Pada waktu Ibunda Aisyah radhiyallahu`anhā
ditanya mengenai akhlak Rasulullah shallallāhu `alaihi
wasallam, beliau
menjawab: “Akhlak rasulullah adalah al-Qur`an”(Hr. Ahmad). Ini berarti
kehidupan Rasulullah merupakan manifestasi riil al-Qur`an. Maka tidak
berlebihan jika dikatakan –sebagaimana judul di atas-, bahwa beliau adalah, ‘al-Qur`an
berjalan’.
Ketika al-Qur`an berbicara
masalah iman, Rasulullah selalu berada di garda depan. Sebelum mengajak manusia
beriman, beliau terlebih dahulu yang memancangkan iman di dalam hatinya. Walau
mendapat rintangan dan halangan besar dari sanak familinya, beliau tak pernah
mundur dan gentar. Kemimanan pada Tuhan, begitu memenuhi ruang hatinya.
Ketika al-Qur`an berbicara
mengenai shalat, Rasulullah berada pada puncak keteladanan. Shalat yang dikatakan
al-Qur`an sebagai pencegah dari perbuatan keji dan munkar. Shalat yang
mempunyai efek sosial. Maka tidak mengherankan jika setiap kali mendapatkan
masalah serius, beliau berkata pada Bilal: “Wahai Bilal istirahatkan kita
dengan shalat”(Hr. Abu Daud).
Begitu juga puasa, zakat
dan haji. Beliau selalu menjadi panutan utama. Suatu ketika ada beberapa orang
yang ingin mengetahui langsung bagaimana ibadah Rasulullah. Ketika
mengetahuinya, mereka berkomitmen untuk: shalat malam, puasa, tidak tidur,
bahkan tidak beristri selamanya, karena merasa amalnya masih sedikit.
Melihat penyikapan yang
salah tersebut, beliau langsung menegur mereka. Pada intinya, beribadah tidak
boleh melampaui batas. Harus diukur dengan ukuran syar`i yang jelas. Bukan
dengan menggunakan ukuran hawa nafsu. Al-Qur`an menggunakan kosa kata: wasath,
qawāma, `awānun baina dzālik, dan tidak isrāf. Semua ada
ukurannya.
Ketika al-Qur`an berbicara
masalah jihad, beliau adalah contoh terbaik. Beliau benar-benar mencurahkan
segenap pikiran, jiwa, tenaga dan hartanya untuk kepentingan Islam. Al-Qur`an
menggunakan istilah jihad anfus dan amwāl. Dalam sirah nabawiah kita
mendapatkan data valid bahwa Rasulullah pernah memimpin jihad –dalam pengertian
perang- sebanyak 27 kali.
Meski begitu, jihad tidak
berarti selalu perang. Beliau memberikan contoh-contoh riil mengenai jihad yang
sesungguhnya, baik dalam bidang agama, pendidikan, ekonomi, negara dan sosial. Kehidupannya
tidak pernah tanggal dari kosa kata, ‘jihad’(dalam pengertian luas). Sejak
mendapatkan wahyu dari gua Hira, ia berujar: “Waktu tidur sudah habis wahai
Khadijah”.
Keislaman beliau benar-benar seseuai dengan
istilah al-Qur`an, ‘kāffah’. Pada segenap elemen kehidupan, beliau tidak
hentinya memandu, membimbing, memberi pencerahan agar umat manusia kembali menuju
fithrah Allah, yaitu: tauhid. Dunia tidak pernah dibenci dan dipisahkan dari
akhirat. Beliau menjadikan dunia sebagai ladang akhirat.
Saat beliau meninggal, beliau telah menyiapkan
generasi yang dibahasakan al-Qur`an dengan, ‘khairu ummah’(sebaik-baik
umat). Maka tidak mengherankan jika, beberapa tahun kemudian, mereka mampu
menjadi mercusuar dunia. Menjadi kiblat dan soko guru peradaban dunia. Kalau
kita jeli dalam meneliti, maka ada satu sebab: “Rasulullah adalah al-Qur`an berjalan”.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !