Pernah
aku membaca salah satu catatan di Siaran Berkala JPS(Jama`ah Pengajian
Surabaya) yang diasuh oleh KH. Abdullah Sattar Madjid.Tema pokok yang dibahas
pada catatan itu ialah tentang macam-macam model kiai, muballigh dan
ustadz.Macam-macam model itu ialah sebagai berikut: Berko, teko dan toko.
Berko
sebagai gambaran bagi muballigh yang memiliki karakter menonjol didepan, punya
progresifitas tinggi, dan berilmu namun tidak punya keberanian dan kejujuran
untuk mengamalkan ilmunya lantaran takut reputasi diri, organisasi, golongan
dan ormasnya turun. Layaknya berko (Lampu sepeda yang menonjol di depan) yang
tidak menyala. Letaknya menonjol di depan dan berfungsi sebagai penerang namun
scara kualitas penarangan tidak optimal karena mati-hidup, mati-hidup.
Toko
sebagai gambaran bagi muballigh yang memiliki karakter menyampaikan sesuatu
berdasarkan pesanan orang. Layaknya toko yang menjual berisa barang sesuai
kebutuhan pembeli. Muballigh model ini tidak mempunyai ketegasan dan pendirian,
yang jadi acuan ialah kata orang. Selama orang senang maka ia rela merubah dan
menambah ajaran-ajaran agama. Asal pribadi untung dan yang lain senang.
Teko
(Moci, ceret) sebagai gambaran bagi muballigh yang menyampaikan sesuatu apa
adanya sesuai ilmu yang dimiliki. Tidak dirubah-rubah sedikitpun dan persis
seperti yang diketahui. Da`i menurut tipe ini sangat konsisten dan istiqamah
dalam menyampaikan ajaran Islam, tidak ditambah dan dikurangi. Laksana teko
yang berisi. Ia akan mengeluarkan sesuai dengan isi, kalau isinya kopi keluar
kopi, kalau teh keluarnya juga teh. Dan akan menuangkan sesuatu sesuai dengan
kemampuan menerima audiens. Dia akan teguh pendirian dan tidak terpengaruh
dengan orang lain meski dirayu dengan berbagai bujukan yang menggiurkan.
Di
negara indonesia yang lebih menyebar ialah kiai, muballigh, dan ustadz yang
bertipekan berko dan toko. Ini sangat wajar karena yang menguasai media lebih
banyak beridiologikan kapitalis pragmatis sehingga, ustadz yang bisa tenar dan
eksis ialah ustadz yang mau ikut selera publik/pesanan. Adapun yang jujur degan
keilmuan yang dimiliki atau berpegang dengan prinsip agama semakin tadak laku
dan digemari meskipun secara kualitas dan kejujuran lebih bisa diandalkan. Jadi
ustadz, kiai tipe teko semakin termarjinalkan dan terjauhkan dari kalangan
publik. Sehingga ajaran Islam yang sampai pada publik semakin tak
orisinil dan jauh dari kemurnian. Sangat wajar jika Nabi pernah bersabda: "Islam
dimulai dalam keadaan asing dan akan kembali asing".
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !