“Di balik kedahsyatan selalu beriring rintangan
dan halangan. Orang tidak cukup hanya berhenti pada niat awal. Layaknya petani,
ia tidak hanya menanam biji kemudian ditinggal pergi sampai panen, Ia harus
menjaga dan merawatnya agar biji yang ditanam bisa tumbuh dengan baik. Orang
yang hanya niat baik saja –meski diganjar-tapi tidak beriring amal, maka bisa
dijamin nanti tidak akan menajdi baik. Karena itu menjaga niat bukan urusan
awal, tapi pertengahan hingga akhir harus tetap dipelihara”.
“Beberapa unsur ini harus diketahui bagi mereka
yang menanam kebaikan. Pertama, Penanam: Manusia. Kedua, Yang ditanam: Benih biji dan
lain sebagainya (sebagai metafor niat). Ketiga, Ladang: Tempat menanam
biji. Keempat, Penumbuh: yaitu Allah ta`ala. Orang yang berniat
kebaikan harus tau kebaikan apa yang akan ditanam(diamalkan). Ia juga tau waktu
dan tempat mengamalkan. Yang terakhir ia serahkan semua nilai kebaikannya pada
Allah ta`ala”.
“Setelah kita tau pentingnya biji(niat). Maka kita
harus tau juga sifat penanamnya. Dalam al-Qur`an yang diakui tanamannya (amalan
kebaikannya) hanya mereka yang muslim dan mukmin. Orang kafir, musyrik meski
menanam akan sia-sia belaka. Dalam al-Qur`an amalan mereka digambarkan sebagai
fatamorgana(Qs. An-Nur: 39). Maka niat baik, harus beriring ‘tiket’ keislaman dan keimanan. Gampangannya begini,
orang yang secara resmi mendapat ‘sertifikat’ atau ‘surat izin resmi’ menanam
hanya orang-orang muslim dan mukmin.”
“Kembali ke masalah niat. Niat ini sangat
fundamental karena, sebaik apapun petani, tapi kalau biji yang ditanam
berkualitas jelek, atau tidak tau yang ditanam itu apa maka ia tidak akan bisa
mencapai yang diinginkan. Niat memang tidak terlihat, karena letaknya dalam
hati. Sebagaimana halnya atom yang tidak bisa dilihat dengan kasat mata.
Demikian juga fondasi rumah yang tidak terlihat lantaran terletak di dalam
tanah. Tapi lihat, bom atom bisa meluluh lantakkan bangunan-bangunan besar.
Rumah-rumah yang fondasinya rusak, akan jatuh seketika. Maka jangan sekali-kali
meremehkan niat, karena dia sangat penting dan esensial”.
“Terakhir, Sarikhikuluk menasihatkan: “Kalau
hakikat hidup ibarat petani, maka anda harus benar-benar cermat dan jeli dalam
memilih benih, biji(niat). Sebab, jika anda salah maka anda akan menyesal di
kemudian hari. Tanamkan biji kebaikan dalam hatimu, niscaya akan tumbuh amal
kebaikan melalui anggota badanmu. Sebab, semua yang tumbuh secara lahiriah
adalah bersumber dari biji yang ditanam sejak awal. Kalau kamu mewancarai saya
ini niatnya hanya mencari dunia, maka hanya dunia yang kamu dapat. Tapi kalau
karena Allah, atau ikhlas beribadah, maka kamu akan mendapat dunia dan akhirat
sekaligus”.
Wartawan itu hanya bisa ternganga. Ia tidak bisa
melanjutkan pertanyaannya lantaran penjelasan Sarikhuluk yang panjang lebas. Di
samping itu, waktu shalat Ashar sudah tiba. Maka, wawancara harus segara
diakhiri. Walau terasa singkat, Rio mendapat ilmu berharga tentang niat dengan
pengertian yang baru yang tidak dipahami oleh orang pada umumnya. Dalam hatinya
ia bergumam: “Yes. Al-hamdulillah. Jos tenan Cak Sarikhuluk ini. Kapan-kapan
aku akan mewawancarimu kembali”.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !