Home » » KALLĀ: Teguran Al-Qur`an atas Paradigma Salah [Bagian: I]

KALLĀ: Teguran Al-Qur`an atas Paradigma Salah [Bagian: I]

Written By Amoe Hirata on Selasa, 09 Juni 2015 | 16.45

            “Kallā” –sebagaimana yang terdapat pada judul di atas- adalah kata yang berasal dari bahasa Arab. Dalam khazanah bahasa Arab, di antara fungsi kata ‘kallā’, ialah: li nafyi al-jawāb(menafikan jawaban yang salah), rada` wa zajru al-mukhāṭab(mencegah dan serta menghalangi lawan biacara)(Musthafa bin Muhammad Salim al-Ghalayaini, Jāmi` al-Durūs al-`Arabiyyah, 3/256). Tulisan ini akan mencoba sedikit menguraikan mengenai paradigma-paradigma salah manusia yang ditegur al-Qur`an dengan menggunakan kata ‘kallā’. Dengan mengetahuinya, diharapkan mampu memperbaiki paradigma salah yang kerap terjadi pada manusia, serta mampu mengevaluiasinya sehingga bisa menjadi lebih baik.
            Pertama, paradigma orang kafir yang salah bahwa harta dan anak bisa menebus tanggungan mereka di akhirat: “Maka apakah kamu telah melihat orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami dan ia mengatakan: "Pasti aku akan diberi harta dan anak"*Adakah ia melihat yang ghaib atau ia telah membuat perjanjian di sisi Tuhan Yang Maha Pemurah?*sekali-kali tidak, Kami akan menulis apa yang ia katakan, dan benar-benar Kami akan memperpanjang azab untuknya*dan Kami akan mewarisi apa yang ia katakan itu, dan ia akan datang kepada Kami dengan seorang diri”(Qs. Maryam: 77-80).Ayat ini –menurut asbābu nuzūlnya(baca: Imam Suyuthi, Lubābu al-Nuqūl fī Asbābi an-Nuzūl, 1/131)-, bercerita tentang Khabbāb bin Art yang menagih hutang pada Al-`Ash bin Wa`il.
Ia pun menolak seraya berkata: “Aku tidak akan memberikan hakmu sebelum kamu mengingkari Muhammad”. Maka Khabbāb menolak, dan akan menagihnya di akhirat. Dengan mimik mencibir Ash bin Wail tidak percaya akhirat bahkan kalaupun dibangkitkan ia akan melunasinya, karena merasa punya harta dan anak. Al-Qur`an pun menegur persepsi salah tersebut. Pernyataannya sama sekali tidak benar dan tak berdasar karena: ia kafir(menurut al-Qur`an, amalan orang kafir akan sia-sia. Baca: Qs. An-Nur: 39), tidak mengetahui hal ghaib(bahkan tidak percaya), dan tidak pernah mengadakan perjanjian dengan Allah(bagaimana mengadakan janji jika tidak percaya pada-Nya). Maka bagaimana mungkin dengan percaya diri ia menjamin bahwa dirinya akan selamat.
Kedua, menjadikan selain Allah sebagai pelindung. Sebagaimana firman-Nya: “Dan mereka telah mengambil sembahan-sembahan selain Allah, agar sembahan-sembahan itu menjadi pelindung bagi mereka*sekali-kali tidak. Kelak mereka (sembahan-sembahan) itu akan mengingkari penyembahan (pengikut-pengikutnya) terhadapnya, dan mereka (sembahan-sembahan) itu akan menjadi musuh bagi mereka”(Qs. Maryam: 81-82). Orang-orang kafir penyembah berhala menyangka bahwa Tuhan-tuhan buatan mereka mampu menjadi pelindung. Mereka tidak mampu menggunakan logika dengan baik. Sebab, kalau misalnya logikanya bagus, maka tidak mungkin Tuhan dibuat. Tuhan itu membuat, bukan dibuat. Di samping itu, kelak pada akhirat sesembahan itu akan mengingkari bahkan akan menjadi musuh mereka. Karena pada dasarnya, batu itu hanya tunduk dan bertasbih pada Allah.
Ketiga, orang kafir menyangka bisa dikembalikan lagi ke dunia untuk memperbaiki amal. Al-Qur`an menceritrakan: (Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: "Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia)*agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampal hari mereka dibangkitkan”(Qs. Al-Mu`minun: 99-100). Ibarat nasi sudah menjadi bubur. Ketika sudah di akhirat, tidak akan mungkin lagi akan dikembalikan. Karena sudah menjadi ketetapan Allah.
Keempat, Nabi Musa takut dibunuh Fir`aun lantaran telah berbuat kesalahan fatal membunuh orang Mesir. Allah pun pada akhirnya menegurnya: “Dan aku berdosa terhadap mereka, maka aku takut mereka akan membunuhku"*Allah berfirman: "Jangan takut (mereka tidak akan dapat membunuhmu), maka pergilah kamu berdua dengan membawa ayat-ayat Kami (mukjizat-mukjizat); sesungguhnya Kami bersamamu mendengarkan (apa-apa yang mereka katakan)”(Qs. As-Syu`ara: 14-15). Musa –demikian pula orang sesudahnya- mendapat pelajaran berharga bahwa: urusan mematikan, mutlak hanya milik Allah. Tidak akan ada yang bisa mematikan kecuali atas kehendak-Nya. Jadi Musa tidak perlu takut kalau ada ancaman pembunuhan dari Fir`aun. Apalagi, orang-orang beriman akan selalu mendapat ma`iyyatullah(kebersamaan Allah) jadi tidak ada lagi yang perlu dirisaukan.
Kelima, memandang peristiwa dengan sudut pandang pribadi (tidak melibatkan Tuhan). Ketika pengikut Nabi Musa sudah terpepet di hadapan laut, sedang Fir`aun dan bala tentaranya sudah terlihat, maka mereka mulai lesuh. Menurut pandangan pribadi mereka, pasti akan ditangkap Fir`aun. Namun Allah meluruskan paradigma salah mereka. Selama mereka berada pada maiyyatullah(bersama Allah), maka mereka tidak akan mungkin bisa dikejar. Ini berarti, ketika menghadapi peristiwa apapun jangan sampai tidak melibatkan Allah. Karena sejatinya Allah bersama orang-orang beriman. Al-Qur`an menceritrakan: “Maka setelah kedua golongan itu saling melihat, berkatalah pengikut-pengikut Musa: "Sesungguhnya kita benar-benar akan tersusul"*Musa menjawab: "Sekali-kali tidak akan tersusul; sesungguhnya Tuhanku besertaku, kelak Dia akan memberi petunjuk kepadaku”(Qs. Asyu`ara: 61-62).
Keenam, menganggap Allah mempunyai sekutu. Allah berfirman: “Katakanlah: "Perlihatkanlah kepadaku sembah-sembahan yang kamu hubungkan dengan Dia sebagai sekutu-sekutu-Nya, sekali-kali tidak mungkin! Sebenarnya Dialah Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”(Qs. Saba: 27). Anggapan ini sangat salah karena beberapa hal: mereka tidak memiliki kekuatan dan keperkasaan(karena sejatinya mereka dibuat, bukan membuat. Sehingga tidak memiliki bahaya dan manfaat apapun pada manusia), mereka tidak memiliki kebijaksanaan, sebagaimana kebijaksanaan Allah. Jadi mustahil Allah memiliki sekutu.
Ketujuh, orang-orang mujrim menyangka bahwa harta, anak, sanak famili, sahabat bahkan semua orang di muka bumi dapat menebus mereka dari adzab Allah. Al-Qur`an mengisahkan dalam Surah Al-Ma`arij: “11. sedang mereka saling memandang. Orang kafir ingin kalau sekiranya dia dapat menebus (dirinya) dari azab hari itu dengan anak-anaknya 12. dan isterinya dan saudaranya13. dan kaum familinya yang melindunginya (di dunia) 14. Dan orang-orang di atas bumi seluruhnya kemudian (mengharapkan) tebusan itu dapat menyelamatkannya 15. Sekali-kali tidak dapat, sesungguhnya neraka itu adalah api yang bergolak 16. yang mengelupas kulit kepala17. yang memanggil orang yang membelakang dan yang berpaling (dari agama) 18. serta mengumpulkan (harta benda) lalu menyimpannya”. Anggapan mereka keliru, karena kekafiran menghalangi mereka selamat dari siksa.

Kedelapan, orang kafir mengira akan masuk surga tanpa iman. Allah berfirman: 36. Mengapakah orang-orang kafir itu bersegera datang ke arahmu 37. dari kanan dan dari kiri dengan berkelompok-kelompok 38. Adakah setiap orang dari orang-orang kafir itu ingin masuk ke dalam surga yang penuh kenikmatan? 39. sekali-kali tidak! Sesungguhnya Kami ciptakan mereka dari apa yang mereka ketahui (air mani)”(Qs. Al-Ma`arij: 36-39). Surga bukan diperuntukkan untuk orang-orang kafir. Kalau mereka mau melihat kembali kepada asal penciptaannya (air mani yang hina), mereka tidak akan menjadi kafir. Sebab apa yang membuat dirinya ingkar, jika menyadari kelemahan diri. Karena mereka tetap ingkar, maka mereka akan menjadi orang-orang yang hina di akhirat, sebagaimana awal penciptaannya.
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan