Mbah Kah(nama aslinya
Muslikah) -di waktu dhuha menjelang siang-, menemukan seekor burung emprit yang
jatuh dari pohon jambu air. Kemudian, setelah ia tangkap burung tersebut, akhirnya
ia berikan seekor burung emprit muda itu kepada Syauqi(keponakanku). Yang
namanya anak kecil, senangnya bukan main ketika mendapat seekor burung. Mungkin
di benaknya yang masih kecil, burung adalah seperti mainan lainnya. Pendek
cerita, dirawatlah burung malang (yang terpisah dari kedua orang tuanya)
tersebut di dalam kurungan oleh ibu Syauqi. Di luar dugaan, burung emprit itu
sama sekali tidak mau makan. Ia hanya meronta(berkicau ria). Seakan
memanggil-manggil orang tuanya.
Melihat kejadian itu,
ba`da shalat Ashar, aku berinisiatif untuk mengembalikan anak emprit itu ke
sarangnya. Aku ambil kayu bambu yang berada di bawah pohon jambu air, kemudian
burung tersebut aku letakkan di atasnya, lantas aku naikkan ke pohon jambu air.
Strategiku lumayan berhasal. Tak lama setelah itu, orang tuanya menghampiri.
Uniknya sempat terhadi berkali-kali obrolan di antara mereka. Aku pikir orang
tuanya akan mengangkatnya dengan kedua paruhnya, namun ternyata –di luar
dugaan- keduanya hanya mondar-mandir dari arah anak burung emprit ke arah
sarang. Seolah-olah sedang mengajari anaknya untuk terbang ke sarang.
Dugaanku ternyata benar.
Akhirnya burung emprit muda mulai terbang, meski terbangnya salah arah. Ia
terbang menuju atap rumah di samping pohon jambu air. Burung emprit dewasa
mulai satu persatu mengajarinya untuk pergi ke sarang, dengan memperagakan
terbang bolak-balik dari atap hingga sarangnya. Ada sekitar dua kali burung
emprit muda berusaha terbang, namun lagi-lagi tidak tepat sasaran. Dengan
sabar, orang tuanya terus mengajarinya. Sesekali juga menyuapinya makan. Begitu
berulang kali yang ia lakukan. Sampai burung emprit kecil dan orang tuanya
luput dari pengamatanku.
Subhanallah, melihat
semangat mereka yang tidak pernah menyerah, memberikan pembelajaran yang
berharga bagi setiap manusia, utamanya dalam skala keluarga. Paling tidak ada
beberapa pelajaran penting. Pertama, kasih sayang yang tak pernah kering.
Coba perhatikan, hewan saja ketika kehilangan anak begitu merasa kehilangan dan
merasa risau. Lalu, bagaimana dengan sebagian manusia yang tega menggugurkan,
menyampakkan, menyia-nyiakan anak-anaknya? Tidak akan mungkin lahir kepedulian,
jika tidak terbit dari hati orang tua kekuatn kasih dan sayang.
Kedua, yang namanya
orang tua, harus mempunyai jiwa pendidik. Lihat, bagaimana kedua orang tua
burung emprit muda tadi, tidak memanjakannya dengan cara langsung mengangkatnya
dengan paruh ke sarang. Mereka ajari anaknya dengan telaten dan sabar, dengan
cara melakukan praktik terbang agar ditiru anaknya. Luar biasa. Kesabaran itu
membuat anaknya termotivasi untuk terbang, walau di perjalanan sering salah
arah. Ketiga, memperhatikan kebutuhan pokoknya. Di sela-sela melatih dan
mendidik anaknya, ia juga tidak sekadar mendidik, tapi memenuhi kebutuhan
pokoknya. Ia suapi anaknya dengan paruhnya. Anaknya pun merasa aman dan nyaman
dengan kondisi demikian.
Keempat, tidak
putus asa walaupun dirundung duka. Bayangkan! Siapa yang tidak susah jika
kehilangan anak yang sudah dirawat sejak kecil. Apalagi, ketika sudah menjadi
remaja. Namun demikian, masalah-masalah yang dihadapi tidak membuat burung
emprit berhati sempit, sehingga menyerah pada masalah. Asa pun menjadi
terputus. Tidak. Sekali lagi tidak. Mereka adalah tipikal keluarga burung yang
tidak pernah putus asa. Bagamana dengan manusia, yang lebih sering cemen,
melempem, ketika diterpa masalah demi masalah. Bukankah setiap masalah
ada jalan keluarnya? Bukankah Allah berfirman: bersama kesulitan pasti ada
kemudahan. Dari sekawanan burung emprit itu, manusia bisa belajar tentang
arti penting semangat agar tidak putus asa di hadapan berbagai halangan dan
rintangan.
Kelima, etos kerja
dan tasbih tak pernah berhenti. Lihat burung emprit(sebagai contoh kecil,
kerena terkait dengan judul tulisan di atas), ia selalu bekerja. Pernakah anda
melihat burung emprit malas-malasan di sarangnya? Berleha-leha, nyantai,
menunggu rizki turun dari langit? Tidak. Maka, sangat tepat sabda Nabi
Muhammad: “Sekiranya kalian benar-benar bertawakkal kepada Allah, maka
kalian akan dianugerahi rizki layaknya burung. Pagi-pagi mereka pergi dalam
kondisi perut kosong, sedang ketika kembali pada siang hari mereka dalam
kondisi perut berisi”(Hr. Turmudzi). Sebuah pembelajaran luar biasa
mengenai etos kerja, yang dibingkai tawakkal. Yang perlu diingat –sebagaimana makhluk-makhluk
lainnya, selain manusia iblis dan setan- burung juga rajin bertasbih kepada
Allah dengan bahasa yang mereka pahami(Lihat: Qs. An-Nur, 41).
Keenam, pentingnya
kerja sama dan sinergi dalam keluarga. Keluarga sebagai institusi terkecil,
adalah sebuah tim yang harus kompak. Sebagaimana burung emprit tadi, coba
bayangkan jika masing-masing egois. Mungkinkah, emprit muda akan tertolong.
Hanya dibekali insting oleh Allah, mereka mampu menggunakannya dengan baik.
Kita juga perlu ingat, bukankah Qobil belajar dari burung gagak ketika mau
mengubur jasad saudaranya, Habil(lihat: Al-Maidah, 31). Dari keluarga mini
burung emprit –yang telah diceritakan tadi-, kita bisa melihat pentingnya kerja
sama dan sinergi dalam keluarga. Pentingnya membentuk team work building.
Hewan saja seperti utu, apa lagi manusia, yang sudah dibekali dengan akal dan
hati plus kitab suci.
Dari kisah itu, semestinya kasih sayang kita
sebagai manusia bangkit. Kita tentu tau bahwa Rasulullah, sangat sayang pada
hewan. Sebagai contoh kecil, ialah riwayat berikut: Abu Daud meriwayatkan dari Abdullah dan dari bapaknya, ia
berkata: Kami bersama Rasulullah dalam sebuah perjalanan, berangkat untuk suatu
keperluan, kemudian kami melihat seekor ayam bersama dua ekor anaknya, lalu
kami mengambil kedua anaknya itu. Kemudian datanglah ayam betina itu (induknya)
sambil mengepak-ngepakkan sayapnya. Lalu datanglah Nabi dan berkata,
"Siapa yang menyakiti ayam ini dengan anaknya? Kembalikan anak-anaknya
kepadanya. " Kemudian kami melihat sekelompok semut yang sangat banyak,
maka kami membakarnya. Rasulullah Shallallahu `alaihi wasallam pun
bertanya, "Siapa yang membakar ini?" Kami menjawab, "Kami."
Beliau kemudian bersabda, "Sesungguhnya tidak boleh menyiksa dengan api
kecuali Tuhan (pencipta) api."
Di samping itu, kita juga bisa belajar dari mereka
beberapa poin penting –sebagaimana dijelaskan tadi: Pertama, kasih
sayang orang tua pada anaknya tak pernah kering. Kedua, mempunyai jiwa
pendidik, bukan memanjakan anak. Ketiga, kewajiban orang tua terhadap
anaknya, di antaranya memenuhi kebutuhan pokoknya. Keempat, tidak
mengenal putus asa di hadapan badai cobaan yang menerpa. Kelima, etos
kerja dan tasbih(kalau untuk manusia adalah ibadah) yang tak kenal henti. Keenam,
pentingnya kerja sama dan sinergi dalam keluarga. Itulah beberapa poin penting
yang bisa dimaknai pada sore hari ini. Sebenarnya masih banyak yang bisa
diambil pelajarannya. Burung adalah salah satu dari sekian banyak ayat-ayat
Allah dalam alam. Lalu, bisakah kita mengkaji dan mengajinya, agar kualitas
kita semakin baik dalam berislam? Wallahu a`lam.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !