Home » » Atas Nama Nabi Muhammad

Atas Nama Nabi Muhammad

Written By Amoe Hirata on Rabu, 06 Mei 2015 | 16.20

            ATAS NAMA NABI MUHAMMAD, satu golongan berpandangan: “Dakwah harus diperjuangkan dengan jihad qitāl. Di antara argumentasinya: Pertama, ketika dakwah masih di Makkah, kondisi kaum Muslimin belum kuat lantaran belum ada perintah jihad. Lihat ketika Islam berada di Madinah. Ketika itu jihad mulai diizinkan, sehingga para musuh mulai patah arang. Kedua, selama di Madinah, hitung saja, berapa kali Rasulullah berjihad dalam arti perang melawan orang kafir? Perang yang dipimpin langsung saja ada sekitar dua puluh delapan kali. Apa lagi perang melalui delegasi sahabat, lebih dari tiga puluh kali. Al-Qur`an dan Hadits pun mengaffirmasi, bahwa ketika Islam kuat dalam ranah militer, maka musuh akan gentar. Para ṭāghu pun akan buyar.
            ATAS NAMA NABI MUHAMMAD, golongan lain berpandangan: “Dakwah harus diperjuangkan dengan hikmah dan cinta. Bukankah Allah telah berfirman: “dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”(Qs. Al-Anbiya: 107). Bagaimana mungkin dakwah ditanggalkan dari rahmat? Bukankah akhir dari cara-cara kekerasan hanya berujung kebencian? Coba baca sirah beliau. Ketika dakwahnya dicampakkan oleh penduduk Tha`if. Ia dilempari batu. Zaid bin Haritsa pun menangis tersedu, lantaran tak tega melihat orang tercintanya diganggu. Bahkan dua malaikat pun diutus Allah untuk memberi tawaran: membalikkan gunung ke penduduk Thaif yang durjana. Apa kata Nabi? Nabi pun menolak seraya berkata: “Ya Allah. Anugerahkanlah petunjuk pada kaumku. Sesungguhnya mereka tidak tahu”.
            ATAS NAMA NABI MUHAMMAD, sebagian golongan mengemukakan: “Dakwah harus diperjuangkan melalui politik, negara, khilāfah. Hitung-hitungan matematis historisnya seperti ini: Pertama, coba perhatikan ketika Nabi belum mendirikan negara. Di Makkah mereka menjadi minoritas. Para sahabat tertindas. Bahkan yang dakwah terang-terangan menjadi babak blundas. Kedua, bandingkan ketika negara berdiri di Madinah. Kekuatan Islam menyatu. Mobilisasi kekuatan menjadi efektif dan efisien. Jumlah orang yang masuk Islam sungguh luar biasa. Waktu di Makkah tidak sampai angka lima ratus orang. Bandingkan ketika haji wada`, menuurut salah satu riwayat jumlahnya mencapai seratus dua puluh lima ribu. Begitu dahsyat perubahan yang bisa dilakukan dalam sekala negara. Ketika Islam memeiliki negara secara independen, orang-orang di luarnya mulai segan, tidak berani macam-macam”.
            ATAS NAMA NABI MUHAMMAD, golongan tertentu meyakini: “Inti gerakan dan sepak terjang Nabi Muhammad adalah mendakwahkan Islam. Kegiatan apapun seperti: politik, sosial, ekonomi, militer, pendidikan dan lain sebagainya adalah sarana untuk mendakwahkan Islam. Apakah Nabi Muhammad menunggu ada negara atau kekhilafaan terlebih dahulu untuk berdakwah? Nyatanya, sebelum ada negara, beliau tetap bahu-membahu menegakkan panji Islam, walau banyak musuh yang geram; walau banyak aral merintang. Misi dan visi kenabian sudah dijelaskan sedemikian gamblang baik dalam al-Qur`an maupun hadits. Tugas beliau adalah sebagai: basyīran(pemberi warta gembira) dan nadzīran (pemberi peringatan dan ancaman agar terhindar dari murka-Nya). Keduanya masuk dalam ranah dakwah menuju Allah.
            ATAS NAMA NABI MUHAMMAD, ada yang lebih ekstrim membuat statemen: “Dakwah Nabi adalah dakwah kaum kapitalis. Buktinya, sejak muda ia sudah berprofesi sebagai pedagang. Bahkan istri pertamanya adalah saudagar kaya. Dakwah-dakwahnya pun melibatkan kekuatan finansial. Mana mungkin dakwah bisa berjalan lancar tanpa kapitalisasi harta. Ada juga yang melihat bahwa dakwah Nabi adalah dakwah sosialis. Gerakannya di Makkah, adalah gerakan yang memobilisir kekuatan kaum proletar untuk menumbangkan kaum kapitalis Qurays yang menguasai Makkah dan sekitarnya. Yang lain pun tak mau kalah. Dakwah Nabi Muhammad dianggap sebagai dakwah kaum shufi. Karena zuhud menjadi pilihan Nabi. Ia mampu kaya, tapi memilih hidup miskin. Mampu makan kenyang, tapi memilih lapar. Banyak sekali ahlu shuffah (orang-orang tak punya yang tinggal di serambi masjid yang mempunya waktu lapang bermulazamah) yang dibina beliau.
            Begitulah yang terjadi. Banyak sekali yang mengatasnamakan Nabi Muhammad. Kebenaran menjadi terpotong-potong. Bagaikan sepuluh orang buta yang disuruh mendeskripsikan gajah. Ada yang memegang ekor. Ada yang menyentuh belalai. Ada yang memegang kaki. Ada yang memegang perut. Ada yang memegang kuping dan lain sebagainya. Mereka merasa paling benar dengan keterbatasan pengetahuan yang mereka miliki. Padahal sejatinya masing-masing punya kebenaran pada porsinya. Yang benar sejati ialah ketika semua informasi itu dikumpulkan. Ini bukan masalah relativisme, tapi kesadaran pribadi untuk berendah hati, bahwa apa yang kita ketahui ternyata masih jauh dari kebenaran sejati. Untuk golongan-golongan yang mengatasnamakan Nabi Muhammad, perlu kiranya membaca, menelaah, meneliti kembali sirah nabi. Mempelajarinya secara komprehensif, bukan parsial. Yang perlu kita lakukan sekarang ialah kerendahan hati untuk terus belajar kebenaran yang dibawa Nabi Muhammad, bukan menjadi hakim bahwa golongan lain sesat. Selama akidah masih sama, hal-hal ushul (pokok) masi terjaga, maka mari berlomba-lomba untuk menapaktilasi jejak Nabi Muhammad.
            Akhirnya, mari kita simak bersama firman Allah: “Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan Dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. kamu Lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, Yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya Maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah Dia dan tegak Lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar.” (Al-Fath: 29).

Allahumma shalli `ala Muhammad, wa `ala āli Muhammad, kama allaita `ala Ibrahim, wa `ala āli Ibrahi. Wabārik `ala Muhammad, wa `ala āli Muhammad, kama bārakta `ala Ibrāhim, wa `ala āli Ibrahim, fil `ālamīna innaka hamīdun majīdun.
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan