Di siang bolong, raut wajah
terlihat bengong. Berusaha mencari-cari, apa gerangan yang sedang terjadi. Ku
tatap wajah media, dengan segenap macam aneka. Yang tersaji, selalu
tampang-tampang calon yang sedang unjuk diri. Ooo rupanya sedang ramai kampanye
pemilu, masing-masing pihak berusaha menuju, kemenangan sebagai akhir yang
dituju. Janji-janji diobral, kontribusi diri tak pernah dikenal; komitmen
dijajakan, sumbangsih untuk rakyat terabaikan. Kelebihan pribadi
ditonjol-tonjolkan, kebutuhan rakyat tak diperhatikan. Para tim sukses tak mau
kalah, segenap cara selalu dikerah. Membanjirlah di media apa yang disebut
kampanye hitam, untuk meraih yang diidam. Yang tak habis ku pikir, dan membuat hati
ketar-ketir, kampanye kok hitam, padahal setiap warna mempunyai
kemungkinan beragam. Di bumi pertiwi, tak ada sesuatu yang teranggap pasti. Apa
yang terlihat hitam, pada waktu yang sama bisa bermakna putih, hijau, kuning,
abu-abu, biru atau warna selain hitam. Maka dari itu, hati berseru: ‘Kampanye Kok
Hitam’. Emang siapa penentu hitam, wong urusan hati sangat dalam.
Yang manusia tahu hanya permukaan, sedang dasar hati yang tahu hanya pribadi
dan Tuhan. Semua partai dalam negeri, mengaku memegang teguh asas demokrasi.
Tapi terdapat jurang menganga, antara teori dan fakta. Bahkan yang kita sebut
pengusung demokrasi yaitu Amerika, apa benar-benar memegang prinsip demokrasi
dalam hal kuasa. Di Indonesia pernah dipimpin presiden perempuan, di Amerika
pemandangan itu masih terasa mengerikan. Jangankan pemimpin perempuan, wong
laki-laki kulit hitam baru sekarang mendapat kesempatan. Oh betapa lucunya negeri
ini, humor-humor segar selalu meliputi. Kalau aku berkata begini, bukan berarti
aku antipati. Aku sangat cinta negeri ini, sebagaimana aku mencintai diri.
Kedepan masih tersisa harapan, antara sengsara atau menggapai kesuksesan. Kita
tak semerta-merta percaya, kalau presiden ganti pasti hidup rakyat bahagia.
Kita butuh keterlibatan Tuhan, untuk negeri yang sudah lama berantakan. Bila
kita salah mengambil keputusan, entah sampai kapan kita tenggelam dalam ‘air
kesengsaraan’.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !