“Mak sampean ga
suker(jijik) tah, masak kucing kecil-kecil ga terawat, kotor, bau dan berak di
mana-mana, kok tetep saja diramut(pelihara), dibuang aja kenapa?” Tanya Rakunti
kepada Ibunya. “Ndok!itu kerjaan mbakmu yang bisu, kamu tahu kan kebiasaan dia
sangat sayang dan peka sama nasib hewan-hewan yang susah, mak sih diam-diam
saja, mak juga sudah ngingatin, nanti kalau komentar malah marah-marah dia”
Jawab Ibu Rakunti.
Dari penggalan
pembicaraan antara Rakunti, ibunya diatas ada beberapa hal yang penting
ditulis. Rakunti pada pembicaraan diatas hanya bisa memaki, menyalahkan dan
membicarakan masalah perihal kucing-kucing kecil kotor, bau yang dirawat oleh
mbaknya karena terlantar. Rakunti hanya bisa ngomel. Mungkin tidak ada
dalam kamus otaknya atau dalam hatinya keinginan, kepekaan untuk mencari
pemecahan masalah, yang ada hanya kecaman-dan kecaman. Ia lebih mampu menjadi
pembicara masalah daripada pemecah masalah.
Ibu Rakunti lebih
bersikap diam. Dia tidak reaktif, hanya menjelaskan bahwa Ia sudah menasehati
mbaknya, tapi kalau ditentang, mbaknya nanti akan marah-marah. Entah ini bagian
dari kearifannya karena usianya yang demikian uzur, atau mungkin karena memang
sudah ga tau mau bilang apa lagi, yang jelas Ia tidak mau timbul masalah baru.
Namun ada satu kesamaan dari sikap Rakunti dan Ibunya, keduanya sama-sama tidak
berpikir untuk menyelesaikan masalah, hanya bedanya kalau Rakunti reaktif
sedangkan ibunya memilih diam saja.
Mbak Rakunti, yang
bernama Rakunta adalah seorang wanita bisu paruh baya. Meski bisu, banyak
sekali kelebihan-kelebihan yang dimiliki. Ia mandiri, pekerja keras, menjadi
penyokong ekonomi ibunya, pinter mijat, teguh pendirian, taat menjalankan
agama, dan yang paling khas ialah dia sangat sayang dengan binatang. Mungkin
dari sejak kecil hingga sekarang sudah berpuluh-puluh binatang yang telah ia
rawat. Ia pernah merawat anak kucing terlantar; anak kucing yang ditinggal mati
ibunya; ayam yang kakinya patah karena dimakan tikus; anak burung gereja yang
masih cendhel-cendhel(baru menetas) yang jatuh dari sarangnya dan lain
sebagainya.
Tak tanggung-tanggung,
kucing-kucing yang ia rawat sekarang, seakan-akan diperlakukan sebagai layaknya
anak sendiri. Ia tak segan-segan membelikan susu untuk kucing-kucing malang
itu. Tiap hari kucing-kucing itu secara rutin diberi makan meskipun dirinya
sendiri kadang-kadang makannya ga rutin karena kesibukan pekerjaanya sebagai
pembersih makam. Meski demikian diakui
memang kondisi kucing-kucing itu terlihat tidak terawat, tak indah dipandang.
Permasalahannya
sekarang ialah bagaimana kita bisa memberi solusi. Kita akui memang Rakunti
benar dalam satu sisi bahwa dengan adanya kucing, rumah ibunya jadi bau dan
kotor. Namun kita tidak boleh mengabaikan kebaikan, kasih sayang, belas kasihan
Rakunta pada kucing-kucing itu. Rakunta memiliki kepekaan simpatik, dia sangat
peduli dengan pri kehewanan. Meski secara teknis memiliki
keterbatasan-keterbatasan. Terlebih baik jika Ibu Rakunti memberi nasehat agar
dia mau turut serta berpartisipasi agar kucing-kucing itu dibersihkan, biar
terlihat terawat dan tidak menjijikkan.
Dari peristiwa itu
dapat kita memetik hikmah: Kita harus mengasah kembali kepedulian kita terhadap
sesama mahluk, kita bisa belajar pada Rakunta meski Ia bisu tapi punya
kelebihan peduli terhadap nasib kucing-kucing terlantar. Kita boleh kritis dan
membicarakan realita seperti Rakunti tapi jangan hanya berhenti pada taraf
omongan saja, kita harus bisa memcahkan masalah, turut serta membantunya,
bagaimanapun juga seharusnya Ia yang lebih sehat dan diberikan kondisi fisik
yang normal mestinya bisa lebih baik, dan bisa melengkapi kekurangan
saudarinya, Rakunta.
Mungkin ada yang
menganggap peristiwa ini sangat biasa. Cuman sekedar kucing dan Si Bisu. Tapi
pernakah kita memiliki kepeduliaan sebagaimana si bisu Rakunta? Bisakah kita telaten,
ulet sebagaimana Rakunta di tengah keterbatasan yang ia miliki? Rakunta tak
pernah pilah-pilih dalam menolong, ia tidak mengenal gengsi, selama itu
bernilai kebaikan, Ia akan tetap melakukannya. Lebih dari itu, telah disebutkan
bahwa Rakunta, meski bisu, Ia mandiri, ulet, pekerja keras, ahli mijat, taat
beragama, dan sebagai penyokong ekonomi ibunya. Alangkah baiknya kita banyak
mengevaluasi diri kita dan banyak-banyak belajar dari ratusan orang, bahkan
ribuan orang yang bernasib sama seperti Rakunta tapi tetap memiliki kearifan
dan keluhuran budi.
Rakunta memang
bisu. Namun keterbatasan yang dia miliki tak membuatnya surut untuk selalu
melakukan kebaikan. Meski cacat, ia telah lulus menjadi manusia seutuhnya,
manusia merdeka.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !