Home » » Filosofi Sahur

Filosofi Sahur

Written By Amoe Hirata on Sabtu, 20 Juni 2015 | 15.00

            Intensitas kajian di Pendopo Al-Ikhlas ketika bulan Ramadhan semakin tinggi. Terbukti, tempat bersejarah itu, siang-malam tidak pernah sepi. Tadi pagi waktu dhuha, ada diskusi menarik seputar masalah sahur. Sebuah kajian yang tidak berhenti pada ritual syari`at, tapi ingin mengkaji lebih dalam hikmah di balik sahur. Waktu itu yang memandu diskusi adalah Markoden. Disertai sahabat-sahabatnya: Paidi, Paiman, Parno dan Ponco.
            “Menurut kalian, kenapa kita dianjurkan sahur ketika hendak puasa?” Markoden memulai diskusinya. “Ya, supaya kita kuat menjalani puasa di siang hari.” Jawab Paidi. “Ah, itu terlalu mainstream  dan wadak,” timpal Markoden. “Menurutku sahur dianjurkan untuk menata niat dan kesadaran kita sejak awal, agar amal ibadah diterima dan terarah,”jawab Paiman. “Kalau menurutmu apa Parno?” tanya Markoden.
            “Sahur merupakan simbol kebangkitan. Ayam saja jam segitu sudah pada berkokok, apa lagi manusia, seharusnya bisa bangun pada waktu itu. Bukankah shalat malam malah lebih awal dari itu. Pada waktu itu doa-doa diijabahi, malaikat-malaikat turun ke langit dunia, dan udara sangat segar dan baik untuk kesehatan. Maka tidak mengherankan jika dalam sahur ada keberkahan, karena orang yang sudah bangun di waktu sepagi itu, akan mendapat berkah,” jawab Parno.
            Ponco menimpali: “Kalau aku sih berpendapat begini. Secara bahasa `kan sahur adalah makan dan minum di waktu sahar(sepertiga malam terakhir sebelum shubuh). Tukang sihir, dukun, biasanya menyantet orang pada jam-jam segitu. Kalau jam segitu kita ingat Allah `kan akan terhindar dari kejahatan dan bencana. Kita tentu tahu kisah nabi Luth yang diselamatkan dari siksa yang akan ditimpakan pada waktu sahur. Maka, sahur juga mengandung makna bebas dari sihir dan bencana.”
            “Sebelum kita ngomong panjang lebar mengenai sahur, ada beberapa unsur penting yang perlu diketahui. Kata ‘sahur’, berarti: makan atau minum. Sedangkan ‘sahar’ berarti: waktu di akhir malam menjelang shubuh. Adapun kata kerja makan atau minum istilahnya ‘tasahhur’. Jadi, ketika membahas sahur, di sana ada waktu, pekerjaan dan makan minu. Masing-masing akan kita urai satu persatu,”.
            “Waktu sahur atau “sahar”, waktu akhir malam menjelang fajar adalah simbol kebangkitan. Kalau orang menjelang kebangkitan sudah sadar, maka kejayaan pasti akan dia raih meskipun banyak aral merintang di depannya. Sedangkan, sahur(makan atau minum di waktu akhir malam) adalah bekal orang berpuasa. Orang berjuang itu butuh persiapan bekal. Pekerjaan tasahhur(berusaha keras untuk makan sahur) adalah lambang keseriusan berjuang. Dalam bahasa Arab, wazan tafa``ul itu mengandung ari membebani dan berusaha keras. Jadi, tanpa perjuangan keras, maka tidak akan mungkin  bisa bangun,”
            “Mengapa dalam sahur ada berkah? Karena keberkahan Allah muncul di waktu-waktu menjelang pagi. Dan kenapa sahur diakhirkan? Supaya lebih dekat dengan perjuangan. Terlalu jauh jarak antara orang dan perjuangan hanya akan membuat orang kehilangan orientasi bahkan tak sabar. Perjuangan sahur pada akhirnya menuju kesuksesan ifthar(buka). Berbuka dianjurkan disegerakan, karena orang yang serius berjuang dari awal, akan dilekaskan kesuksesannya. Jadi, teman-teman sekalian, sahur mengandung filosofi yang dalam. Ia bukan sekadar masalah makan untuk bekal puasa, tapi sebuah simbol pembelajaran bagi hakikat kehidupan yang ditempuh manusia,” ungkap Markoden dengan mimik yakin.
            Tanpa mereka sadari, rupanya dari tadi Sarikhuluk mendegarkan di pojok paling belakang. Menjelang akhir diskusi, ia angkat tangannya seraya memberi arahan: “Teman-taman sekalian, apa yang dikatakan oleh Markoden, Paidi, Paiman, Parno dan Ponco, jangan dipercaya. Mereka hanya mengangkat wacana baru agar kalian bisa mendalami makna sahur. Niat mereka baik, supaya kalian tidak jatuh ke dalam rutinitas semu. Jadikanlah wacana-wacana itu sebagai jendela, untuk memperoleh ‘angin segar kebijaksanaan’ supaya kualitas ibadah Ramadhan kalian bertambah berkualitas.” Setelah memberi pengarahan, Sarikhuluk pamit ke sawah melanjutkan aktivitas menanamnya.
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan