Senyum manis Sabrina terburai lepas tanpa beban.
Wajahnya terlihat sumrigah bahagia. Sama gembiranya dengan sekawanan burung
merpati yang sedang terbang bebas di udara. Sama senangnya dengan sekelompok
ikan emas yang sedang menari-nari di air dengan sirip indahnya. Sama bahagianya
dengan sekumpulan belalang yang yang melompat-lompat dengan kaki lentiknya.
Senyum kebahagiaan benar-benar menyelimuti jiwa dan raganya. Hari ini adalah
hari yang sangat bersejarah baginya dan teman-temannya. Pasalnya, setelah enam
tahun lamanya nyantri di pondok As-Syifa`, akhirnya tiba saatnya hari
kelulusan. Tepat hari ini, hari Jum`at, diselenggarakan acara perpisahan
ma`had. Ia benar-benar bergembira sekaligus sedih. Gembira karena telah lulus
dengan prestasi yang memuaskan, sedih karena ia akan berpisah dengan pondok dan
teman-teman tercintanya.
Sabrina selama ini dikenal sebagai anak yang pintar, cerdas, baik, supel, sangat menjaga kesucian diri serta hafal Al-Qur`an. Dalam dasar sanubarinya ke depan ia bercita-cita menjadi dokter muslimah teladan yang mampu berkontribusi luas untuk semua manusia khususnya muslim. Ia terobsesi menjadi dokter lantaran berangkat dari rasa keprihatinan tentang sedikitnya dokter muslim yang benar-benar mengerti tentang agama sehingga pada praktiknya nilai-nilai agama cendrung dinomerduakan. Fakta di lapangan juga membuatnya prihatin, betapa banyak sekali pasien-pasien wanita yang ditangani oleh dokter pria yang sama sekali bukan mahramnya. Karena itulah dia sengat bersemangat untuk menjadi dokter, di samping untuk menebarkan rahmat bagi sekalian alam ia juga mempunyai misi suci berupa da`i.
Sabrina selama ini dikenal sebagai anak yang pintar, cerdas, baik, supel, sangat menjaga kesucian diri serta hafal Al-Qur`an. Dalam dasar sanubarinya ke depan ia bercita-cita menjadi dokter muslimah teladan yang mampu berkontribusi luas untuk semua manusia khususnya muslim. Ia terobsesi menjadi dokter lantaran berangkat dari rasa keprihatinan tentang sedikitnya dokter muslim yang benar-benar mengerti tentang agama sehingga pada praktiknya nilai-nilai agama cendrung dinomerduakan. Fakta di lapangan juga membuatnya prihatin, betapa banyak sekali pasien-pasien wanita yang ditangani oleh dokter pria yang sama sekali bukan mahramnya. Karena itulah dia sengat bersemangat untuk menjadi dokter, di samping untuk menebarkan rahmat bagi sekalian alam ia juga mempunyai misi suci berupa da`i.
Sabrina telah mengikuti beberapa seleksi di Perguruan Tinggi Negeri di Jawa
Timur seperti UNAIR(Universitas Air Langga),dan lain sebagainya. Dengan
kecerdasan dan kepintaran yang dimilikinya sekaligus doa yang tiada henti pada
akhirnya keinginannya untuk masuk di fakultas kedokteran, akhirnya terkabul. Ia
bisa lulus seleksi di UNAIR dengan nilai yang lumayan bagus. Ia sujud syukur
bahagia. Ia merasa nikmat Allah sungguh sangat luas dan tanpa batas. Dalam hati
ia berjanji akan senantiasa mensyukuri nikmat Allah dengan berusaha sekuat
tenaga untuk menjaga batasan-batasan yang teah ditetapkan dalam agama. Ia
menyadari betul bahwa lingkungan yang dia hadapi saat ini sama sekali berbeda
dengan lingkungan pondok yang ia singgahi selama ini. Ke depan akan banyak
ujian dan cobaan yang siap menimpanya.
Ternyata terbukti, setelah satu bulan menjalani kuliah banyak sekali godaan yang ia alami. Dari pakaian yang dianggap ketinggalan jaman, ga gaul, sampai banyak sekali yang mengajaknya berpacaran. Teman-teman cewek sekuliahnya, yang berjilbab hanya lima orang, hanya dia yang benar-benar memenuhi setandar jilbab syar`i, sedangkan yang lain, lebih layak disebut kerudung gaul yang lagi nge-trand saat ini. Di tambah lagi tidak semua teman-temannya yang beragama Islam, dan gaya hidupnya pun sangat banyak yang hedonis dan foya-foya, sehingga untuk bertahan dilingkungan seperti ini dibutuhkan ketangguhan iman yang mumpuni. Bila tidak maka akan terlibas oleh arus lingkungan yang sama sekali kontras dengan lingkungan yang selama ini ia tempati.
Ternyata terbukti, setelah satu bulan menjalani kuliah banyak sekali godaan yang ia alami. Dari pakaian yang dianggap ketinggalan jaman, ga gaul, sampai banyak sekali yang mengajaknya berpacaran. Teman-teman cewek sekuliahnya, yang berjilbab hanya lima orang, hanya dia yang benar-benar memenuhi setandar jilbab syar`i, sedangkan yang lain, lebih layak disebut kerudung gaul yang lagi nge-trand saat ini. Di tambah lagi tidak semua teman-temannya yang beragama Islam, dan gaya hidupnya pun sangat banyak yang hedonis dan foya-foya, sehingga untuk bertahan dilingkungan seperti ini dibutuhkan ketangguhan iman yang mumpuni. Bila tidak maka akan terlibas oleh arus lingkungan yang sama sekali kontras dengan lingkungan yang selama ini ia tempati.
Hari demi hari ia lalui kuliah dengan penuh tekanan dan beban. Ia merasa asing,
aneh dan jemu. Hampir-hampir saja ia memutuskan untuk keluar dari kampus karena
tak betah melihat lingkungan yang sama sekali berbeda dengan yang ia tempati
selama ini. Kalau dulu semasa di pondok, ia bisa menjaga diri dan disiplin
karena lingkungan yang mendukung, banyak yang mengingatkan serta aturan yang
super ketat, maka sekarang kesadaran itu harus benar-benar tumbuh dari dalam
jiwa. Tiada lagi yang namanya aturan, dukungan teman dan sistem yang ketat
untuk mengendalikan diri, selain berpegangteguh dengan nilai-nilai agama yang
selama ini diimani. Di setiap penghujung malam setelah selesai menunaikan
shalat Tahajjud, ia selalu menangis, memohon, mengadukan kelemahannya
keharibaan Tuhannya. Ia sadar bahwa tiada satupun di alam ini yang mampu
menolongnya kecuali Allah shubhanahu wata`ala. Dalam munajatnya ia mengadu: “wahai
Dzat Yang Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku pada(ajaran) agamamu “.
Esok hari, tepatnya hari Senin ketika ia kuliah ada sesuatu yang lain menurut
dia dibanding dengan hari-hari yang lain. Di kampus ada sosok mahasiswa yang
asing. Selama kuliah ia belum pernah menjumpai sosok mahasiswa baru itu.
Setelah ditelisik akhirnya ia tahu juga bahwa nama mahasiswa itu aialah Arman
Panji Nagara. Merupakan salah satu mahasiswa baru juga di fakultas kedokteran,
yang baru bisa masuk sebulan kemudian lantaran harus menemani ayahnya yang
sedang mengalami sakit kritis – kanker hati- di Singapura.
Pada hari Senin ini akhirnya ia bisa bergabung bersama teman-teman sekampusnya. Profil dari Arman ialah sosok mahasiswa alim, berjenggot, tampan, berkulit putih, berambut ikal, dan terkenal sebagai aktifis dakwah. Meskipun ia adalah anak baru di kampus, namun namanya sudah jauh –jauh hari terkenal di kampus-kampus karena kepiawaiannya dalam berdakwah. Ia masuk kedokteran karena amanah dari mendiang ibunya yang kebetulan juga seorang dokter terkenal. Pertama kali melihat Arman, Sabrina merasa seolah ada keteduhan dan kesejukan di dalam hatinya. Ia merasa tidak sendirian lagi, ia merasa tidak asing lagi, karena ada sosok ikhwan yang sefikroh dan sejalan dengannya. Minimal dengan adanya Arman ia bisa sharing dan tukar pengalaman, tentu saja dengan tetap menjaga aturan-aturan agama yang dipegang erat olehnya.
Pada hari Senin ini akhirnya ia bisa bergabung bersama teman-teman sekampusnya. Profil dari Arman ialah sosok mahasiswa alim, berjenggot, tampan, berkulit putih, berambut ikal, dan terkenal sebagai aktifis dakwah. Meskipun ia adalah anak baru di kampus, namun namanya sudah jauh –jauh hari terkenal di kampus-kampus karena kepiawaiannya dalam berdakwah. Ia masuk kedokteran karena amanah dari mendiang ibunya yang kebetulan juga seorang dokter terkenal. Pertama kali melihat Arman, Sabrina merasa seolah ada keteduhan dan kesejukan di dalam hatinya. Ia merasa tidak sendirian lagi, ia merasa tidak asing lagi, karena ada sosok ikhwan yang sefikroh dan sejalan dengannya. Minimal dengan adanya Arman ia bisa sharing dan tukar pengalaman, tentu saja dengan tetap menjaga aturan-aturan agama yang dipegang erat olehnya.
Beberapa bulan kemudian, keduanya sudah saling mengenal dan akrab. Tanpa
disadari keakraban yang terjalin semakin lama semakin membuat keduanya tak
sadar bahwa banyak prinsip-prinsip nilai agama yang dilanggar. Kalau dulu Si
Sabrina sangat menjaga pandangan, sekarang sudah tak ada lagi rasa sungkan atau
risih untuk melihat Arman, sudah menjadi hal biasa canda-tawa dan pandang
memandang. Kalau dulu Sabrina rajin shalat Tahajud, kini sudah sangat jarang
bahkan pada akhir-akhir bulan ini hanya mengerjakan satu kali selama sebulan,
itupun karena diajak -melalui sms- oleh Arman. Kalau dulu ia rajin membaca dan
mentadabburi Al-Qur`an, sekarang semakin jarang bahkan mentadaburi saja tidak.
Meski sangat akrab dengan Arman, Sabrina sama sekali tak ada rasa cinta dengan
Arman. Ia merasa bahwa Arman adalah teman sefikroh dan dianggap sebagai
kakaknya sendir. Melalui Arman, Ia akhirnya banyak dikenalkan dengan
aktifis-aktifis perempuan dakwah kampus, sehingga akses dan pergaulannya
semakin lebar. Di samping itu ia juga bisa menyalurkan keilmuan yang ia dapat
dari pesantren berikut mengajarkan tahfidz pada
teman-temannya.
Hari selasa, ketika Sabrina pulang bersama Arman, ia melewati taman yang di
situ ada satu mahasiswa fakultas sejarah yang sedang asik membaca buku. Namanya
Rino, Sang penggemar studi sejarah. Berambut panjang ikal sebahu, berkulit sawo
matang, dan berpenampilan acak-acakan layaknya mahasiswa yang notabene dianggap
nakal di kampus. Ketika melintasi taman itu, dalam hati Sabrina sedikit tumbuh
benih-benih kesombongan dan peremehan terhadap Rino. Dalam hati ia berujar: “
Alah anak semacam ini aku yakin anak yang sangat nakal, sudah dandanannya
acak-acakan, rambutnya pandajang, pakek sok intelek mbaca buku lagi. Ah ya
Allah jangan sampai Engkau jodohkan aku dengan orang semacam ini. Na`udzubillah
min dzalik(kita berlindung pada Allah dari yang demikian itu)”. Dari
kejauhan selintas Rino juga sempat memandang ke arah Sabrina. Sorot matanya
begitu tajam ke arah Sabrina. Rina merasa cewek idaman yang selama ini ia
idam-idamkan seolah dikirim oleh Malaikat untuk melintas dihadapannya. Begitu
sejuk sekali hatinya. Melihat cewek yang berjilbab, cantik dan sangat menjaga
diri. Namun yang membuat Rino bertanya-tanya ialah kenapa ia berjalan dengan
cowok?. “Ah mungkin suaminya” celetuknya. “Tapi kalau suaminya kenapa mesti
jaga jarak seperti itu”. Rino semakin penasaran dengan cewek yang lewat
didepannya itu. Beberapa hari kemudian setelah Rino mencari informasi dari
sahabatnya yang beragama Kristen yaitu Amel, akhirnya ia tahu bahwa cewek yang
melintas di depannya bernama Sabrina, yang merupakan cewek yang alim, berhijab,
cerdas dan berprestasi. Sedangkan yang sering jalan dengannya bukanlah
suaminya, tapi sekadar teman akrab yang sama-sama bergerak dalam bidang dakwah.
Mendengar penuturan sahabatnya mengenai Sabrina, Si Rino tambah bersemangat
untuk mengetahui lebih banyak tentang Sabrina.
*********
Sore
hari, Amel bersama Bagus pergi mengunjungi Rino di kos-kosannya. Sesampainya di sana, rupanya Rino sedang
asyik melamun bertemankan sebuah pulpen dan buku diary-nya. Karuan aja
Amel sama Bagus langsung mengagetkannya. “Hayoooo...... Lagi nglamun
apa.........? Sabrina ya.....? heeee” ditepuklah pundak Rino oleh Amel dan
Bagus secara bersamaan. Dengan mimik yang terlihat kaget Rino langsung
menyahuti mereka berdua, “Ooo .... Si Ratu Kecantikan dan Raja Katak rupanya
hehehe, hampir saja jantungku copot gara-gara
ulah kalian. Apa kabar bro .... tumben hari Sabtu ke sini? Bukannya kalian
berdua ada kegiatan sosial?” tanya Rino pada Amel dan Bagus. “ Ooo kami lagi free
bro. Kami kangen banget sama kamu. Kan lama kita ga ngumpul bareng kayak gini.
Rino, ini kos-kosan atau toko buku, kok kamar kos 75% isinya buku?” tanya amel
keheranan. “Hee ... biasa Mel, sudah terlanjur cinta. Bagiku, buku merupakan
kekasih nomer duaku setelah kekasih idamanku” jawab Rino. “Cie cie cie
....emang kamu dah punya pacar? Gayamu No, wong sama cewek ga berani aja,
hehehe” celetuk Bagus.
“Tunggu
di sini dulu ya bro, aku mau pesen kopi kental dan kopi jahe kesukaan kita di
warung bu Jumariyah. Sekalian nanti tak beli gorengan ketela dan pisang”
lanjut Rini. “Oke bos, tak tunggu, ga pake lama lho ya .... hehehe” sahut Amel.
Di sela-sela menunggu Rino, terjadilah percakapan di antara Amel dan Bagus: “ Gus
gila ni anak. Benar-benar kutu buku. Kamu bayangin aja buku segini banyaknya
sudah dilahab habis, bahkan ia sampai hafal poin-poin penting yang sudah dibaca
sekaligus hafal letaknya” ucap Amel memuji Rino. “ Iya Mel, menurutku Dia bukan
sekadar kutu buku, Dia itu lebih cocok disebut kuman buku, hahahaha .....”
celetuk Bagus sekenanya. “ Tap kasihan ya Gus, sampai saat ini dia masih belum
punya pacar, padahal banyak lho cewek-cewek yang nanyain dia ke aku. Cuman dia
mungkin perfeksionis kali ya. Makanya sampai sekarang dia masih IJO hehehe”
Tanggap Amel. “Apa tuh IJO Mel?” tanya Bagus. “ IJO tuh singkatan dari, ‘Ikatan
Jomblo Orisinil’ hehehe...” jawab Amel. “Hehehe ..... setuju-setuju aku Mel,
diantara temen kita, yang paling suci tuh dia, ga pernah pacaran, ga pernah
goda-goda cewek, kayak malaikat aja hehehe” lanjut Bagus.
“Hayooo.......”
suara keras Rino mengagetkan. “Haduh .... kamu balas dendam ya No?” tanya Amel.
“Heheh ..... gimana rasanya dikagetin? Hehehe, ngomong-ngomong kalian ngrumpiin
aku ya, hayooo ngaku kalian!” tanggap Rino. “ Ah ndak kok, kami cuman lagi
ngomongin Si Sabrina” awur Amel. “ Oh iya, ni diminum dulu. Ah kamu pasti
ngarang kan Mel, ngibur saya aja kan. Kamu ini sukanya ngerjain aku. Tapi ga
papa kamu dan Bagas kan sahabat terbaikku, hehehe. Emang kamu ada kabar apa
tentang Amel? Tanya Rino. “Eiiit, wani piro hehehehe. Ada informasi
tambahan buat kamu. Tadi sahabatku, Lita yang sekosan dengan Sabrina bilang,
bahwa Si Sabrina itu memang benar sangat akrab dengan Arman, tabi menurut
penuturan Sabrina sendiri ia menganggap Arman hanya sebagai teman akrab saja,
ia memandang sosok Arman seperti Kakaknya sendiri. Nah menurutku No, kam punya
kesempatan besar untuk menaklukkan hati Sabrina, hehehehe. Itu informasi
baiknya” cerita Amel. “ Lho kok pake info baik segala, emang ada yang buruk
apa?” tanya Rino. “ Ada Rino, salah satunya dia illfill katanya lihat
anak bergaya acak-acakan, dan berambut panjang, sampai-sampai dia ngomong na`udzubillah
mindzalik gitu deh ga tau apa artinya pokoknya nganggep negatif” jawab
Bagus menambahkan. “Ooo .... pantesan Mel, pas pertama kali aku melihatnya di
taman, dari kejauhan matanya terlihat sinis ketika memandangku. Jadi gitu ya.
Ah aku tak akan menyerah Mel, dia belum tahu saja makanya meremehkanku sedemikian
rupa” ucap Rino dengan penuh semangat 45.
“Rino
ngomong-ngomong tadi kamu lagi nglamun apa dan sedang nulis apa?” tanya Bagus.
Aku tadi sebelum nglamun, sedang baca kisah istri Nabi Muhammad yang bernama
Aisyah. Aku begitu kagum membaca ceritanya. Makanya aku membayangkan andai saja
Sabrina itu adalah Aisyahku. Betapa bahagianya aku mendapat cewek idaman
seperti dia. Makanya sambil nglamun, sebenarnya aku juga sedang membuat puisi,
judulnya; ‘Aisyahku’ kalian mau tau ga isinya?” tawar Rino. “ Mau-mau, kami kan
penggemar berat puisimu .... hahahah” celetuk Amel dan Bagus. “Aku ga mau
bacain ke kalian, suaraku lagi serak, kalian baca sendiri aja ya di diary-ku!”
ucap Rino menawarkan. “Oke bos, mana-mana diarymu” pinta Amel. Dibacalah
puisi itu oleh Amel. Amel terlihat khusyu`
membaca bait demi bait puisi Rino. Isi puisinya sebagai berikut:
Aisyahku
Kubaca
alur ceritamu...
Yang
kutemu...
selalu
keindahan...
Kutela`ah
larik kisahmu
Yang
kutahu...
Selalu
kebaikan....
Kucoba
menyerupamu....
Dengan
satu...
perhiasan....
Namun
tak secukup itu...
Dirimu
kan salalu ...
Wakili
sekalian...
Kau
adalah permata...
Yang
amat mempesona...
Membuat
raga makin bahagia...
Kau
adalah berlian...
Yang
amat menakjubkan...
Membuat
jiwa makin terkesan...
Kau
adalah mutiara...
Yang
amat berharga...
Membuat
sukma makin gembira...
Kau
adalah intan...
Yang
amat mengagumkan...
Membuat
kalbu membuncah tak karuan...
Kau
adalah emas....
Yang
amat menggemas...
Mambuat
hati berdentum keras...
Kau
adalah perak...
Yang
amat mendecak...
Membuat
jantung kencang berdetak...
Bahkan
ketika tak da lagi perhiasan...
Yang
mewakilmu...
Kau
kan tetap indah berkesan...
Dalam
nyata...
Kau
tak hanya...
Wanita
shalihah...
Kau
juga cantik...
Cerdas
...
Pintar...
Dan
penuh talenta...
Karenanya...
Tak
heran bila ternyata...
Kau
adalah yang paling tercinta...
Diantara
istri tercinta...
Dalam
kesunyian ini
Aku
hanya bisa
Berharap
bahwa
Aisyaku
Adalah
Sabrina
Setelah membaca Puisi tersebut, Amel
merasa terharu dan memberi suport kepada Rino. Ia tau betul bagaimana
baiknya Rino. Rino tak pernah mempermainkan wanita. Tapi sekali ia mencintai,
dia merupakan tipikal cowok setia. Sebenarnya dalam hati Amel sejak dulu tumbuh
rasa cinta pada Rino, tetapi setiap kali rasa itu hadir, selalu dia hilangkan. Karena
Amel sadar bahwa dinding agama akan selalu menghalangi cinta. Kalaupun bisa
diatasi, belum tentu juga Rino cinta kepada Amel.
***********
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !