Home » » Mata Hati

Mata Hati

Written By Amoe Hirata on Kamis, 24 April 2014 | 20.09


        Salah satu anugerah besar yang dikaruniakan Allah pada manusia ialah mata. Dengan mata manusia bisa melihat lingkungannya. Dengan mata manusia mampu mentransfer pengetahuan-pengetahuan yang ada dari luar ke dalam dirinya. Dengan mata manusia mampu melihat keindahan dan kejelekan yang ada di sekitarnya. Dengan mata manusia bisa menjadikan obyek yang dilihat sebagai media berfikir. Dengan mata manusia bisa melihat betapa besar dan agungnya Allah dalam menciptakan segala sesuatu. Karena itulah jika manusia diberi karunia mata namun tak bisa melihat maka ini merupakan cobaan yang sangat besar. Ada manusia tertentu yang tidak diberi karunia berupa melihat. Tentu saja itu murni kebijaksanaan Allah ta`ala. Orang demikian biasa disebut orang buta. Apakah buta mata adalah akhir dari segala-galanya? Apakah orang buta tak mampu berinteraksi sangat baik dengan lingkungan? Apakah orang buta tak mampu berkarya? Apakah orang buta tak mampu bermanfaat untuk sekitarnya? Apakah orang buta tak mampu berkontribusi? Jawabannya sangat sederhana: bisa. Ya orang buta masih bisa berinteraksi, berkarya, bermanfaat, berkontribusi dan buta bukanlah akhir dari segala-galanya. Kalau mata fisik yang digunakan manusia untuk melihat ke luar tidak bisa berfungsi maka manusia diberi anugerah lain yang lebih hebat dan murni yaitu: mata hati.
            Mata hati melihat sesuatu bukan sekadar bentuk kulitnya tetapi langsung pada intinya; mata hati mampu melihat sesuatu dengan bijak dan arif; mata hati mampu mencerna, menganalisa, meracik berbagai informasi dengan sangat teliti. Jadi, orang yang masih punya mata hati meski buta secara fisik, ia masih punya harapan untuk menjadi manusia yang bermanfaat. Betapa realita yang ada di sekeliling kita menjelaskan betapa banyak orang yang bisa melihat secara fisik namun sejatinya buta. Benar mata luarnya bisa melihat tapi mata batinnya buta. Mata luar melihat, mata hati buta. Dalam surat Al-Hajj: 46 Al-Qur`an menyatakan: karena Sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada. Kalau mata hatinya buta akibatnya lebih fatal karena tidak dapat menerima petunjuk. Mata hati buta mengakibatkan manusia tidak mampu menbijaksanai dan mengarifi segala hal yang ada di luar dirinya. Tanda-tanda besar kekuasaan Allah tidak begitu mampu membuat dirinya tersadar tentang kenyataan yang lebih penting dari sekadar materi. Inilah yang menjelaskan kenapa orang-orang seperti Abu Jahal, Walid bin Mughirah, Abu Lahab dan orang kafir lainnya tak mampu menerima dengan baik petunjuk Allah. Ini tak lain karena mata hati mereka telah buta. Di sisi lain kita juga menjumpai sahabat yang bernama Abdullah bin Ummi Maktum, meski secara fisik buta dia tetap mampu menyerap dan menerima petunjuk, karena mata hatinya sungguh jernih dan bisa melihat kesejatian. Meski buta mata fisik ia mampu mensukseskan diri berka karunia mata hatinya yang selalu melihat.
            Ibnu Ummi Maktum adalah salah satu manusia yang mampu eksis dan sukses meskipun buta mata fisik. Ia mampu bermanfaat, berkarya, berkontribusi meski ada aib di fisiknya. Semangatnya begitu besar dalam menerima petunjuk Islam, sampai-sampai ada satu surat dalam Al-Qur`an yang turun berkenaan dengan dirinya, yaitu surat `Abasa. Satu hal yang menjelaskan kenapa orang seperti ibnu Ummi Maktum mampu menerima ajaran-ajaran dan nilai-nilai Islam ialah karena mata hatinya tidak buta. Dengan mata hatinya ia mampu melihat dan menerima petunjuk Allah. Petunjuk Allah bagaikan lentera yang mampu menyinari kegelapan yang ada dalam hatinya sehingga mampu melihat petunjuk dengan sangat jelas dan nyata. Hari-harinya meski buta fisik, dilalui dengan kerja bukan leha-leha. Ia pernah disuruh mengganti Rasul di Madinah ketika Rasul perang sebanyak 13 kali, ia juga muaddzin, ia juga pembelajar sejati, ia juga merupakan orang yang pertama kali hijrah ke Madinah setelah Mush`ab bin `Umair. Ambisinya sangat besar untuk mati syahid di medan jihad. Keinginan yang kuat ini akhirnya ia gapai di pertempuran Qadisiyah. Ia menemukan takdir syahidnya di sana. Meski cacati fisik ia tak patah arang. Suatu pembelajaran besar bahwa meski cacat mata, asal mata hati bisa melihat semua hambatan fisik pasti bisa dilalui.
            Kesempurnaan fisik memang nikmat yang begitu besar. Namun kesempurnaan besar itu bila tidak disyukuri dengan senantiasa taat dan patuh pada Allah maka tiada manfaat dan guna. Benar memang mata fisik bisa melihat, namun perbuatannya hanya akan membuat buta mata hati. Bagi siapa saja yang buta fisik, jangan pernah patah hati, karena masih memiliki mata hati. Potensi mata hati ini bila benar-benar digunakan dengan baik maka akan lebih mengungguli orang yang tidak memakainya. Anda tentu pernah mendengar nama seperti: ibnu Katsir(di akhir hayatnya pengelihatanya hilang), ad-Dzahabi(kehilangan pengelihatan di akhir hayatnya di sela-sela kesibukannya mengajar dan menulis), ibnu Baaz(yang buta ketika berumur 20 tahun namun kemudian menjadi ulama` besar dan produktif menulis), al-Baraak, ar-Rukbaan dan lainnya merupakan bukti nyata bahwa buta mata fisik bukanlah halangan utama asal mata hati tidak buta. Dengan mata hati jernih tentu saja kita bisa melihat petunjuk dan kebenaran Allah. Pertanyaannya kemudian ialah bagaimana kita bisa melihat dengan mata hati? Bagaimana kita menghidupkan potensi mata hati? Bagaimana kita mampu memaksimalkan mata hati? Hanya orang-orang yang mampu memaksimalkan syukur dengan amal nyata yang mampu membuat mata hati hidup. Orang-orang yang bersyukur tak berhenti pada kekurangan-kekurangan yang dimiliki, ia selalu menyukuri kebaikan-kebaikan yang dimiliki, sehingga tidak terintimidasi, tidak merasa lemah, tidak merasa lesuh, karena energi yang dikeluarkan selalu positif, pandangannya selalu husnudzan(prasangka baik) sehingga mata hatinya selalu jernih. Bagi anda yang bisa melihat secara mata fisik, sudahkah anda mampu melihat kebenaran dengan mata hati anda?
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan