Home » , » ‘Ngru`ya’ Vs ‘Ngisab’

‘Ngru`ya’ Vs ‘Ngisab’

Written By Amoe Hirata on Sabtu, 17 Mei 2014 | 14.13

            Ketika sedang asyik-asyik mengelap sepeda motor di depan rumah, tiba-tiba Brudin kedatangan tamu. Tamunya sebanyak tiga orang. Ketiganya sangat familiar di mata Brudin. Mereka adalah sahabat lama Brudin ketika masih sama-sama menjadi tukang becak. Sekarang mereka sudah lain. Ada yang menjadi juragan daging sapi. Ada yang menjadi juragan beras. Yang satunya masih tetap istiqamah menjadi tukang becak. Yang juragan daging sapi bernama: Muklisin(orang asli Jawa Timur); yang juragan beras namanya: Alaudin(dari Padang); yang masih mabni menjadi tukang becak ialah Muhammad Dhari`un yang biasa disingkat menjadi Mat Draon(berasal dari Madura). 
             Sedangkan Brudin(asalnya Burhanudin, biar praktis teman-temannya memanggil Brudin) sendiri orang asli Jawa Tengah, yang tinggal di Jawa Timur, karena sudah lama di Jawa Timur dia sudah menguasai medho` Jawa Timuran. "Assalamu`alaikum bos" sapa mereka serentak pada Brudin". "Lho monggo-monggo, kok ga nelpon dulu, kalau nelpon dulu lak aku bisa persiapan nyambut tamu-tamu agung ini" jawab Brudin terkejut. "Beh abeh sampean jangan me-gaya, tamu agung segala, lagian kan kita dulu sudah terbiasa bikin yang namanya pres-supres(maksudnya surprise) tak iye" sahut Mat Draon. 
             "Iyo biasa ae cak, kayak gak tau biasanya aja" tambah Muklisin dan Alaudin. "Yo ndak begitu bukannya aku lupa tapi kan kalau sampean-sampean ngasih kabar kan aku bisa siap-siap. O ya ngomong-ngomong ada apa gerangan kok tiba-tiba datang bersama, apa kalian ga sibuk kerja?" tanya Brudin. "Yo aslinya kami-kami sibuk Cak, cuman rencana ini jauh-jauh hari sudah direncanakan. Kami kangen banget nang peno dan mau silaturokim"Jawab Muklisin, mewakili. "Ya gitu, harus diluangkan, mosok ga punya waktu untuk konco lawas. Mosok mentang-mentang wes sukses jadi lupa. Jangan sampek terjadi lah yang kayak begitu" jawab Brudin.
            "O ya sampai lali. Mongo-monggo duduk dulu, tapi sepurane kalau lesehan. Maklum belum ada duit tuk beli kursi, hehehe". "Oala cak-cak biasa ae tah, awak-awakan kan sudah terbiasa menggelandang ketika jadi tukang becak jadi ini sangat ga masalah. Gini Cak Brud, asline kan ini puasa sudah tinggal sehari aslinya puasanya kapan. Aku sendiri bingung. Ada yang puasa sekarang, ada yang puasa besok. Bikin pusing saja". "Abeh aku juga pusing tak iye yang satu alasane ‘ngru`yat’ yang satu lagi ada yang ‘ngisab’ ada lagi seng makai dua-duanya jadi poseng tang kepala". "Nek aku sih ga ngerti yang begituan, ngertine Cuma ngrujak dan ngisap rokok, heheheh". "Lho sampean sendiri kapan cak posone?".  
                 "Gini mas bro sakdurunge aku menjawab mungkin tak jelaskan dulu apa yang dimaksud metode ru`yat dan hisab. Ru`yat itu intine untuk mengetahui hilal iku wes muncul dengan cara melihat alias ndelok. Ini persis mau niru Nabi. Puasalah ketika kamu melihatnya(hilal) dan berbukalah ketika kamu melihatnya(hilal). Ada juga ayat barang siapa diantara kalian yang menyaksikannya(hilal) maka puasalah. Mangkanya, selama hilal ga bisa dilihat dengan mata meski sudah wujud maka dianggap belum muncul. Sedangkan metode hisab iku pake metode perhitungan astronomi. Mereka beralasan bahwa inti dari perintah melihat itu bukan berhenti pada melihat, intinya ialah mengetahui hilal. Kalau dengan hisab sudah bisa diketahui, ngapain pakai lihat, apalagi kalau misalkan ada mendung dan lain sebagainya kan repot. Nabi dulu ga pakai hisab karena umatnya tak pandai menghitung dan ummi. Lha sekarang kan mudah. Kemudian kata ‘syahida’(menyaksikan) tidak mesti melihat dengan mata kepala. Buktinya kita syahadat itu, kan bukan dengan menyaksikan dengan mata kepala, emangnya kita bisa menyaksikan Allah ketika kita bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah? Kan gak. Ada juga yang mau mengkomparasikannya, intinya pakai ru`yat tapi menyertakan hisab untuk dijadikan penguat" jelas Brudin. 
                 "Ambo-ambo awak bingong Cak Brud, bukannya kalau berbeda kayak gini entar akan timbul perpecahan, sedangkan perpecahan kan tercela". "O ya monggo diunjuk kopinya dulu jangan terlalu tegang. Gini lho ya sebenarnya masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan, cuman masalahnya ga ada yang mau ngalah kebanyakan kepingin jadi yang terdepan. Aku sendiri milih metode hisab meski sama sekali tidak menafikan ru`yat selama memungkinkan. Sebab rada lucu, bagi yang menolak hisab tapi mereka mempercayai produk hisab juga seperti penanggalan, dan penentuan waktu shalat".
            Alaudin bertanya: "Apa ada kemungkinan Cak, di balik kedua metode itu ada yang menunggangi. Maksudnya ada yang merencanakan supaya umat ini centang perenang ga kompak. Atau bisa juga dipolitisis oleh pemerintah?". 
                 "Spekulasi semacam itu sangat mungkin terjadi. Cuman kan sebagai umat Islam kita ga oleh asal nuduh gitu. Perlu adanya konfirmasi dan tabayyun. Cuman di Indonesia iki memang unik. Meski berbeda-beda gitu ga sampai terjadi konflik-konflik kontak fisik. Walaupun dulunya memang ketegangan-ketegangan semacam itu sangat rentan terjadi. Saiki begini ya, awakmu ojo bingung-bingung, pilihlah yang mantap menurut hati jernihmu. Gawe ru`yah yo apik lan niru Nabi. Sebab kelebihan ru`yah itu semua muslim dari segenap level dan tingkatnya mampu melihatnya. Jadi ga ada manipulasi. Soale pakai standar ukuran bulan, lha kalau matahari kan orang bisa ditipu. Buktinya hari kelahiran Isa yang menggunakan matahari itu banyak yang tertipu."
                  "Nah dengan metode ru`yat hilal ini tidak akan bisa ditipu dan dimanipulisir. Kalau mau pakai hisab ya tidak apa-apa, sebab dalam kerangka ijtihad orang tidak bisa dipersalahkan. Lagian ilmu hisab perhitungannya kan sudah pasti, dan tidak tergantung pada pengelihatan mata. Baik waktu mendung atau tidak metode hisab bisa digunakan. Luweh bagus lagi kalau mau menggunakan keduanya. Kalau satu ga bisa baru makai satunya. Mungkin ada yang nyangkal: Tidak ada ijtihad kalau sudah ada nash. Lha  kenapa masih ada pertentangan kalau ada nash? Kalau perselisihan masih ada, dan ada indikasi ke situ dan sama sekali tidak mengena unsur pokok agama maka di situ terbuka peluang ijtihad" jawab Brudin.
               "Waduh cak-cak tambang bengung aku, hehehe. Tapi minimal awak dewe mrene oleh semacam pencerahan lah. Yo wes ojok bengong-bengong, sambil ngobrol dan lepas kangen gimana kalau kita ngrujak dan ngisab rokok lan kopi. Hehehe....setuju-setuju maknyus tenan Cak".
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan