Home » » The True Love Of "Syaikh Twenty One"

The True Love Of "Syaikh Twenty One"

Written By Amoe Hirata on Minggu, 27 April 2014 | 23.08

9 April 2013 pukul 18:52
            Di ufuk barat senja, semburat warna merah kemuning cahaya, melukis keindahan alam dalam kanvas cakrawala. Bila cinta adalah huruf yang bisa tereja, maka kebahagiaan kiranya yang tersimpan pada setiap huruf yang merangkai makna indahnya. Begitupun aku yang sedang dirundung cinta, setelah mengalami perjalanan cinta yang sarat akan halangan dan rintangan, akhirnya kelam derita yang menyelimuti jiwa dan raga pupus menyirna, bagai gulita mendung beriring gemuruh yang terurai mencerah diterpa angin cahaya.
               Tak mudah ku mengawali arti penting dari cinta yang mewarnai lubuk hati. Bukan aku apatis dengan yang namanya cinta, tapi dalam perjalanan yang ku tempuh kiranya membutuhkan sekian banyak kepalsuan-kepalsuan cinta yang dibungkus dengan kecantikan raga dan keelokan rupa. Hari demi hari ku mencoba keberartian setiap huruf keindahan cinta melalui keintiman pacaran demi pacaran. Berkali-kali ku tertatih, mencoba mengurai kesejatiannya, waktu dan kondisi nampaknya tak sedemikian mudah menganugerahkan cinta sejati yang selama ini kucari. Diantara mereka yang mengaku mencintaiku, banyak berbajukan pamrih dan berselimutkan ambisi materi demi materi. Mereka biasa dikenal dengan sebutan cewek matre. 
               Kala jiwa sendu, ku mencoba merenung dalam keheningan sunyi, mencoba meraba-raba keserbamungkinan cinta palsu yang selama ini menerpa perjalanan cintaku. Ada yang mendekati kerena suka harta; ada yang mendekati lantaran suka materi; ada yang mendekati karena suka kegelamoran; ada yang mendekati karena kekayaan; padahal bukan itu yang selama ini kucarai. Yang kucari ialah kesejatian cinta yang berbingkai ketulusan tersimpan pada separuh hati jelita yang mencinta bukan karena materi semata, tapi didasari oleh kemurnian cinta tulus yang mampu menghidupkan kegersangan hati yang lama kering kerontang karena kekurangan mata air cinta sejati.
            Hari demi hari ku terus mencoba. Walau terkadang derita dan susah menyertai bahkan, seolah menjadi sahabat setia. Ku mencoba selalu tegar membusung dada. Aku akan coba tulus mengikhlaskan setiap kemungkinan buruk yang menerpaku diakibatkan oleh perjalanan mencari cinta. Aku akan mencoba setia menghitung dan mengalami setiap kemungkinan nilai cinta yang serba mungkin terjadi. Ku coba memulai menghitung satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, delapan, sembilan, sepuluh yang kutemukan hanya sekumpulan perempuan matre yang pada akhirnya berakhir dengan kata “PUTUS”. Kucoba terus menghitung sembari meningkatkan kesabaran demi kesabaran ku mulai, sebelas, dua belas, tiga belas, empat belas, lima belas, enam belas, tujuh belas, delapan belas, sembilan belas, dua puluh, ini sedikit mendingan dan lumayan ada yang matre dan ada yang benar-benar tulus karena cinta, namun pada akhirnya semua putus baik putus sendiri atau diambil oleh Yang Kuasa.
              Sejenak ku berpikir, mestikah ku mengeluh dalam keputusasaan; meringkih dalam ketidakjelasan; mangaduh dalam kecengengan; ah aku tak mau kalah dengan yang namanya keputusasaan, aku akan coba mengerahkan sisa-sisa tenaga yang masih ada untuk menghitung kembali. Pada akhirnya aku mulai sedikit percaya dengan ungkapan pepatah, “berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian”. Jenak-jenak kesusahan dan penderitaan yang selama ini menemani perjalanan cinta akhirnya aku temukan pada cinta yang ke dua puluh satu. Kutemukan separuh hatiku; dia mau menerimaku apa adanya; bukan karena matre dia menerima ketulusan cinta yang aku pancarkan padanya, tapi karena cinta sejati telah membimbingnya untuk menemui hatiku; hatiku dan hatinya serasa pas bagai pena dan tutupnya. Bahagia benar-benar membuca di senja penuh warna keindahan di ufuk cakrawala, sama seperti kebahagiaan yang sedang kudapati dala ketulusan cinta yang telah kutemukan.
Pada angka dua puluh satu
Kutemukan
Ketulusan dan kesejatian cinta
Hingga ku digelar, “Syaikh Twenty One”.

Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan