Home » » Rakunta & Rakunti

Rakunta & Rakunti

Written By Amoe Hirata on Jumat, 29 Mei 2015 | 23.43

            “Mak sampean ga suker(jijik) tah, masak kucing kecil-kecil ga terawat, kotor, bau dan berak di mana-mana, kok tetep saja diramut(pelihara), dibuang aja kenapa?” Tanya Rakunti kepada Ibunya. “Ndok!itu kerjaan mbakmu yang bisu, kamu tahu kan kebiasaan dia sangat sayang dan peka sama nasib hewan-hewan yang susah, mak sih diam-diam saja, mak juga sudah ngingatin, nanti kalau komentar malah marah-marah dia” Jawab Ibu Rakunti.
            Dari penggalan pembicaraan antara Rakunti, ibunya diatas ada beberapa hal yang penting ditulis. Rakunti pada pembicaraan diatas hanya bisa memaki, menyalahkan dan membicarakan masalah perihal kucing-kucing kecil kotor, bau yang dirawat oleh mbaknya karena terlantar. Rakunti hanya bisa ngomel. Mungkin tidak ada dalam kamus otaknya atau dalam hatinya keinginan, kepekaan untuk mencari pemecahan masalah, yang ada hanya kecaman-dan kecaman. Ia lebih mampu menjadi pembicara masalah daripada pemecah masalah.
            Ibu Rakunti lebih bersikap diam. Dia tidak reaktif, hanya menjelaskan bahwa Ia sudah menasehati mbaknya, tapi kalau ditentang, mbaknya nanti akan marah-marah. Entah ini bagian dari kearifannya karena usianya yang demikian uzur, atau mungkin karena memang sudah ga tau mau bilang apa lagi, yang jelas Ia tidak mau timbul masalah baru. Namun ada satu kesamaan dari sikap Rakunti dan Ibunya, keduanya sama-sama tidak berpikir untuk menyelesaikan masalah, hanya bedanya kalau Rakunti reaktif sedangkan ibunya memilih diam saja.
            Mbak Rakunti, yang bernama Rakunta adalah seorang wanita bisu paruh baya. Meski bisu, banyak sekali kelebihan-kelebihan yang dimiliki. Ia mandiri, pekerja keras, menjadi penyokong ekonomi ibunya, pinter mijat, teguh pendirian, taat menjalankan agama, dan yang paling khas ialah dia sangat sayang dengan binatang. Mungkin dari sejak kecil hingga sekarang sudah berpuluh-puluh binatang yang telah ia rawat. Ia pernah merawat anak kucing terlantar; anak kucing yang ditinggal mati ibunya; ayam yang kakinya patah karena dimakan tikus; anak burung gereja yang masih cendhel-cendhel(baru menetas) yang jatuh dari sarangnya dan lain sebagainya.
            Tak tanggung-tanggung, kucing-kucing yang ia rawat sekarang, seakan-akan diperlakukan sebagai layaknya anak sendiri. Ia tak segan-segan membelikan susu untuk kucing-kucing malang itu. Tiap hari kucing-kucing itu secara rutin diberi makan meskipun dirinya sendiri kadang-kadang makannya ga rutin karena kesibukan pekerjaanya sebagai pembersih makam.  Meski demikian diakui memang kondisi kucing-kucing itu terlihat tidak terawat, tak indah dipandang.
            Permasalahannya sekarang ialah bagaimana kita bisa memberi solusi. Kita akui memang Rakunti benar dalam satu sisi bahwa dengan adanya kucing, rumah ibunya jadi bau dan kotor. Namun kita tidak boleh mengabaikan kebaikan, kasih sayang, belas kasihan Rakunta pada kucing-kucing itu. Rakunta memiliki kepekaan simpatik, dia sangat peduli dengan pri kehewanan. Meski secara teknis memiliki keterbatasan-keterbatasan. Terlebih baik jika Ibu Rakunti memberi nasehat agar dia mau turut serta berpartisipasi agar kucing-kucing itu dibersihkan, biar terlihat terawat dan tidak menjijikkan.
            Dari peristiwa itu dapat kita memetik hikmah: Kita harus mengasah kembali kepedulian kita terhadap sesama mahluk, kita bisa belajar pada Rakunta meski Ia bisu tapi punya kelebihan peduli terhadap nasib kucing-kucing terlantar. Kita boleh kritis dan membicarakan realita seperti Rakunti tapi jangan hanya berhenti pada taraf omongan saja, kita harus bisa memcahkan masalah, turut serta membantunya, bagaimanapun juga seharusnya Ia yang lebih sehat dan diberikan kondisi fisik yang normal mestinya bisa lebih baik, dan bisa melengkapi kekurangan saudarinya, Rakunta.
            Mungkin ada yang menganggap peristiwa ini sangat biasa. Cuman sekedar kucing dan Si Bisu. Tapi pernakah kita memiliki kepeduliaan sebagaimana si bisu Rakunta? Bisakah kita telaten, ulet sebagaimana Rakunta di tengah keterbatasan yang ia miliki? Rakunta tak pernah pilah-pilih dalam menolong, ia tidak mengenal gengsi, selama itu bernilai kebaikan, Ia akan tetap melakukannya. Lebih dari itu, telah disebutkan bahwa Rakunta, meski bisu, Ia mandiri, ulet, pekerja keras, ahli mijat, taat beragama, dan sebagai penyokong ekonomi ibunya. Alangkah baiknya kita banyak mengevaluasi diri kita dan banyak-banyak belajar dari ratusan orang, bahkan ribuan orang yang bernasib sama seperti Rakunta tapi tetap memiliki kearifan dan keluhuran budi.

            Rakunta memang bisu. Namun keterbatasan yang dia miliki tak membuatnya surut untuk selalu melakukan kebaikan. Meski cacat, ia telah lulus menjadi manusia seutuhnya, manusia merdeka.
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan