Home » » RAMADHAN: Penghematan atau Pemborosan?

RAMADHAN: Penghematan atau Pemborosan?

Written By Amoe Hirata on Kamis, 25 Juni 2015 | 05.56

          Ramadhan kali ini di desa Darus Salam terlihat begitu meriah. Susi sebagai salah satu warga kampung sampai berkomentar, ‘Alhamdulillah, dibandingkan tahun-tahun kemarin, Ramadhan sekarang lebih ramai. Masjid penuh, ibadah rajin, penyumbang banyak, dan tentunya dagangan jadi semakin laris di kampung. Belum lagi kalau malam diramaikan anak-anak yang main petasan. Makin seru aja pokoknya’.
            Teman-teman susi serentak menyetujui komentarnya. Dia sendiri merasa sangat bahagia, bahkan membatin, ‘Andai tiap hari itu ramadhan, pasti semua ramai dan daganganku laku keras’.
            Pernyataan Susi memang benar adanya. Perbandingan sangat mencolok betul-betul terjadi di desa Darus Salam. Sebelum Ramadhan mereka terlihat biasa-biasa saja. Namun, ketika Ramadhan datang, seakan-akan berubah menjadi ‘Pasar Kaget’.
            Pada suatu malam, selesai melaksanakan shalat Tarawih di masjid Al-Karim, Susi beserta teman-teman warga kampung Darus Salam sedikit mengernyitkan dahi. Pasalnya, ada pesan Kultum(Kuliah Tujuh Menit) yang disampaikan oleh Ust. Slamet Mujiono. Tidak seperti penceramah lain, nasihatnya begitu unik, halus, tapi juga membangunkan kesadaran batin.
            “Bapak-bapak dan ibu-ibu yang saya hormati. Bulan Ramadhan bukan hanya bulan penuh rahmat, berkah, ampunan dan jihad,” demikian Ust. Slamet memulai Kultumnya setelah diawali dengan salam. “Ada satu hal penting yang jarang sekali disinggung terkait bulan Ramadhan. Ramadhan –kalau kita mau mempelajari sirah Nabi Muhammad shallallahu `alaihi wasallam- adalah bulan penghematan,”.
            “Dalam sejarah, kita bisa melihat betapa nabi dan para sahabat sebagai generasi terbaik kurun pertama, memberikan contoh terbaik terkait masalah penghematan. Kalau pada bulan-bulan lain pengeluaran misalnya 60 ribu(dengan istilah bahasa kita), maka ketika di bulan Ramadhan bisa berkurang sampai 30 ribu. Satu lagi yang bisa diceritakan dari kehidupan mereka, mereka tidak pernah membeda-bedakan antara bulan Ramdhan dan bulan-bulan lain dalam masalah ibadah. Meskipun intensitas ibadah semakin tinggi di bulan Ramadhan, di bulan lain pun tak jauh berbeda,” lanjut Ust. Slamet.
            “Bapak-bapak dan ibu-ibu yang saya hormati. Saya sendiri merasa prihatin dengan kondisi Ramadhan yang ada di negeri ini. Puasa itu `kan seharusnya mengendalikan diri, tapi yang lahir justru tradisi pelampiasan. Puasa sejatinya melatih diri untuk berani berkata ‘tidak’ pada nafsu, tapi yang ada malah meng-iya-kan nafsu. Puasa juga sebenarnya simbol sepi dan sunyi. Makanya tidak heran di dalamnya ada ibadah yang terkait, yaitu: i`tikaf. I`tikaf adalah gambaran ibadah yang benar-benar bertalian erat dengan puasa. Pada waktu itu manusia muslim benar-benar ditempa untuk mengendalikan diri secara total dalam kondisi sunyi sebagaimana saat Nabi Muhammad menyendiri di gua Hira.”
            “Ramadhan itu mengendalikan, di saat diri mampu melampiaskan. Ramadhan itu melatih diri sabar, di saat diri mampu membuat gebyar. Puasa itu melatih hidup hemat, di saat diri mampu meluapkan nikmat. Ramadhan bukanlah pameran, tapi kesadaran sunyi untuk semakin dekat pada Tuhan. Maka jangan heran jika ibadah sangat khusus, bahkan ganjarannya Allah rahasiakan. Karena memang sangat privat dan sunyi,”.
            “Kita boleh berdagang, tapi bukan diniati –terutama- untuk mencari uang. Tapi, memberi ruang pada batin agar rela dan legowo menginfakkan harta –baik di dalam maupun di luar bulan Ramadhan- di saat kebanyakan orang, eman dengan harta.”
            “Pak, Bu ada satu pertanyaan terakhir yang perlu saya ajukan: ‘Bulan Ramadhan itu sebenarnya bulan penghematan atau pemborosan?”. Jama`ah serentak menjawab, ‘Penghematan ustaaaaadz.” Di sela-sela Kultum, sekonyong-konyong lampu mati. Para jama`ah merasa heran lampu-lampu rumah di sekitar masjid menyala. Tiba-tiba ada suara keras menimpali, “Penghematan ustadz,”. Jama`ah terlihat heran dan menebak-nebak suara siapa gerangan. Setelah ditelisik, ternyata suaranya Markedot yang merasa menjadi pejuang 45. Sebab, selama ini ia merasa sangat prihatin dengan kondisi masyarakat Darus Salam yang sangat boros di bulan Ramadhan.
            “Dot, hidupin lampunya! Ini sih namanya bukan penghematan tapi penghambatan. Hemat sih hemat, tapi lihat kondisi dong. `Kan Pak Ustadz lagi ceramah. Suara bergemuruh seolah mencecar tindakan Markedot.”
            Setelah Kultum, warga Darus Salam mulai sadar. Apa yang mereka lakukan selama ini selama Ramadhan ternyata tidak sejalan dengan pelajaran inti Ramadhan. “Aku bertekad untuk tidak mengeluarkan apa-apa Min! `Kan berhemat?” Celetuk Susi kepada Minarti yang berada di sampingna. “Itu sih bukan berhemat Sus, tapi P2.” Susi keheranan, ‘Lho apa P2 Min?’. “Pelit Kuadrat, hehehe” gelak tawa pun menaburi malam mereka.
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan