Selepas memberikan
pengarahan bagi para rekan-rekan petani, Sarikhuluk ditanya oleh Rio(salah
seorang wartawan media Islam lokal) tentang niat. “Cak, menurut sampean apa sih
yang dimaksud dengan niat?”. “Niat kalau menurut definisi yang sudah mainstrem(umum,
pakem) berarti kehendak atau maksud. Setiap orang `kan –yang masih normal- sebelum
melakukan sesuatu pasti berlatar maksud dan kehendak.” Jawab Sarikhuluk.
Rio melanjutkan
pertanyaannya: “Tadi dikatakan menerut pengertian umum. Lha menurut
sampean niat sendiri apa sih?”. “Gampangannya begini: niat itu ibarat benih.
Aku sendiri tidak ngarang-ngarang dalam masalah ini. Secara etimologis niat
diderivasi dari kata, ‘nawāt’ yang berarti benih, unsur terkecil(atom), atau
inti sesuatu. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa niat ibarat benih, atau
esensi sesuatu.” Jawabnya datar.
“Bisa dijelaskan lebih
spesifik terkait metafor biji dan urgensinya?”. “Orang hidup itu laksana petani
Mas atau wong kang tandhur. Lha menanam itu `kan memerlukan biji atau
yang ditanam. Kalau bijinya bengkowang, nanti tumbuhnya juga bengkowang. Kalau
pada nanti tumbuhnya juga pada. Makanya, pengetahuan dan penentuan akan benih ini
penting supayah panennya nanti jelas”.
“Jika petani ingin menanam
tanaman yang berkualitas, maka benihnya harus berkualitas. Demikian halnya
niat. Kalau buruk akan menjadi buruk, kalau jelek akan menjadi jelek. Menariknya dalam Islam, orang baru niat baik
saja sudah diganjar. Sedangakan yang niat buruk belum diberikan sanksi. Tapi perlu
diingat, tugas petani hanya menanam benih dengan ikhlas. Masalah menumbuhkan
hanya Allah yang tau”.
“Kesadaran petani mengenai
menanam benih sedari awal memang tidak bisa dipisahkan dari kehendak Tuhan. Ada
hubungan yang baik antara Khaliq dan makhluk. Ia tidak boleh angkuh dan sombong
dengan tanamannya. Sebab ada kejadian dalam al-Qur`an(Qs. Al-Qalam: 18) yang menggambarkan tentang orang yang
percaya diri memanen, padahal ia tidak melibatkan kehendak Allah, akhirnya
tanamannya ludes tak jadi panen. Demikian juga dalam Surah Al-Kahfi: 42.
Gambaran orang kafir yang sombong dengan tanamannya sehingga ludes dan berakhir
dengan penyesalan”
“Mengingat aktivitas menanam selalu terkait dengan
Tuhan, maka urusan menanam, juga termasuk ibadah(dalam pengertian yang luas).
Dialah yang Maha Menumbuhkan, maka manusia harus mengikhlaskan niat dan
bertawakkal pada-Nya setelah beriring usaha. Orang-orang yang memiliki
kualifikasi demikianlah yang akan beruntung. Uniknya, dalam al-Qur`an kata ‘beruntung’
menggunakan kata ‘falāh, muflih, aflaha’ yang kesemuanya ada kaitannya dengan petani”.
“Niat itu sangat dahsyat dan penting karena ibarat
biji yang kita tanam –katakanlah biji padi- bayangkan! Satu biji padi saja,
kalau tumbuh bisa menghasilkan ratusan biji. Artinya, niat baik akan
dilipatgandakan jika sudah diamalkan. Di sisi lain niat memiliki urgensi
berikut: Pertama, membuat hidup terarah dan jelas. Kedua, membuat
diri fokus. Ketiga, khusyu` dan tenang, Karena benih yang ditanam sejak
awal sudah jelas”. [Bersambung]
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !