Home » » Kebun "BINASIA" Surabaya

Kebun "BINASIA" Surabaya

Written By Amoe Hirata on Kamis, 28 Mei 2015 | 15.31

Pada hari Sabtu, 16 Mei 2015, Sarikhuluk beserta sahabat-sahabat mudanya pergi ke Kebun Binatang Surabaya. Mereka mau melakukan kegiatan yang  ora usum(tidak digemari orang pada umumnya), yaitu: mengkaji alam. “Hewan-hewan yang kalian lihat, sejatinya adalah cermin dari diri kalian sendiri.” Begitulah Sarikhuluk memulai kajiannya, menelisik hati sahabat-sahabatnya. Ia melanjutkan, “Lihatlah pada karcis yang diikat pada tangan kalian! Itu sebagai tanda awal bahwa kita seperti hewan yang terikat. Di sisi lain, kalau pemahaman kita lebih jero(dalam), maka sejatinya kita hidup dalam ikatan Allah, dalam hudūdullāh(batasan-batasan Allah) menurut istilah al-Qur`an. Lha kalau kita sudah terikat, maka jangan main-main dengan batas-batas yang ditetapkan Allah. Coba kamu tanpa ikatan karcis itu, bisa ga masuk kedalamnya? Pastinya kamu akan diusir petugas. Ibarat hewan-hewan yang terikat, terkurung, jangan khawatir, pada dasarnya bukan mereka yang akan kesusahan mencari makan, tapi pemiliknyalah yang akan menjamin kebutuhannya”.
Markoden pun mulai agak kebingunan: “Cak kenapa aku diajak kesini, padahal ini adalah Cuma kebun binatang biasa. Apanya yang menarik?”. “Lho, tadi kan aku sudah bilang, bahwa kita di sini mau bercermin. Betapa banyak perilaku manusia yang mirip seperti binatang, bahkan kalau menurut Surah al-A`raf: 179, lebih parah dari binatang. Lihat para bedes-bedes(monyet-monyet) itu! Apa bedanya dengan manusia? Mereka adalah makhluk yang paling mirip dengan manusia tingkah-laku dan rupanya. Bahkan secara khusus, bani Israil ada yang dikutuk menjadi monyet gara-gara ngakali perintah Tuhan pada hari Sabtu(Lihat: Qs. Al-Baqarah, 65) . Lha kalau sudah demikian, apa pantas ini disebut, ‘Kebun Binatang Surabaya’? Pantasnya menurutku, ialah: “Kebun Binasia(Singkatan: Binatangmanusia) Surabaya”. Orang-orang yang datang ke sini ga sadar kalau dia sedang mengunjungi diri sendiri. Hehehe” Seringai Sarikhuluk yang semakin membuat bingung Margono dkk.
Di saat melihat sekawanan para monyet, tiba-tiba Markoden didatangi laba-laba. Ia pun bertanya: “Ini tanda apa Cak? Apa kiranya yang perlu dikaji?”. Dengan senyuman khasnya, Sarikuluk menjawab: “Ini sangat mirip dengan kondisimu saat ini Mar. Buka Qur`an Surah Al-Ankabut: 41! Sebuah gambaran jelas mengenai orang yang menjadikan selain Allah sebagai wali, atau pelindung. Lha kamu jelas-jelas sudah taubat, dan rajin mengaji, tapi ternyata masih bercengkrama dengan jimat dan jin. Ya gambaranmu ini persis seperti laba-laba yang membikin rumah. Padahal, selemah-lemahnya rumah adalah rumah laba-laba.”. Setelah melihat beberapa hewan dan mengkaji dunia hewan, Sarikhuluk dan para sahabat akhirnya memutuskan untuk pergi ke menara. Ia pun berkata: “Kalau kalian berada di atas menara, kalian akan bisa melihat dengan bebas orang di bawah kalian. Sudah tidak mengenal arah. Kalau kalian menjadi orang tinggi(terhormat) ibarat pohon, semakin tinggi semakin besar terpaan anginnya. Tapi kalau kalian berbuat dosa, semakin ke atas, maka semakin sakit jatuhnya.”.
“Di atas menara itu, Sarikhuluk mencoba memberikan pencerahan tentang hakikat manusia. Manusia sekarang sudah mulai luntur hakikatnya. Banyak yang berbadan manusia, tapi berwatak hewan. Menjadi pemangsa bagi yang lain, rakus, sombong, semaunya sendiri, menuhankan hawa nafsu, tidak memiliki tujuan hidup, tenggelam dalam hedonisme akut, mendewakan dunia dan lain sebagainya. “Untungnya, hewan adalah makhluk yang tidak memiliki kemungkinan kecuali, taat(baca: Al-Isra, 44). Karena mereka selalu bertasbih pada-Nya. Kalau Allah memberi tamsil manusia dengan mereka, sejatinya mereka bukan mankluk yang hina, karena mereka diciptakan untuk tugas seperti itu. Mereka hanya dijadikan sebagai cermin, terhadap kebuasan manusia. Manusialah sebenarnya yang buruk ketika, akalnya dikalahkan oleh nafsu. Kalau akal –sebagai ciri khas manusia- sudah tanggal, maka yang tersisa adalah manusia dangkal. Lebih dangkal dari hewan” sambung Sarikhuluk. Pada pertemuan itu juga disinggung angka tujuh yang fenomenal. Al-Fatihah, berjumlah tujuh ayat, yang ikut diskusi berjumlah tujuh, yang mendapat naungan di akhirat berjumlah tujuh, bahkan surah al-A`raf pun adalah surah ke tujuh, yang berarti benteng tinggi. Ketujuh orang itu pun sedang berada di atas menara. Sebuah keanehan yang tidak bisa dijelaskan oleh orang-orang sekolahan. Sebuah kebetulan yang berulang-ulang.
Tanpa dinyana, Markoden kembali didatangi laba-laba. “Aduh apes benar nasibku” celetuk Markoden dalam hatinya. Margono pun sempat ternganga ketika semua yang ingin ia sampaikan pada Sarikhuluk ternyata disampaikan terlebih dahulu oleh Sarikhuluk. Ia mendapat pelajaran berharga mengenai sujud dan syukur. Selama ini, manusia sukanya hanya menuntut dan menuntut tapi, ternyata kewajibannya bersyukur pada Tuhan sering kali ditinggal bahkan sampai parah, akut. Lain halnya dengan Iblis, makhluk antagonis yang ‘bertugas’ menyesatkan manusia, ternyata sebenarnya adalah ‘pakar sujud’ pada Allah. Ia tidak akan, bangkit dari sujud sebelum permintaannya dikabulkan. “Gon, selama ini kamu kuat sujud berapa lama?” Tanya Sarikhuluk pada Margono. “Ya, paling tidak sampai dua menit” jawabnya. “Lha gimana kamu akan dikabulkan permintaannya, kalau kamu sendiri sama Allah saja tidak krasan. Bukankah nabo pernah bilang, ‘tolonglah aku dengan memperbanyak sujud’. Jika manusia pada umumnya suka menuntut hak asasi manusia, pernahkah kamu menuntut hak asasi Tuhan pada dirimu? Kewajiban saja banyak ditinggal, eh malah menuntut Tuhan” pungkas Sarikhuluk.

Dari pertemuan ini, paling tidak ada beberapa catatan penting yang sempat ditulis Markoden: Pertama,  pentingnya membaca ayat-ayat kauniah. Kedua, hewan bisa menjadi cermin bagi watak-watak dasar manusia. Ketiga, apa yang terjadi pada manusia, pada dasarnya terkait dengan kondisi rill yang sedang dialami. Keempat, kalau ayat al-Qur`an adalah sebagai petunjuk (kompas kehidupan di dunia menuju akhirat), maka ayat-ayat Allah yang terhampar di alam adalah bagian penting yang harus dikaji agar pemahaman al-Qur`an semakin mantap. Kelima, mengkaji alam memang sangat tidak gampang bahkan ora usum(tidak wajar bagi kebanyakan orang), orang yang tidak benar-benar menggunakan akalnya, tidak akan mungkin mampu menguak pelajaran darinya. Bayangkan! Penemuan-penuman ilmuan modern yang mencengangkan, ternyata berasal dari kebiasan membaca, meneliti alam. Di al-Qur`an sudah dijelaskan, tapi umat Islam sendiri yang malas. Maka kajilah alam, maka pemahamanmu terhadap al-Qur`an akan semakin dalam. Itulah beberap catatan penting yang sempat ditulis Markoden. Walaupun dia tidak paham sepenuhnya, dalam hati kecilnya, ia ingin melakukan kajian alam lagi agar ia tidak menjadi manusia yang berwatak binatang.
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan