Ketika
Umar bin al-Khathab mencegah Abu Bakar memerangi kaum yang murtad dan menolak
membayar zakat, Abu Bakar dengan lantang menjawab, “Demi Allah!Seandainya
mereka enggan membayar zakat walaupun hanya seutas tali onta, yang biasa mereka
tunaikan pada Rasulullah, sungguh akan aku perangi mereka, sesungguhnya zakat
adalah hak harta, demi Allah! Akan aku perangi orang yang bembeda-bedakan
antara shalat dan zakat”.
Peristiwa
di atas yang berkenaan dengan memerangi orang yang tidak mau membayar zakat.
Peristiwa ini, merupakan diantara sekian peristiwa yang menggambarkan ketaatan
Abu Bakar pada Rasulullah saw. Menurutnya, zakat merupakan perkara wajib, dan
merupakan rukun Islam, karenanya sebagai umat Islam wajib membayarnya jika
mampu dan tidak boleh membedakan status hukumnya dengan fundamen yang lain,
bila tidak maka pondasi Islam akan hancur, dan ini sangat membahayakan
kekokohan umat.
Dengan pandangan
dangkal dan tak teliti barangkali kita akan menganggap Abu Bakar egois dan
menolak nas yang sudah tetap berupa larangan memerangi orang yang sudah bersyahadat
dan shalat. Jika kita mempunyai pandangan demikian perlu kiranya
dipertimbangkan dan diteliti lagi. Abu Bakar sama sekali tidak menolak nas yang
sudah tetap; ia juga tidak egois. Satu-satunya jawaban yang bisa menjawab sikap
Abu Bakar ialah samudera ketaatan yang dimilikinya.
Sikap
kerasnya yang menyalahi karakter lemah lembut dan kasih sayangnya justru
menggambarkan kapasitas ketaatan Abu Bakar kepada Allah dan Rasulnya. Pada
setiap jengkal dari kehidupan Abu Bakar bersama Rasulullah aroma ketaatan akan
selalu kita dapati. Dia adalah sahabat terdepan dalam ketaatan dan mengamalkan
ketaatan. Karenanya tak heran jika Dia meraih tropi menjadi orang yang paling
dicintai Rasulullah dari kalangan laki-laki.
Sebagai
sahabat yang logis, Umar memang sempat membantah pendapat Abu Bakar, karena Ia
berlandaskan pada hadits: “Aku diperintah memerangi manusia, hingga mereka
bersyahadat bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan aku utusan Allah...., jika
mereka melakukan itu, maka darah dan harta mereka akan dilindungi”. Bila
kita gambarkan logika Umar yaitu demikian: Orang yang sudah bersyahadat itu
dilarang diperangi+sedangkan orang yang diperangi Abu Bakar itu orang yang
bersyahadat dan bahkan melaksanakan shalat= maka kesimpulannya, memerangi orang
bersyahadat itu dilarang karena menyalahi hadits di atas.
Abu
Bakar tetap bersih keras memerangi mereka, karena ini bukan sekedar masalah
logis atau tidak, di sana ada hal yang sangat penting yaitu “ketaatan”. Rasulullah
selama hidupnya tidak pernah membeda-bedakan antara kewajiban shalat dan zakat.
Karena itu Abu Bakar berkata, “Demi Allah akan aku perangi orang yang
membeda-bedakan antara shalat dan zakat”, Abu Bakar dengan samudera
ketaatannya memandang bahwa, Rasul selama hidup tidak pernah membedakan antara
shalat dan zakat, karena itu kita harus menaatinya, jadi siapa saja yang tidak
taat dengan ketetapan Rasulullah bahkan membeda-bedakan tentang kewajibannya
maka patut diperangi karena sama saja telah menolak masalah-masalah fundamental
yang berkonsekuensi murtad dari agama, karena mereka murtad maka wajib
diperangi. Melalui dialog yang panjang akhirnya Umar berlapang dada bahwa
pendapat yang benar adalah pendapat Abu Bakar.
Samudera
ketaatan mengajarkan pada Abu Bakar bahwa pada peristiwa itu ada yang tidak
terbaca oleh Umar, mereka bukan saja tidak mau membayar zakat, tapi jelas-jelas
menolak status hukum wajibnya zakat dengan alasan Rasulullah telah meninggal.
Kalau sekedar tidak membayar zakat tetapi masih meyakini bahwa itu wajib maka
tidak membuat kafir namun kalau sampai menolak bahwa itu tidak wajib maka akan
kafir. Umar melihat bahwa fenomena penolakan membayar zakat pada hal yang
bersifat furu`iyah(bersifat cabang), sedang Abu Bakar bersifat
ushuliyah(bersifat inti). Dari sini kita bisa melihat betapa ketaatan Abu
Bakar ba` samudera.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !