Home » , » Maksimalisasi Dzikrullah.

Maksimalisasi Dzikrullah.

Written By Amoe Hirata on Rabu, 28 Mei 2014 | 21.17

by Mahmud Budi Setiawan on Monday, September 13, 2010 at 11:15am

Budaya hedonis acap kali membuat seseorang makin lupa terhadap Tuhanya. Berbagai macam atribut dan pernak-pernik yang di bawanya terkadang cukup ampuh menjauhkan individu dari dzikrullah. Tidak boleh tidak, untuk menghadapinya harus di giatkan kembali semangat dzikrullah. Dalam pada itu, maksimalisasi dzikrullah dirasa cukup representatif untuk dijadikan problem solver dalam mengatasi tumbuh-kembangya pengabaian dan pelalaian dzikrullah.

Maksimalisasi Dzikrullah berarti proses melakukan dzikrullah(menyebut;mengingat Allah)sebanyak-banyaknya. Lebih spesifik berarti kemampuan individu memproses diri untuk memperbanyak dzikrullah. Dengan demikian usaha ini di harapkan mampu mengatasi kesenjangan hubungan antara manusia dengan  Tuhanya.

Hakikat dzkrullah ialah kesadaran penuh untuk selalu mengingat, menyebut Allah di segenap situasi dan kondisi apapun(3:191, 4:103, 7:205, 8:45, 76:25)dengan mengaktualisasikanya dalam bentuk lisan, hati maupun perbuatan. Bentuk optimal dari dzikrullah itu ialah ketika aplikasi dzikrullah mampu di padukan secara harmonis sehingga mencapai tingkat integritas spritualitas yang tinggi.

Secara eksplisit dalam ayat al-Quran(2:152) di tegaskan sebuah perintah untuk ber-dzikrullah. Dengan dzikrullah secara otomatis Allah pasti mengingat hambanya. Titah ini bukan berarti mengindikasikan bahwa Allah membutuhkan dzikrullah. Justru sebaliknya manusialah yang membutuhkanya. Secara langsung Allah mengajarkan suatu metoda spritual yang membuat individu selalu on dengan Allah subhanahu wata`ala.

Ia sangat di perlukan mengingat fungsi dan kegunaan yang di kandungnya begitu besar. Misalnya: Berdzikir dapat menenangkan hati(13:28, 39:23), mendapat keberuntungan(8:45, 62:10), mengokohkan hubungan vertikal dengan Allah. Dengan mengamalkan dzikrullah kita akan mendapatkan keuntungan-keuntungan semacam itu dengan catatan dilaksanakan dengan sebenar-benarnya.

Orang beriman dalam salah satu untaian ayat al-Quran di perintahkan untuk ber-dzikrullah sebanyak-banyaknya(8:45, 33:41). Mengapa demikian? Karena yang mampu melaksanakanya dengan maksimal hanyalah orang-orang beriman. Disisi lain dzikrullah amat berjalinkelindan dengan keimanan karena balasan dan ganjaran yang akan di peroleh menuntut keimanan pelakunya. Tanpa keimanan orang tidak akan mampu ber- dzikirullah dengan sesungguhnya.

Dzikrullah merupakan salah satu indikasi penting ulul albab(cendikiawan;intelektual). Dalam perjalanan tafakkurnya, ulul albab akan senantiasa mengingat Allah karena bertolak dari keyakinan bahwa segala sesuatu adalah ciptaan Allah(3:191). Karena itu, obyek kontemplasinya selalu membawa dan menggiringnya untuk mengingat Allah(dzikrullah).

Pengahalang kelas wahid dalam merintangi manusia untuk ber-dzikrullah ialah setan. Sebagaimana yang di sinyalir dari al-Quran bahwa ia tidak akan henti-hentinya menghalangi manusia untuk mengingat Allah(5:91, 58:19). Setan disini bisa dari golongan jin atau manusia. Intinya segala tindakan yang berbentuk merintangi atau menghalangi manusia untuk mengingat Allah berarti tindakan setan.

Sedikit dzikrullah merupakan ciri hipokrit(munafiq). Dalam satu ayat al-Quran    di jelaskan secara gamblang bahwa orang munafiq tidak menyebut;mengingat Allah melainkan sedikit(4:142). Lebih jauh dari itu kita dapat menganalisa bahwa dzikir yang sedikit itupun hanya sekedar pada tingkat lisan dan tidak berdasar pada keimanan yang kokoh.

Dzikrullah di sisi lain merupakan indikasi  muttaqin(orang-orang yang bertaqwa). Secara konkrit ketika ia melakukan perbuatan maksiat atau dzalim dengan lekas ia mengingat Allah yang membuatnya segera minta ampun dan tidak mengulangi kesalahan yang sama(3:135).

Dzikrullah juga bisa di jadikan perisai dan tameng untung membentengi diri dari perbuatan maksiat. Kesadaran yang tinggi untuk selalu ingat akan Allah membuat setiap individu mawas diri dan hati-hati setiap kali dihadapkan dengan perbuatan masiat. Di samping itu aura yang di tebarkan adalah ketentraman sebagai refleksi dari suasana hati yang tenang dan tentram akibat dzikrullah.

Memaksimalisasi Dzikrullah pada akhirnya merupakan upaya intensif dan kondusif untuk menciptakan kemesraan hubungan antara manusia dan Tuhanya yang pada giliranya menuntut hubungan baik dengan sesama makhluk. Dengan demikian, tidak akan mudah jatuh pada badai maksiat dan kehidupan hedonistik. Laki-laki dan perempuan yang banyak ber-dzikrullah akan disediakan oleh Allah ampunan dan pahala yang besar(33:35).
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan