit apa tidak? Suka sindir-menyindir apa tidak? Dan yang terakhir apa kedua calon memang sebelumnya
benar-benar seorang pemimpin yang besar karena kontribusi dan sumbangsihnya,
apa tiba-tiba menjadi besar karena media? Barangkali beberapa pertanyaan itu
bisa untuk menjawab mana sebenarnya calon prsiden yang masih kekanak-kanakan
dan yang sudah dewasa. Saya kira masing-masing dari kalian bisa mencari
jawabannya baik melalu media atau penelitian kecil-kecilan” Jawab Sarikhuluk. “Ealah
Cak, kalau pertanyaan-pertanyaannya seperti yang sampean lontarkan,
rasa-rasanya kedua calon lebih banyak berkarakter ‘prajoko’ daripada ‘wibowo’?”
tanya Badarudin. “Aku tidak menjawab iya atau tidak lho ya. Yang jelas kalian
harus mandiri dalam menjawabnya. Sertakan hati yang jernih, pikiran yang
orisinil, serta libatkan Tuhan dalam setiap jawaban. Insyaallah kalian
tidak salah” pungkas Sarikhuluk.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !