Pada hari Sabtu, 16 Mei 2015, Sarikhuluk beserta
sahabat-sahabat mudanya pergi ke Kebun Binatang Surabaya. Mereka mau melakukan
kegiatan yang ora usum(tidak
digemari orang pada umumnya), yaitu: mengkaji alam. “Hewan-hewan yang kalian
lihat, sejatinya adalah cermin dari diri kalian sendiri.” Begitulah Sarikhuluk
memulai kajiannya, menelisik hati sahabat-sahabatnya. Ia melanjutkan, “Lihatlah
pada karcis yang diikat pada tangan kalian! Itu sebagai tanda awal bahwa kita
seperti hewan yang terikat. Di sisi lain, kalau pemahaman kita lebih jero(dalam),
maka sejatinya kita hidup dalam ikatan Allah, dalam hudūdullāh(batasan-batasan Allah) menurut istilah al-Qur`an.
Lha kalau kita sudah terikat, maka jangan main-main dengan batas-batas yang
ditetapkan Allah. Coba kamu tanpa ikatan karcis itu, bisa ga masuk kedalamnya?
Pastinya kamu akan diusir petugas. Ibarat hewan-hewan yang terikat, terkurung,
jangan khawatir, pada dasarnya bukan mereka yang akan kesusahan mencari makan,
tapi pemiliknyalah yang akan menjamin kebutuhannya”.
Markoden pun mulai agak kebingunan: “Cak kenapa
aku diajak kesini, padahal ini adalah Cuma kebun binatang biasa. Apanya yang
menarik?”. “Lho, tadi kan aku sudah bilang, bahwa kita di sini mau
bercermin. Betapa banyak perilaku manusia yang mirip seperti binatang, bahkan
kalau menurut Surah al-A`raf: 179, lebih parah dari binatang. Lihat para bedes-bedes(monyet-monyet)
itu! Apa bedanya dengan manusia? Mereka adalah makhluk yang paling mirip dengan
manusia tingkah-laku dan rupanya. Bahkan secara khusus, bani Israil ada yang
dikutuk menjadi monyet gara-gara ngakali perintah Tuhan pada hari Sabtu(Lihat:
Qs. Al-Baqarah, 65) . Lha kalau sudah demikian, apa pantas ini disebut, ‘Kebun
Binatang Surabaya’? Pantasnya menurutku, ialah: “Kebun Binasia(Singkatan: Binatangmanusia)
Surabaya”. Orang-orang yang datang ke sini ga sadar kalau dia sedang
mengunjungi diri sendiri. Hehehe” Seringai Sarikhuluk yang semakin membuat
bingung Margono dkk.
Di saat melihat sekawanan para monyet, tiba-tiba
Markoden didatangi laba-laba. Ia pun bertanya: “Ini tanda apa Cak? Apa kiranya
yang perlu dikaji?”. Dengan senyuman khasnya, Sarikuluk menjawab: “Ini sangat
mirip dengan kondisimu saat ini Mar. Buka Qur`an Surah Al-Ankabut: 41! Sebuah
gambaran jelas mengenai orang yang menjadikan selain Allah sebagai wali, atau
pelindung. Lha kamu jelas-jelas sudah taubat, dan rajin mengaji, tapi
ternyata masih bercengkrama dengan jimat dan jin. Ya gambaranmu ini persis
seperti laba-laba yang membikin rumah. Padahal, selemah-lemahnya rumah adalah
rumah laba-laba.”. Setelah melihat beberapa hewan dan mengkaji dunia hewan,
Sarikhuluk dan para sahabat akhirnya memutuskan untuk pergi ke menara. Ia pun
berkata: “Kalau kalian berada di atas menara, kalian akan bisa melihat dengan
bebas orang di bawah kalian. Sudah tidak mengenal arah. Kalau kalian menjadi
orang tinggi(terhormat) ibarat pohon, semakin tinggi semakin besar terpaan
anginnya. Tapi kalau kalian berbuat dosa, semakin ke atas, maka semakin sakit
jatuhnya.”.
“Di atas menara itu, Sarikhuluk mencoba memberikan
pencerahan tentang hakikat manusia. Manusia sekarang sudah mulai luntur
hakikatnya. Banyak yang berbadan manusia, tapi berwatak hewan. Menjadi pemangsa
bagi yang lain, rakus, sombong, semaunya sendiri, menuhankan hawa nafsu, tidak
memiliki tujuan hidup, tenggelam dalam hedonisme akut, mendewakan dunia dan
lain sebagainya. “Untungnya, hewan adalah makhluk yang tidak memiliki
kemungkinan kecuali, taat(baca: Al-Isra, 44). Karena mereka selalu bertasbih
pada-Nya. Kalau Allah memberi tamsil manusia dengan mereka, sejatinya mereka
bukan mankluk yang hina, karena mereka diciptakan untuk tugas seperti itu. Mereka
hanya dijadikan sebagai cermin, terhadap kebuasan manusia. Manusialah sebenarnya
yang buruk ketika, akalnya dikalahkan oleh nafsu. Kalau akal –sebagai ciri khas
manusia- sudah tanggal, maka yang tersisa adalah manusia dangkal. Lebih dangkal
dari hewan” sambung Sarikhuluk. Pada pertemuan itu juga disinggung angka tujuh
yang fenomenal. Al-Fatihah, berjumlah tujuh ayat, yang ikut diskusi berjumlah
tujuh, yang mendapat naungan di akhirat berjumlah tujuh, bahkan surah al-A`raf
pun adalah surah ke tujuh, yang berarti benteng tinggi. Ketujuh orang itu pun
sedang berada di atas menara. Sebuah keanehan yang tidak bisa dijelaskan oleh
orang-orang sekolahan. Sebuah kebetulan yang berulang-ulang.
Tanpa dinyana, Markoden kembali didatangi
laba-laba. “Aduh apes benar nasibku” celetuk Markoden dalam hatinya. Margono
pun sempat ternganga ketika semua yang ingin ia sampaikan pada Sarikhuluk
ternyata disampaikan terlebih dahulu oleh Sarikhuluk. Ia mendapat pelajaran
berharga mengenai sujud dan syukur. Selama ini, manusia sukanya hanya menuntut
dan menuntut tapi, ternyata kewajibannya bersyukur pada Tuhan sering kali ditinggal
bahkan sampai parah, akut. Lain halnya dengan Iblis, makhluk antagonis yang ‘bertugas’
menyesatkan manusia, ternyata sebenarnya adalah ‘pakar sujud’ pada Allah. Ia
tidak akan, bangkit dari sujud sebelum permintaannya dikabulkan. “Gon, selama
ini kamu kuat sujud berapa lama?” Tanya Sarikhuluk pada Margono. “Ya, paling
tidak sampai dua menit” jawabnya. “Lha gimana kamu akan dikabulkan
permintaannya, kalau kamu sendiri sama Allah saja tidak krasan. Bukankah nabo
pernah bilang, ‘tolonglah aku dengan memperbanyak sujud’. Jika manusia
pada umumnya suka menuntut hak asasi manusia, pernahkah kamu menuntut hak asasi
Tuhan pada dirimu? Kewajiban saja banyak ditinggal, eh malah menuntut Tuhan”
pungkas Sarikhuluk.
Dari pertemuan ini, paling tidak ada beberapa
catatan penting yang sempat ditulis Markoden: Pertama, pentingnya membaca ayat-ayat kauniah. Kedua,
hewan bisa menjadi cermin bagi watak-watak dasar manusia. Ketiga, apa
yang terjadi pada manusia, pada dasarnya terkait dengan kondisi rill yang
sedang dialami. Keempat, kalau ayat al-Qur`an adalah sebagai petunjuk
(kompas kehidupan di dunia menuju akhirat), maka ayat-ayat Allah yang terhampar
di alam adalah bagian penting yang harus dikaji agar pemahaman al-Qur`an
semakin mantap. Kelima, mengkaji alam memang sangat tidak gampang bahkan
ora usum(tidak wajar bagi kebanyakan orang), orang yang tidak
benar-benar menggunakan akalnya, tidak akan mungkin mampu menguak pelajaran
darinya. Bayangkan! Penemuan-penuman ilmuan modern yang mencengangkan, ternyata
berasal dari kebiasan membaca, meneliti alam. Di al-Qur`an sudah dijelaskan,
tapi umat Islam sendiri yang malas. Maka kajilah alam, maka pemahamanmu
terhadap al-Qur`an akan semakin dalam. Itulah beberap catatan penting yang
sempat ditulis Markoden. Walaupun dia tidak paham sepenuhnya, dalam hati
kecilnya, ia ingin melakukan kajian alam lagi agar ia tidak menjadi manusia
yang berwatak binatang.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !