Home » » PRAJOKO WIBOWO

PRAJOKO WIBOWO

Written By Amoe Hirata on Kamis, 29 Mei 2014 | 09.44


            Selagi tanggal merah (berkaitan dengan kenaikan Yesus Kristus), Badarudin dan kawan-kawan berkunjung ke kediaman Sarikhuluk. Biasanya mereka sehari-hari disibukkan oleh kerja  di pabrik, serta lemburan-lemburan yang tak pernah sepi. Nah, sekarang saatnya ada waktu luang untuk bersilaturahim ke rumah Prof. Dr. Kh. Kanjeng. Raden. Ngabehi. Maulana.  Syaikh. Mangkubumi. Pakubuwono. Sultan. Sarikhuluk S.Pd, MM, MS, M.Pd, Phd(untuk gelar Sarikhuluk, sebenarnya hanya bikinan Badarudin yang iseng). Badarudin mengajak teman-teman pabriknya, di antaranya: Muhammad Januari, Ahmad Februari, Hamid Maret, Hammad April, dan yang terakhir Humaid Mei(kelima teman Badarudin ini merupakan saudara kandung yang yang selisih umurnya satu tahun. Sebenarnya kelahiran mereka bukan pada bulan yang urut seperti nama mereka. Hanya saja, orang tua mereka percaya urutan bulan itu disandingkan dengan nama anaknya agar menjadi keberkahan bagi kelima anaknya secara berurutan). Pergilah mereka ke rumah Sharikhuluk dengan mengendarai sepeda motor. Sesampainya di rumahnya, ternyata mereka mendapat informasi kalau Sarikhuluk sedang diundang di kampung sebelah untuk mengisi penyuluhan politik kecil-kecilan untuk warganya. Akhirnya Badarudin langsung pergi ke lokasi.
            Tak disangka acaranya diselenggarakan di lapangan kampung dengan masyarakat yang melingkari Sarikhuluk. Mereka berenam selepas markir sepeda, langsung ikut melingkar bersama masyarakat yang lain. “Bapak-bapak ibu-ibu yang saya cintai. Sebenarnya anda sekalian keliru besar kalau mengundang saya untuk acara penyuluhan politik. Lha saya ini siapa kok disuruh mengisi tema seberat itu. Hanya karena yang ngundang ini adalah ketua Rt, yang kebetulan teman akrab saya, di samping itu juga karena rasa cinta saya kepada anda sekalian, maka saya tak tega untuk menolaknya. Tapi jangan dikira saya saya akan menyampaikan paparan ilmiah atau apa, saya kesini hanya membawa beberapa pertanyaan yang nanti bisa anda jawab sebisanya di rumah. Menurut saya lebih penting memberi anda pertanyaan-pertanyaan yang mencerdaskan anda, daripada jawaban-jawaban yang membuat anda malas berpikir. Baru kemudian nanti kalau sudah tak sanggup lagi menjawab, anda boleh nanya saya”. Demikian paparan pembuka Sarikhuluk sebelum menyampaikan orasi politiknya. “Untung ya kita datang tepat pada waktunya. Kebetulan judulnya pas dengan apa yang mau kita tanyakan padanya” komentar Badarudin bersama teman-temannya serentak.
            “Bapak-bapak ibu-ibu dan para hadirin yang saya cintai, saya akan memulai beberapa pertanyaan. Sebenarnya sebagai rakyat –yang menurut sistem demokrasi sebagai pimpinan tertinggi- benar-benar bisa memilih sendiri untuk capres dan cawapres atau kita malah dipilihkan? Kalau ternyata pada kenyataannya kita dipilihkan, apakah kedua pasangan calon itu benar-benar bisa dijamin akan memperjuangkan kepentingan rakyat? Kenapa bangsa yang begitu besar ini hanya memilih dua pasangan capres dan cawapres, apa sudah tidak ada lagi orang yang baik dan istimewa di negeri ini? Apakah anda sekalian benar-benar tahu mengenai riwayat hidup, latar belakang dari masing-masing calon? Kalaupun tahu, anda tahu informasi tentang mereka dari mana? Bisakah anda menjamin kalau informasi yang anda dapat itu benar 100 %, atau malah hanya racikan media? Reformasi sudah berjalan sekitar enam belas tahun, apa yang dihasilkan reformasi untuk rakyat? Menurut anda sekalian pemimpin itu diajukan apa manguju-ajukan diri? Apa yang anda saksikan sekarang kedua pasangan, saling berendah hati apa menonjol-nonjolkan prestasi-prestasi yang dicapai sendiri? Demokrasi katanya berdasarkan musyawarah untuk mencapa mufakat, lha sekarang lihat ungkapan media, para tim sukses apakah mereka benar-benar mewakili inti demokrasi atau justru mereka sedang berperang, beradu kekuatan, cari menang, atau saling menjatuhkan? Kemudian yang terakhir kedua passangan yang mau anda pilih itu mempunyai karakter prajoko apa wibowo?” Demikian Sarikhuluk memungkasi pertanyannya.
            Para peserta penyuluhan politik mulai mencerna, berusaha menjawabnya dalam hati. Ada yang mendiskusikannya dengan teman-teman di sampingnya. Ada pula yang tambah bingung. Ada juga yang bisa menjawabnya dengan mudah, bahkan melahirkan pertanyaan-pertanyaan baru. Hanya saja mereka sepakat pada satu hal yaitu sama-sama merasa bingung dan tidak paham mengenai pertanyaan yang disampaikan Sarikhuluk terakhir kali, yaitu mengenai karakter prajoko dan wibowo. Akhirnya Badarudin memberanikan diri untuk menanyakan langsung kepada Sarikhuluk. “Cak aku mewakili para pesaerta sekalian, mau menanyakan tentang maksuda pertanyaan terakhir yang sampean lontarkan. Apa yang dimaksud dengan karakter prajoko dan wibowo? Setahu kami kedua kata itu tak ada dalam kamus besar bahasa Indonesia. Bingung kami mencernanya”. “Sudah aku duga sebelumnya, pasti para peserta akan akan menanyakan kata itu. Tapi itu sebenarnya kata-kata inti yang mau aku jelaskan. Sebelumnya dengan jujur aku akui bahwa kedua kata itu sebenarnya karanganku sendiri. Jadi anda sekalian tak bakal menemukannya dalam kamus besar bahasa Indonesia. Kedua kata itu sebenarnya lahir dari pengamatanku tentang kedua calon presiden yang akan beradu di bulan Juli mendatang. Yang dimaksud dengan prajoko ialah berasal dari kata pra yang artinya sebelum dan joko yang dalam bahasa Indonesia dilafalkan dengan kata jaka yang berarti anak laki-laki yang telah dewasa. Prajoko berarti sebelum menjadi laki-laki dewasa alias masih kanak-kanak. Sedangkan ‘wibowo’ sebenarnya bahasa Indonesianya ialah ‘wibawa’ yang berarti: ‘pembawaan untuk dapat menguasai dan mempengaruhi; dihormati orang lain melalui sikap dan tingkah laku yg mengandung kepemimpinan dan penuh daya tarik’. Intinya menggambarkan pemimpin yang mempunyai daya tarik alamiah, dihormati oleh orang-orang, disegani, dan disukai banyak orang. Gampangannya gini pertanyaanku yang terakhir: kedua calon pasangan yang ada saat ini sikap dan perbuatan politiknya masih seperti anak-anak atau sudah benar-benar dewasa?”.
            “Oalah begitu toh maksudnya? Terus ciri-ciri karakter prajoko dan wibowo apa Cak?” tanya Badarudin mewakili. “Karena sejak awal aku sudah bilang tidak akan memberi jawaban instan maka pertanyaanmu akan aku jawab dengan pertanyaan-pertanyaan. Untuk karakter ‘prajoko’ dan ‘wibowo’, pertanyaan-pertanyaanya sebagai berikut: Para calon yang ada sekarang saling menjatuhkan apa tidak? Saling menunjukkan kelebihan sendiri-sendiri apa tidak? Saling mengobral janji-janji apa tidak? Saling mencari kesalahan serta aib lawan apa tidak? Benar-benar terlihat mandiri apa tidak? Benar-benar mempertimbangkan setiap ucapan dan langkah-langkahnya apa tidak? Dicalonkan apa mencalonkan diri? Suka memamerkan kehebatan diri apa tidak? Tiba-tiba peduli pada rakyat ketika momen pemilu apa tidak? Disegani oleh orang apa tidak? Bisa memutuskan sesuatu secara mandiri apa diputuskan oleh orang lain? Para calon sebenarnya mencari keuntungan pribadi apa keuntungan orang banyak? Benar-benar teruji kepemimpinannya atau sekadar merasa teruji? Berani apa pengecut? Melakukan sesuatu secara mandiri apa didikti? Bisa menyantuni apa masih disantuni? Masih suka main-main dan tak serius dalam menentukan sesuatu apa serius? Peduli rakyat apa peduli diri sendiri? Suka tebar pesona apa tidak? Suka ‘politik pencitraan’ apa tidak? Butuh media besar untuk mengukuhkan eksistensinya apa tidak? Merasa bisa mengatasi permasalahan Indonesia yang begitu rumit apa tidak? Suka sindir-menyindir apa tidak? Dan yang terakhir apa kedua calon memang sebelumnya benar-benar seorang pemimpin yang besar karena kontribusi dan sumbangsihnya, apa tiba-tiba menjadi besar karena media? Barangkali beberapa pertanyaan itu bisa untuk menjawab mana sebenarnya calon prsiden yang masih kekanak-kanakan dan yang sudah dewasa. Saya kira masing-masing dari kalian bisa mencari jawabannya baik melalu media atau penelitian kecil-kecilan” Jawab Sarikhuluk. “Ealah Cak, kalau pertanyaan-pertanyaannya seperti yang sampean lontarkan, rasa-rasanya kedua calon lebih banyak berkarakter ‘prajoko’ daripada ‘wibowo’?” tanya Badarudin. “Aku tidak menjawab iya atau tidak lho ya. Yang jelas kalian harus mandiri dalam menjawabnya. Sertakan hati yang jernih, pikiran yang orisinil, serta libatkan Tuhan dalam setiap jawaban. Insyaallah kalian tidak salah” pungkas Sarikhuluk.
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan