Dalam
lembaran sejarah kita pasti mengenal sosok congkak dan lalim yang berasal dari
Mesir, yaitu raja Fir`aun, yang memiliki sifat otoriter dan menindas terhadap
rakyatnya. Kehidupannya sebagai raja yang bergelimang harta berakhir tragis
dengan mati tenggelam di laut merah. Suatu pembelajaran penting bagi para
penguasa otoriter dan lalim, bahwa kebengisan, kesewenang-wenangan akan menjadi
bumerang bagi diri sendiri; bahwa kesombngan dan kecongkakan hingga mengaku
jadi Tuhan hanya akan berakibat kebinasaan; bahwa perlawanan terhadap yang hak,
hanya akan mendapat kerugian.
Secara
fisik dan eksistensi, Fir`aun telah lenyap dan tiada dalam pusaran arus
sejarah. Namun, secara subtansial Fir`aun akan tetap ada hingga kiamat kelak. Sesekali
coba luangkan waktu untuk membaca sejarah, kita pasti akan menemukan penguasa
yang bengis, kejam, lalim dan penindas, bahkan di negeri tercinta ini sangat
gampang menjumpai subtansi-subtansi seperti Fir`aun. Mengapa demikian? Konflik
antara yang hak dan yang batil akan senantiasa berlangsung. Itu sudah menjadi
sunatullah. Dalam al-Qur`an diistilahkan sebagai sunnah tadaafu`(konflik
pertentangan/tolak-menolak) antar individu atau komunitas yang hak dengan yang
batil.
Tulisan
kali ini akan mengangkat satu sosok yang memiliki subtansi seperti Fir`aun.
Kisah ini diambil pada sirah nabawiyah(kisah Nabi Muhammad shallallahu
`alaihi wasallam). Nabi pernah menyatakan bahwa Fir`aunnya umat ini adalah
Abu Jahal, pembesar congkak dan lalim dari klan bani Makhzum. Mengenai
kebengisan dan kejahatan Abu Jahal sudah tidak asing lagi. Selama fase dakwah
di Makkah, betapa besar kejahatan yang dilakukan oleh Fir`aun Abu Jahal ini.
Dari menindas orang-orang lemah seperti Ammaar bin Yasir beserta kedua orang
tuanya sampai usaha untuk membunuh Nabi Muhammad shallalahu `alaihi wasallam.
Yang menarik dan perlu dicatat mengenai Abu Jahal ialah akhir hayatnya yang
tragis. Sebagaimana Fir`aun, perlawanannya terhadap yang hak berujung pada
kekalahan dan kebinasaan. Bahkan anaknya yang bernama Ikrimah, kelak menjadi
pemeluk Islam yang taat. Sungguh menyedihkan akhir orang yang berwatak Fir`aun
ini.
Sehebat
apapun kekuatan dan kecanggihan yang dimiliki oleh pejuang kebatilan pasti akan
berakhir dengan kerugian. Abu Jahal sebagaimana Fir`aun juga mengalami nasib
yang sama. Ketika perang Badar berkecamuk, ada dua orang anak sangat muda -
usianya ada yang 14 tahun dan ada yang 13 tahun- mendatangi Abdur Rahman bin
`Auf yang sedang bertempur di medan jihad. Setelah mendekat salah satu bertanya
dengan suara lirih: Wahai paman, tunjukkan padaku mana yang namanya Abu Jahal /
Amru bin Hisyam! Aku mendapat kabar bahwa dia suka mengejek Rasulullah. Anak
yang kedua tak mau kalah menanyakan lokasi Abu Jahal. Akhirnya Abdur Rahman bin
`Auf memberi tahu bahwa Abu Jahal berada di dekat pohon sedang di jaga oleh
para pengawalnya.
Abdur
Rahman bin `Auf sangat heran tertegun, bagaimana mungkin anak yang masih sangat
muda ini mempunyai ambisi ideal berupa membunuh Abu Jahal Sang Fir`aun zaman
ini. Namun keheranan itu terjawab dengan hasil
nyata yang ia lihat dengan mata kepala sendiri. Mu`adz bin `Amru bin
Al-Jamuh – salah satu pemuda tadi - dengan keberanian puncak berhasil menerobos
pengawalan ketat pengawal Abu Jahal. Dengan sigap dan cekatan - ketika berhasil
mendekat ke tempat Abu Jahal - ia langsung menebaskan pedang ke betis Abu
Jahal. Sekali tebas, kaki Abu Jahal buntung. Dalam kondisi demikian Abu Jahal
kehilangan kontrol lantas jatuh terhuyung. Tidak hanya sampai di sini. Pemuda
lain yang bernama Mu`awwidz bin `Afra` dengan lekas dan ganggas
menebaskan pedang ke tubuh Abu Jahal. Abu Jahalpun sekarat hingga mengeluarkan
busa. Kemudian perlawanan Mu`awwidz yang begitu gemilang tuntas dengan
kesyahidan. Ketika ibnu Mas`ud melihat kondisi Abu Jahal yang sedang sekarat,
akhirnya denga lekas kepala Abu Jahal ditebas.
Sungguh
menyedihkan; sangat memilukan; amat menghinakan. Kebesaran yang dimiliki lenyap
seketika. Keangkuhan yang mendarah daging sirna seketika. Kemana kesombongan
dan kecongkakan yang dulu didendangkan. Bukan mendapatkan kematian terhormat
dengan mati ditangan pahlawan besar, tapi malah mati di tangan kedua anak muda
yang belia beserta orang yang dianggap sangat lemah dan papa yaitu ibnu Mas`ud.
Bisakah akal sehat menganalisa dan menerangkan apa sebenarnya rahasia dibalik
kesuksesan gemilang ini? Ingat firman Allah: “Katakanlah! Telah datang yang
haq dan yang batil lenyap, sesungguhnya kebatilan (pasti) lenyap”. Ini
sebagai pembelajaran yang berharga bagi siapa saja para penguasai yang zalim,
lalim, bengis, kejam, dan merintangi kebenaran. Akhir yang tragis pasti akan
dialaimi. Dia akan buntung. Buntung bukan saja dalam makna tekstual fisik tapi
juga bisa berarti kontekstual non-fisik. Bisa buntung jabatan, ketenaran,
kebahagiaan, kekayaan, dan lain sebagainya yang berkenaan dengan eksistensinya
sebagai penguasa. Akan ada selalu pemuda layaknya Musa; layaknya Mu`adz dan
Mu`awwidz yang akan membuntungkan Fir`aun-Fir`aun hingga mati terhuyung.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !