Home » » Spirit Burung Emprit

Spirit Burung Emprit

Written By Amoe Hirata on Senin, 04 Mei 2015 | 20.25

            Mbah Kah(nama aslinya Muslikah) -di waktu dhuha menjelang siang-, menemukan seekor burung emprit yang jatuh dari pohon jambu air. Kemudian, setelah ia tangkap burung tersebut, akhirnya ia berikan seekor burung emprit muda itu kepada Syauqi(keponakanku). Yang namanya anak kecil, senangnya bukan main ketika mendapat seekor burung. Mungkin di benaknya yang masih kecil, burung adalah seperti mainan lainnya. Pendek cerita, dirawatlah burung malang (yang terpisah dari kedua orang tuanya) tersebut di dalam kurungan oleh ibu Syauqi. Di luar dugaan, burung emprit itu sama sekali tidak mau makan. Ia hanya meronta(berkicau ria). Seakan memanggil-manggil orang tuanya.
            Melihat kejadian itu, ba`da shalat Ashar, aku berinisiatif untuk mengembalikan anak emprit itu ke sarangnya. Aku ambil kayu bambu yang berada di bawah pohon jambu air, kemudian burung tersebut aku letakkan di atasnya, lantas aku naikkan ke pohon jambu air. Strategiku lumayan berhasal. Tak lama setelah itu, orang tuanya menghampiri. Uniknya sempat terhadi berkali-kali obrolan di antara mereka. Aku pikir orang tuanya akan mengangkatnya dengan kedua paruhnya, namun ternyata –di luar dugaan- keduanya hanya mondar-mandir dari arah anak burung emprit ke arah sarang. Seolah-olah sedang mengajari anaknya untuk terbang ke sarang.
            Dugaanku ternyata benar. Akhirnya burung emprit muda mulai terbang, meski terbangnya salah arah. Ia terbang menuju atap rumah di samping pohon jambu air. Burung emprit dewasa mulai satu persatu mengajarinya untuk pergi ke sarang, dengan memperagakan terbang bolak-balik dari atap hingga sarangnya. Ada sekitar dua kali burung emprit muda berusaha terbang, namun lagi-lagi tidak tepat sasaran. Dengan sabar, orang tuanya terus mengajarinya. Sesekali juga menyuapinya makan. Begitu berulang kali yang ia lakukan. Sampai burung emprit kecil dan orang tuanya luput dari pengamatanku.
            Subhanallah, melihat semangat mereka yang tidak pernah menyerah, memberikan pembelajaran yang berharga bagi setiap manusia, utamanya dalam skala keluarga. Paling tidak ada beberapa pelajaran penting. Pertama, kasih sayang yang tak pernah kering. Coba perhatikan, hewan saja ketika kehilangan anak begitu merasa kehilangan dan merasa risau. Lalu, bagaimana dengan sebagian manusia yang tega menggugurkan, menyampakkan, menyia-nyiakan anak-anaknya? Tidak akan mungkin lahir kepedulian, jika tidak terbit dari hati orang tua kekuatn kasih dan sayang.
            Kedua, yang namanya orang tua, harus mempunyai jiwa pendidik. Lihat, bagaimana kedua orang tua burung emprit muda tadi, tidak memanjakannya dengan cara langsung mengangkatnya dengan paruh ke sarang. Mereka ajari anaknya dengan telaten dan sabar, dengan cara melakukan praktik terbang agar ditiru anaknya. Luar biasa. Kesabaran itu membuat anaknya termotivasi untuk terbang, walau di perjalanan sering salah arah. Ketiga, memperhatikan kebutuhan pokoknya. Di sela-sela melatih dan mendidik anaknya, ia juga tidak sekadar mendidik, tapi memenuhi kebutuhan pokoknya. Ia suapi anaknya dengan paruhnya. Anaknya pun merasa aman dan nyaman dengan kondisi demikian.
            Keempat, tidak putus asa walaupun dirundung duka. Bayangkan! Siapa yang tidak susah jika kehilangan anak yang sudah dirawat sejak kecil. Apalagi, ketika sudah menjadi remaja. Namun demikian, masalah-masalah yang dihadapi tidak membuat burung emprit berhati sempit, sehingga menyerah pada masalah. Asa pun menjadi terputus. Tidak. Sekali lagi tidak. Mereka adalah tipikal keluarga burung yang tidak pernah putus asa. Bagamana dengan manusia, yang lebih sering cemen, melempem, ketika diterpa masalah demi masalah. Bukankah setiap masalah ada jalan keluarnya? Bukankah Allah berfirman: bersama kesulitan pasti ada kemudahan. Dari sekawanan burung emprit itu, manusia bisa belajar tentang arti penting semangat agar tidak putus asa di hadapan berbagai halangan dan rintangan.
            Kelima, etos kerja dan tasbih tak pernah berhenti. Lihat burung emprit(sebagai contoh kecil, kerena terkait dengan judul tulisan di atas), ia selalu bekerja. Pernakah anda melihat burung emprit malas-malasan di sarangnya? Berleha-leha, nyantai, menunggu rizki turun dari langit? Tidak. Maka, sangat tepat sabda Nabi Muhammad: “Sekiranya kalian benar-benar bertawakkal kepada Allah, maka kalian akan dianugerahi rizki layaknya burung. Pagi-pagi mereka pergi dalam kondisi perut kosong, sedang ketika kembali pada siang hari mereka dalam kondisi perut berisi”(Hr. Turmudzi). Sebuah pembelajaran luar biasa mengenai etos kerja, yang dibingkai tawakkal. Yang perlu diingat –sebagaimana makhluk-makhluk lainnya, selain manusia iblis dan setan- burung juga rajin bertasbih kepada Allah dengan bahasa yang mereka pahami(Lihat: Qs. An-Nur, 41).
            Keenam, pentingnya kerja sama dan sinergi dalam keluarga. Keluarga sebagai institusi terkecil, adalah sebuah tim yang harus kompak. Sebagaimana burung emprit tadi, coba bayangkan jika masing-masing egois. Mungkinkah, emprit muda akan tertolong. Hanya dibekali insting oleh Allah, mereka mampu menggunakannya dengan baik. Kita juga perlu ingat, bukankah Qobil belajar dari burung gagak ketika mau mengubur jasad saudaranya, Habil(lihat: Al-Maidah, 31). Dari keluarga mini burung emprit –yang telah diceritakan tadi-, kita bisa melihat pentingnya kerja sama dan sinergi dalam keluarga. Pentingnya membentuk team work building. Hewan saja seperti utu, apa lagi manusia, yang sudah dibekali dengan akal dan hati plus kitab suci.
Dari kisah itu, semestinya kasih sayang kita sebagai manusia bangkit. Kita tentu tau bahwa Rasulullah, sangat sayang pada hewan. Sebagai contoh kecil, ialah riwayat berikut: Abu Daud meriwayatkan dari Abdullah dan dari bapaknya, ia berkata: Kami bersama Rasulullah dalam sebuah perjalanan, berangkat untuk suatu keperluan, kemudian kami melihat seekor ayam bersama dua ekor anaknya, lalu kami mengambil kedua anaknya itu. Kemudian datanglah ayam betina itu (induknya) sambil mengepak-ngepakkan sayapnya. Lalu datanglah Nabi dan berkata, "Siapa yang menyakiti ayam ini dengan anaknya? Kembalikan anak-anaknya kepadanya. " Kemudian kami melihat sekelompok semut yang sangat banyak, maka kami membakarnya. Rasulullah Shallallahu `alaihi wasallam pun bertanya, "Siapa yang membakar ini?" Kami menjawab, "Kami." Beliau kemudian bersabda, "Sesungguhnya tidak boleh menyiksa dengan api kecuali Tuhan (pencipta) api."
Di samping itu, kita juga bisa belajar dari mereka beberapa poin penting –sebagaimana dijelaskan tadi: Pertama, kasih sayang orang tua pada anaknya tak pernah kering. Kedua, mempunyai jiwa pendidik, bukan memanjakan anak. Ketiga, kewajiban orang tua terhadap anaknya, di antaranya memenuhi kebutuhan pokoknya. Keempat, tidak mengenal putus asa di hadapan badai cobaan yang menerpa. Kelima, etos kerja dan tasbih(kalau untuk manusia adalah ibadah) yang tak kenal henti. Keenam, pentingnya kerja sama dan sinergi dalam keluarga. Itulah beberapa poin penting yang bisa dimaknai pada sore hari ini. Sebenarnya masih banyak yang bisa diambil pelajarannya. Burung adalah salah satu dari sekian banyak ayat-ayat Allah dalam alam. Lalu, bisakah kita mengkaji dan mengajinya, agar kualitas kita semakin baik dalam berislam? Wallahu a`lam.
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan