Home » » A HASSAN; Ulama Teladan Berjiwa Militan

A HASSAN; Ulama Teladan Berjiwa Militan

Written By Amoe Hirata on Rabu, 13 Mei 2015 | 12.50

            Pada suatu sambutan buku yang membahas biografi Ahmad Hassan, Muhammad Natsir(Seorang Dai sekaligus Pahlawan Nasional RI) memberikan prakata berikut:

“......Beliau memiliki sifat-sifat utama yang jarang dimiliki oleh ulama-ulama rekan beliau yang lain. Seorang ulama yang mengajar dan mendidik pemuda-pemuda hidup dan berdiri di atas kaki sendiri. Beliau tidak kaya, tapi tak pernah kekurangan. Hidup dalam agama, dan senantiasa menegakkan agama, adalah filsafat hidupnya. Pendiriannya teguh, jiwanya kuat, pantang mundur dalam menegakkan kebenaran agama. Beliau berdakwah dengan segala jalan yang ditempuhnya. Dengan perkataan, pidato, dan ceramah sebagai kebiasaan mubalig, dan lebih banyak dengan tulisan. Beliau seorang penulis karangan yang enak dibaca, baik dalam majalah yang beliau terbitkan sendiri, maupun dalam buku-buku yang sengaja ditulisnya. Di samping itu, beliau gemar sekali berdebat, demi membela agama dan menegakkan keyakinannya. Beliau telah berdebat dengan orang Kristen, dengan golongan Ahmadiyah, dengan kaum Komunis, dan entah dengan siapa lagi. Untuk keperluan debat tersebut beliau tidak keberatan di mana pun tempatnya, bahkan kalau perlu semua biaya atas tangungannya sendiri.”(Muhamad Natsir dalam sambutan buku Tamar Djaja[1980] yang dikutip oleh: Dadan Wildan dalam buku, Yang Da`i Yang Politikus Hayat dan Perjuangan Lima Tokoh Persis, hal.31).
            Demikianlah sambutan yang diberikan oleh Muhammad Natsir mengenai sosok gurunya yang dikenal publik sebagai ulama serba bisa. Dari paparan Natsir di atas, kita bisa mengambil beberapa kata kunci dalam menakar sosok A.Hassan: Pertama, beliau adalah sosok yang penuh teladan dan militan dalam berjuang. Selama yang ia pegang adalah kebenaran, maka dia pantang menyerah. Walaupun harus berpolemik dengan Ir. Soekarno(sebagai murid spiritualnya ketika diasingkan di Endeh), yang diabadikan dalam bukunya yang berjudul: “Islam dan Kebangsaan”. Uniknya, ia tidak segan-segan rujuk, jika pendapat yang dipegangnya lemah dan bisa dipatahkan orang lain.
            Kedua, ia bukan hanya sebagai pengajar, tapi sekaligus pendidik. Pendidikan yang selalu ditanamkan pada murid-muridnya ialah, ‘hidup berdiri di atas kaki sendiri’ sebagai sebuai nilai berharga yang mengajarkan sikap kemandirian dalam kehidupan materil sehingga tidak bergantung pada orang lain. Darinya lahir tokoh-tokoh besar(seperti: Endang Abdurrahman, Muhammad Isa Anshari, dll) bahkan berkaliber internasional, seperti Muhammad Natsir dan Soekarno. Ketiga, Dalam urusan prinsip ia sangat teguh pendirian, dalam hal akhlak dan mendidik ia pun sangat santun. Sehingga wajar kalau dia disegani dan disayangi murid-muridnya. Bahkan ia dihormati baik oleh kawan maupun lawannya.
            Keempat, beliau memiliki filosofi: “Hidup dalam agama, dan senantiasa menegakkan agama”. Agama yang dimaksud bukanlah agama yang terpisah dari negara sebagaimana pemahaman orang sekular. Dalam Islam, tidak ada dikotomi antara urusan agama dan negara. Karena itu dalam bukunya yang berjudul ‘Islam dan Kebangsaan’ beliau mengkritik secara tegas pandangan sekular dan nasionalisnya Bung Karno. Agama –bagi beliau- bukan sekadar ajaran yang diikuti, tapi juga ditegakkan. Di situlah nanti terkandung perjuangan dan pengorbanan. Tidak mengherankan jika di antara prinsipnya ialah: “Tidak ada kehidupan yang lebih baik daripada hidup dalam batas-batas agama”[baca: Dadan Wildan, Yang Da`i Yang Politikus Hayat dan Perjuangan Lima Tokoh Persis, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1997) hal. 19].
           Kelima, adalah ulama yang menggabungkan dua metode sekaligus dalam berdakwah: lisan dan tulisan. Dalam hal lisan, beliau banyak mengisi ceramah, pidato, dan pengajaran-pengajaran baik di pesantren maupun di luar pesantren. Bahkan beliu dikenal dengan kepiawaian berdebat. Ia pernah berdebat dengan orang atheis yang kemudian dibukukan dengan judul, ‘Adakah Tuhan?’; ia juga pernah berdepat dengan tokoh Ahmadiyah; ia juga dengan tokoh Kristen; bahkan komunis. Semua itu ia tempuh dalam rangka mempertahankan dan menegakkan kebenaran. Meskipun terkenal kritis dalam berdebat, namun ia dikenal mempunyai kepribadian yang santun.
            Dalam hal tulisan, ia juga menonjol. Menurut catatan Dadan Wildan, beliau sudah menulis sekitar delapan puluh tulisan. Di antara yang terkenal ialah: Pengajaran Shalat, Soal-Jawab, Tafsir al-Furqon dan lain sebagainya. Ini berarti, A. Hassan di samping piawai berdebat ia juga penulis produktif. Suatu keahlian yang jarang dimiliki oleh kebanyakan ulama. Kalau kita membaca sejarah, ulama-ulama Muslim berkaliber dunia, mereka bisa dikenang hingga sekarang karena juga meninggalkan karya tulis. Sebut saja seperti Imam Thabari, Ibnu Katsir, Ibnu Taimiyah, Ahmad bin Hanbal, Qurthubi, dan lain-lain, adalah penulis produktif. Dan ini barangkali yang sudah kian langkah. Baik orang PERSIS sendiri, maupun di luarnya, sangat jarang yang mempunyai dua kemampuan sekaligus. Karena itu dibutuhkan kaderisasi ulama yang mumpuni baik secara lisan maupun tulisan.
            Yang terakhir, sebagai manifestasi kepeduliannya baik dalam kaderisasi ulama maupun pendidikan, setiap ulama –khususnya Indonesia- memiliki tradisi unik, yaitu: mendirikan pondok pesantren. Demikian pula A. Hassan.  Setelah berperan aktif dalam dakwah lewat lisan dan tulisan di PERSIS Bandung(sejak 1926), akhirnya pada tahun 1941-masa kependudukan Jepang- beliau pindah ke Bangil, mendirikan pondok Pesantren Persis Bangil. Demikianlah kiprah A.Hassan. Ulama teladan berjiwa militan. Maukah kita tergerak untuk melahirkan ulama sekaliber A.Hassan? atau tak usah menunggu. Bangunlah dalam dirimu tekad kuat, untuk menjadi sepertinya. Syukur-syukur bisa menjadi dirimu sendiri yang lebih hebat darinya, dan bermanfaat baik bagi diri keluarga, agama, maupun bangsa.
            Akhirnya:
Dari Ahmad Hassan
Kita mendapat pelajaran
Ulama itu mesti pandai lisan dan tulisan
Atau tinggal batu nisan
Share this article :

1 komentar:

 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan