v Ayat Kajian : (Qs. Qurays: 1-4)
لِإِيلَٰفِ
قُرَيۡشٍ ١ إِۦلَٰفِهِمۡ
رِحۡلَةَ ٱلشِّتَآءِ وَٱلصَّيۡفِ ٢ فَلۡيَعۡبُدُواْ
رَبَّ هَٰذَا ٱلۡبَيۡتِ ٣ ٱلَّذِيٓ
أَطۡعَمَهُم مِّن جُوعٖ وَءَامَنَهُم مِّنۡ خَوۡفِۢ ٤
v Arti Mufradat :
ِإِيلَٰفِ : Kebiasaan
قُرَيۡشٍ : Suku Qurays. Mereka adalah
keturunan al-Nadhar bin al-Kinānah. Mereka terdiri dari berbagaimacam suku.
رِحۡلَةَ : Bepergian
ٱلشِّتَآءِ : Musim Dingin
وَٱلصَّيۡفِ : Musim Panas
أَطۡعَمَهُم : (Ia) Telah Memberi Makan
Mereka
جُوعٖ : (Rasa) Lapar
وَءَامَنَهُم : (Ia) Telah Memberi (rasa)
Aman pada Mereka
خَوۡفِۢ : (Rasa) Takut
v Arti Ayat :
1.
Karena kebiasaan orang-orang Quraisy
2. (yaitu) kebiasaan mereka bepergian
pada musim dingin dan musim panas
3. Maka hendaklah mereka menyembah
Tuhan Pemilik rumah ini (Ka´bah)
4. Yang telah memberi makanan kepada
mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan
v Sabab
Nuzul(Sebab Turun Ayat):
أَخْرَجَ الْحَاكِمُ وَغَيْرُهُ عَنْ أُمِّ هَانِئ بِنْتِ أَبِي طَالِبٍ قَالَتْ
قَالَ رَسَوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَضَّلَ اللهُ قُرَيْشًا بِسَبْعِ
خِصَالٍ الحديث وَفِيْهِ نَزَلَتْ فِيْهِمْ سُوْرَةٌ لَمْ يُذْكَرْ فِيْهَا أَحَدٌ
غَيْرَهُمْ لِإِيْلَافِ قُرَيْشٍ
Artinya:
Diriwayatkan oleh Hakim
dan lainnya dari Ummu Hani` binti Abi Thalib, ia berkata, ‘Rasulullah shallallahu
`alaihi wasallam bersabda: “Allah
mengutamakan suku Qurays dengan tujuh hal (al-Hadits) di antaranya ialah turun
satu surat –dalam al-Qura`n- berkaitan dengan mereka di mana selain mereka,
tidak ada satupun suku yang disebut (sebagaimana ayat) : “Sebagaimana
kebiasaan orang-orang Qurays”.
v Tafsir Ayat :
Sebelum memaparkan tafsir dari surat
Qurays, ada baiknya terlebih dahulu dikemukakan beberapa poin penting. Pertama,
meskipun antara surat sebelumnya(al-Fil) dan surat sesudahnya(al-Ma`un) tidak
berdasarkan urutan nuzūl(turun), tapi uniknya masing-masing dari kedua
ayat –baik sebelum maupun sesudah surat Qurays- bertalian erat. Kedua, meskipun
secara khusus ayat ini sedang membicarakan orang-orang Qurays, namun
pelajarannya sebenarnya diperuntukkan untuk semua manusia. Selama manusia mau
menjaga beberapa unsur penting sebagaimana yang dikandung ayat, maka akan
mendapatkan anugerah yang sama dari Allah subhānahu wa ta`āla. Sebab,
dalam ilmu Tafsir, adah sebuah kaidah penting yang menyatakan:
الْعِبْرَةُ بِعُمُومِ
اللَّفْظِ لاَ بِخُصُوْصِ السَّبَبِ
Artinya: Yang teranggap ialah keumuman lafadz, bukak
kekhususan sebab. Ketika ada ayat yang membahas kasus tertentu –selama
lafadznya umum-, maka pelajaran diperuntukkan untuk umum.
Ketiga,
kejadian luar biasa terkait penyerangan Abrahah ke Baitullah, yang kemudian
gagal ‘seakan-akan’ sebagai jaminan terhadap Baitullah sendiri kemudian berefek
positif terhadap orang-orang Qurays. Mereka dengan leluasa melakukan perniagaan
dengan aman dan tentram. Adapun ayat sesudah Qurays –al Ma`un-, sangat bertalian erat bahwa nikmat yang
dianugerahkan Allah tersebut –baik berupa ketentraman beribadah maupun
ketentaraman dan keamanan- dalam surat Qurays, semestinya tidak hanya untuk
kepentingan pribadi, tapi harus berimbas kepada ranah sosial. Sebab apalah arti
agama, jika tercerai dari kehidupan sosial. Maka wajar orang-orang yang tidak
peduli sosial –sebagaimana yang termaktub dalam surat al Ma`un- akan mengalami
kecelakaan, bahkan dianggap sebagai pendusta agama.
Menjelang
kelahiran Nabi Muhammad, ada kejadian yang luar biasa yang direkam al-Qur`an:
penyelamatan Baitullah dari serangan Abraha dan bala tentaranya. Dengan hanya
mengutus sekawanan burung yang membawa batu(thairan abābil), pasukan
Abrahah menjadi hancur lebur secara perlahan dan menyakitkan, laiknya daun
dimakan ulat. Pada ayat pertama surat Qurays ini, seakan-akan Allah
mengingatkan kepada Nabi beserta umatnya agar belajar pada sejarah bahwa: orang
yang berusaha menghancurkan Baitullah, atau secara lebih khusus ‘agama Allah’,
maka akan selalu mengalami kegagalan. Ketika ayat ini dibacakan Rasul kepada
orang-orang Qurays, maka mereka tidak akan bisa mengelak dari fakta sejarah.
Karena apa? Peristiwa benar-benar terjadi, dan mereka mendapat berbagai nikmat
keamanan dan ketentraman.
Allah
berfirman pada ayat pertama: “Karena kebiasaan orang-orang Quraisy”
peristiwa dahsyat aṣhābu al-fīl(pasukan bergajah) ada kaitannya (di
samping untuk menjaga Baitullah maupun untuk memberi anugerah pada yang
menjaganya) dengan kebiasaan orang Qurays. Apa kebiasaan mereka? Allah melanjutkan:
“(yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas”.
Mereka dengan sangat mudah dan aman –sejak peristiwa penyelamatan Ka`bah-
melakukan perniagaan ke Yaman di musim dingin dan ke Syam di musim panas.
Kemudahan-kemudahan yang mereka dapatkan, membuat mereka menjadi sejahtera
secara ekonomi dan disegani oleh kabilah-kabilah di sekitarnya. Padahal
sejatinya, daerah yang mereka tempati adalah daerah yang tandus, gersang, dan
susah mendapatkan air. Dengan peristiwa sejarah ini, ‘seolah-olah’ Allah hendak
mengingatkan mereka bahwa nikmat yang begitu besar itu pada dasarnya dari Dia, maka
harus benar-benar disyukuri. Karena apa? Jika nikmat disyukuri, maka akan
ditambah; jika sebaliknya, maka akan mendapat siksa(lihat. Qs. Ibrahim: 7).
Dari
nikmat-nikmat yang dianugerahkan Allah tersebut –yang memudahkan roda
perekonomian dan stabilitas keamanan-, maka kewajiban apa yang seyogyanya harus
mereka kerjakan? Allah berfirman: “Maka hendaklah mereka beribadah pada
Tuhan Pemilik rumah ini (Ka´bah)”. Pada ayat ketiga ini, diawali dengan
kata “fa” yang mana dalam ilmu Nahwu, merupakan huruf `athaf(kata
penghubung) yang berarti: li al-Tartīb ma`a al-Ta`qīb(untuk menunjukkan
urutan sesuatu secara langsung tanpa jeda). Ini berarti, nikmat-nikmat yang
telah dianugerahkan pada manusia –yang dalam hal ini ditujukan pada suku
Qurays- harus lekas –tanpa menunda- segera disyukuri dengan cara mengabdi atau
beribadah hanya kepada-Nya. Baik ibadah secara khusus(ibadah mahdhah
seperti shalat, puasa, zakat, dan haji), maupun umum(dalam kitab al-`Ubudiyah,
Syaikhul Islam Ibnu Taimiah menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan ibadah
secara umum ialah: segala perkataan dan perbuatan yang dicintai dan diridhai
Allah, baik yang lahir maupun batin).
Di sini
Allah menggunakan nama Rabb yang berarti Maha Memiliki, Maha Mengayomi,
Mendidik, Mengasuh, Memelihara, Menyantuni, Mengurusi dan Maha Penjamin Nikmat.
Seakan ada makna tersirat bahwa: “dengan beribadah(tunduk patuh) hanya
kepada-Nya, kita tidak perlu khawatir, karena Allah akan menjaga, mengayomi,
mendidik, mengurusi, serta menjamin nikmat manusia”. Kita tentu ingat
peristiwa-peristiwa yang dialami umat terdahulu seperti kaum Saba`, selama
mereka beribadah dan beriman kepada-Nya, maka mereka mendapat ketentraman dan
kenyamanan, namun ketika mereka kufur nikmat nikmat itu pun dicabut. Dengan
demikian, orang beribadah semestinya tidak perlu khawatir, bahwa Allah akan
menjaminnya, tentu saja setelah melakukan ikhtiar dengan sebaik-baiknya.
Demikianlah suku Quraisy –demikian
manusia secara umum- diingatkan agar beribadah kepada Allah sebaga Rabb
dari Baitullah Ka`bah, yang menjadi pusat peribadatan umat Islam.
Pada ayat terakhir, ada dua nikmat mendasar yang
diberikan Allah kepada manusia, yang mana ketika itu dimiliki oleh bangsa
apapun, maka pasti akan menjadi bangsa tentram dan bahagia. Allah berfirman: “Yang
telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan
mereka dari ketakutan”. Ternyata, kedua nikmat ini sudah diminta Nabi
Ibrahim jauh-jauh hari untuk anak keturunannya(lihat: Al-Baqarah: 126). Di sini
ada dua nikmat asasi yang diberikan Allah, yaitu: nikmat memenuhi kebutuhan makan
manusia ketika lapar (bisa jiga dibahasakan sebagai ‘nikmat kesejahteraan’),
dan nikmat (stabilitas) keamanan. Negara manapun dan bangsa mana pun yang bisa
mewujudkan dua hal ini, pasti akan menjadi terhormat dan bermartabat. Karena
keduanya merupakan nikmat asasi yang harus terpenuhi. Bagaimana mungkin akan
peduli terhadap urusan sosial, jika diri sendiri kelaparan; bagaimana mungkin
bisa saling membantu dan menebar kebaikan, jika kondisi tidak aman. Maka tidak
berlebihan jika kedua nikmat tersebut disinggung Allah sebagai nikmat
fundamental yang harus disyukuri oleh setiap manusia.
Mengenai
nikmat yang terkait dengan masalah ini, Nabi Muhammad shallallahu `alaihi
wasallam pernah bersabda:
مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا فِي سِرْبِهِ مُعَافًى فِي
جَسَدِهِ عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا
Artinya: Barangsiapa di
antara kalian mendapatkan rasa aman di rumahnya(pada diri, keluarga, dan
masyarakatnya), diberikan kesehatan badan, dan memiliki makanan pokok dapa hari
itu di rumahnya, maka seakan-akan dunia telah terkumpul pada dirinya(Hr.
Tirmidzi, Ibnu Majah, Thabrani dan Baihaqi). Betapa bahagianya setiap bangsa
yang mendapatkan rasa aman(baik diri keluarga, masyarakat hingga bangsa) dan
tentram(kebutuhan pokok terpenuhi bahkan sejahtera). Masalahnya kemudian ialah,
bagaimana agar kesejahteraan dan keamanan terwujud dan terpelihara?. Pertama,
nikmat yang ada –sekecil apa pun itu- harus lekas disyukuri. Kedua,
hanya beribadah kepada Allah ta`ala dalam artian tunduk dan patuh
terhadap perintah dan larangannya atau hidup di atas manhaj-Nya. Ketiga,
tidak memisah-misahkan antara urusan dunia dan akhirat. Karena sejatinya dunia
adalah mazra`tu al-Akhirah(ladang akhirat). Orang-orang yang memisahkan
antaran urusan dunia dan akhirat, sama saja dengan orang-orang sekular(yang
memisahkan urusan agama dan negara).
Pada surat Qurays, keamanan dan kesejahteraan (yang terlihat sebagai
masalah keduniaan) berbanding lurus dengan kualitas ibadah seseorang kepada
Allah ta`ala.
v Pelajaran :
1.
Pentingnya mengambil hikmah dari sejarah untuk dijadikan
pelajaran penting dalam kehidupan masa kini dan masa depan
2.
Penjelasan tentang fenomena rahmat, kebijaksanaan Allah
yang Maha Pemurah lagi Bijaksana
3.
Menjelaskan keutamaan Allah yang dianugerahkan kepada
Kabilah Qurays yang harus disyukuri. Maka ketika mereka tidak menyukurinya,
maka Allah menimpakan pada mereka ketakutan dan kelaparan. Umat lain pun akan
mengalami nasib yang sama jika melakukan perbuatan yang sama
4.
Wajibnya ibadah (hanya) pada Allah dan meninggalkan
ibadah selain-Nya
5.
Wajib syukur atas segala nikmat-nikmat yang telah Allah
anugerahkan pada kita dengan selalu memuja, berterimakasih dan menggunakannya
sesuai dengaan keridhaan-Nya
6.
Nikmat berupa memberi makan ketika lapar dan rasa aman
dari rasa takut merupakan dua unsur penting dan mendasar bagi berjalannnya roda
negara. Negara yang mampu memberi rasa aman dan menjamin rakyatnya tidak
kelaparan, maka tak ayal lagi akan menjadi negara beradab, terhormat dan
bermartabat.
7.
Cara mewujudkan nikmat aman dan sejahtera adalah dengan
meangplikasian secara serius rasa syukur(hati, lisan, dan perbuatan) kepada
Allah, serta ikhlas beribadah hanya kepada-Nya
8.
Ibadah dan kesyukuran bertalian erat dengan nikmat dunia
yang diberikan Allah
9.
Allah Maha Pengayom, Pengasuh, Pendidik, dan Penjamin
nikmat. Maka sebagai Muslim, kita tidak perlu khawatir. Asalkan mau berusaha
kemudian bertawakkal kepada-Nya, Allah akan menganugerahkan nikmat-Nya.
10.
Bila ibadah, rasa syukur dilaksanakan secara kolektif,
maka akan menjadi bangsa yang aman dan sejahtera
Wallahu
a`lam bi al-Ṣawāb.
v Referensi :
1.
Lubābu al-Nuqūl fī Asbābi al-Nuzūl, karya: Imam al-Suyuthi
2.
Tafsīr al-Qur`ān al-`Adzīm, karya: Abu Fidā Ibnu Katsir
3.
Aisaru al-Tafāsīr li Kalāmi al-`Aliyyi al-Kabīr, karya: Abu bakar Jabir al-Jazairi
4.
Tafsīr Juz `Amma, karya: Syaikh Mutawalli al-Sya`rawi
5.
Taisīr al-Karīm al-Rahmān fī Tafsīri Kalāmi al-Mannān, karya: Abdurrahman al-Sa`adi
6.
Al-Itqān fī `ulūmi al-Qur`ān, karya: Jalāluddin al-Suyuthi
7.
Al-Burhān fī `Ulūmi al-Qur`ān, karya: Badruddin al-Zarkasyi
8.
Al-`Ubūdiyyah, karya: Syaikhul Islam Taqiyuddin Ibnu Taimiah
9.
Lisānu al-`Arabi, karya: Ibnu Mandzūr
10.
Jami` Tirmidzi, Sunan Ibnu Majah, Mu`jam Thabrani, dan Syu`abu al-Īmān Baihaqi.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !