Malam
semakin larut. Sarikhuluk - Sang PENYET(Pemuda
Nyeleneh Tenan)- berniatan gabung dengan teman-teman yang sedang jaga desa di poskamling. Malam itu terlihat
lebih ramai dan tak seperti biasanya. Seakan-akan ada acara serius sedang berlangsung. Setelah Sarikhuluk mendekat
ternyata teman-temannya sedang mengadakan diskusi kecil-kecilan. Diantara
temannya yang ikut ialah: Paijo, Paimen, Parman, Parno(yang biasa disingkat
P3P), ada juga Karman, Bejo dan Si Lugu Margono. Tema yang diangkat ialah
tentang: Hari Kebangkitan Nasional.
Sesampainya
di LTDB(Lokasi Tempat Diskusi Berlangsung) dengan sengiran khasnya
Sarikhuluk menyapa teman-temannya. “Hei Assalamualaikum semuanya”.
“Wa`alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakaatuh”. “Ngomong-ngomong ada apa
nih?”. “Ooo gini Luk, kami sedang mengadakan diskusi kecil-kecilan temanya:
Hari Kebangkitan Nasional. Kan sekarang tanggal 20 Mei Hari Kebangkitan
Nasional yang bertepatan dengan lahirnya organisasi Budhi Utomo sebagai tonggak
kebangkitan nasional”.
“Kalau
aku boleh mengusulkan, aku lebih sreg dengan judul: Hari Kiamat
Nasional”. “Lho...lho...lho...ngawur kamu Luk emang negara ini mau hancur apa
pake kiamat segala”(Sanggah Parman, yang memimpin diskusi). Margono menyahuti:
“Lha iya aku setuju banget Luk.
Negara ini sudah berumur lebih dari setengah abad tapi kok mabni alas sukuun
aliasa ga maju dan ga mundur.Yang berkembang di sana-sini malah perpecahan,
kekacauan, korupsi, prostitusi, dan banyak hal lain yang bisa merusak
kebangkitan nasional bangsa ini. Tonton saja yang dipajang media setiap hari,
isinya mesti ada kekacauan demi kekacauan”.
Sarikhluk
mencoba menjelaskan, “ Pertimbanganku memakai kata kiamat bukan berarti ngawur
dan tak diperhitungkan. Seingatku dulu waktu ngaji dilanggarnya Yai
Satuman, kata “kiamat” itu berasal dari bahasa Arab”Qooma yaquumu qiyaaman”
artinya berdiri. Lha namanya kebangkitan itu kan hari keberdirian, ketegakan
seseorang dari situasi duduk jumudnya, sehingga mengalami perubahan yang lebih
baik. Makanya aku lebih sreg menggunakan kata itu. Kalau kemudian kata
kiamat di Indonesia pasti identik dengan kata kehancuran dan kebinasaan karena
menganggap dunia telah hancur binasa ya oke oke saja silahkan. Bagiku kiamat
yang ada di al-Qur`an itu meskipun secara wadak mengandung makna kehancuran
alam, namun pada hakikatnya itu merupakan proses yang secara ilahiyah
berarti kebangkitan supra dahsyat untuk menuju kehidupan yang lebih hakiki dan
sejati. Aku ga mau mendikotomi, misah-masahno ini dunia, ini akhirat wong
semua kembali pada-Nya kok”.
“Lantas
solusi apa Luk, yang kamu tawarkan di kala kebangkitan nasional ini semakin
tergerus oleh berbagai kepentingan dan tendensi”(Tukas Bejo). “Lha kamu
ini lucu Jo, awak-awakan kan cuman orang biasa, siapa yang mau mandang kita?
Sebrilian apapun kita ga bakal didengan apalagi melbu tive. Jadi ga usah
memusingkan diri kesitu, terlalu adoh(jauh). Aku menggunakan kata Hari
Kiamat Nasional itu sebenarnya sedikit usaha psikologis naratif sekaligus
normatif untuk menghibur diri dan kalian semua agar tetap semangat tetap ada
harapan di tengah kondisi Nasional yang semakan edan ga ketulungan”.
“Adoh adoh Luk...luk...ngocak (ngomong)apa sampen dassar sok
ilmiah, puyeng tang cetak(pusing kepala)”(timpal Karman,
pendatang asal Sumenep, Madura).
“Gini
ya konco-konco sekalian yang budiman. Jangan terlalu bingung dengan kata
kebangkitan atau apalah istilahnya berkaitan dengan bangsa dan nasionalisme
kita. Kita ga akan dibebani hal yang di luar kemampuan kita kok. Kita mau ada
kebangkitan nasional tapi diri kita terjajah oleh budaya asing dan kita
menikmati; kita mau ada perubahan mendasar tapi diri kita diam-diam menyimpan
kepentingan individu untuk gantian melakukan korupsi; kita mau ada
perubahan-perubahan yang signifikan tapi ga gelem(ga mau)
bangkit-bangkit dari kemalasan, kecerobohan, keegoisan, keserakahan yang
bersemayam pada diri kita sendiri. Jangan mengharap kebangkitan bila atimu(hatimu)
masih ditumbuhsuburi gejala dan sifat semacam itu. Orang kalah dan tak bangkit
itu biasanya di samping sistem yang rusak juga karena hatinya sudah kalah dan
terjajah. Makanya walaupun Kebangkitan Nasional ga bangkit-bangkit hati
kita harus tetap bangkit. Dengan kata Hari Kiamat Nasional, mudah-mudahan Allah
turun tangan membangkitkan, membangunkan anak-anak bangsa yang terus-menerus
asyik dalam tidur panjangnya”. Sarikhuluk ngomong dengan penuh semangat dan sok
ilmiah. Tapi di luar kesadarannya yang ada di siskamling hanya P3P sedang
terlelap tidur, sedang yang lain ada yang pulang juga ada yang ronda. Kuluk
berkata: “Diancuk ngomong panjang-panjang malah ga diperhatikan. Gitu
mau menginginkan kebangkitan nasional, wong sebenarnya awake suka
tidur, dak serius dan suka dininabobokkan orang, makanya rada susah kita
mau bangkit. Wes ah moleh wae(pulang saja). Allaohumma
kiamatno wongsoku, kiamatno wongsoku, supaya kebangkitan kami bukan kebangkitan
semu yang malah manipu, kami sudah tak mampu menanggung kenyenyakan tidur
nasional”. Aaamiiin. “Lho wes Shubuh ternyata”.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !