Home » » Tipologi KIAI

Tipologi KIAI

Written By Amoe Hirata on Kamis, 28 Mei 2015 | 23.41

Pernah aku membaca salah satu catatan di Siaran Berkala JPS(Jama`ah Pengajian Surabaya) yang diasuh oleh KH. Abdullah Sattar Madjid.Tema pokok yang dibahas pada catatan itu ialah tentang macam-macam model kiai, muballigh dan ustadz.Macam-macam model itu ialah sebagai berikut: Berko, teko dan toko.

Berko sebagai gambaran bagi muballigh yang memiliki karakter menonjol didepan, punya progresifitas tinggi, dan berilmu namun tidak punya keberanian dan kejujuran untuk mengamalkan ilmunya lantaran takut reputasi diri, organisasi, golongan dan ormasnya turun. Layaknya berko (Lampu sepeda yang menonjol di depan) yang tidak menyala. Letaknya menonjol di depan dan berfungsi sebagai penerang namun scara kualitas penarangan tidak optimal karena mati-hidup, mati-hidup.

Toko sebagai gambaran bagi muballigh yang memiliki karakter menyampaikan sesuatu berdasarkan pesanan orang. Layaknya toko yang menjual berisa barang sesuai kebutuhan pembeli. Muballigh model ini tidak mempunyai ketegasan dan pendirian, yang jadi acuan ialah kata orang. Selama orang senang maka ia rela merubah dan menambah ajaran-ajaran agama. Asal pribadi untung dan yang lain senang.

Teko (Moci, ceret) sebagai gambaran bagi muballigh yang menyampaikan sesuatu apa adanya sesuai ilmu yang dimiliki. Tidak dirubah-rubah sedikitpun dan persis seperti yang diketahui. Da`i menurut tipe ini sangat konsisten dan istiqamah dalam menyampaikan ajaran Islam, tidak ditambah dan dikurangi. Laksana teko yang berisi. Ia akan mengeluarkan sesuai dengan isi, kalau isinya kopi keluar kopi, kalau teh keluarnya juga teh. Dan akan menuangkan sesuatu sesuai dengan kemampuan menerima audiens. Dia akan teguh pendirian dan tidak terpengaruh dengan orang lain meski dirayu dengan berbagai bujukan yang menggiurkan. 

Di negara indonesia yang lebih menyebar ialah kiai, muballigh, dan ustadz yang bertipekan berko dan toko. Ini sangat wajar karena yang menguasai media lebih banyak beridiologikan kapitalis pragmatis sehingga, ustadz yang bisa tenar dan eksis ialah ustadz yang mau ikut selera publik/pesanan. Adapun yang jujur degan keilmuan yang dimiliki atau berpegang dengan prinsip agama semakin tadak laku dan digemari meskipun secara kualitas dan kejujuran lebih bisa diandalkan. Jadi ustadz, kiai tipe teko semakin termarjinalkan dan terjauhkan dari kalangan publik.  Sehingga ajaran Islam yang sampai pada publik semakin tak orisinil dan jauh dari kemurnian. Sangat wajar jika Nabi pernah bersabda: "Islam dimulai dalam keadaan asing dan akan kembali asing".


Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan