Home » » Kaki Buntung, Mati Terhuyung

Kaki Buntung, Mati Terhuyung

Written By Amoe Hirata on Kamis, 24 April 2014 | 20.15

             Dalam lembaran sejarah kita pasti mengenal sosok congkak dan lalim yang berasal dari Mesir, yaitu raja Fir`aun, yang memiliki sifat otoriter dan menindas terhadap rakyatnya. Kehidupannya sebagai raja yang bergelimang harta berakhir tragis dengan mati tenggelam di laut merah. Suatu pembelajaran penting bagi para penguasa otoriter dan lalim, bahwa kebengisan, kesewenang-wenangan akan menjadi bumerang bagi diri sendiri; bahwa kesombngan dan kecongkakan hingga mengaku jadi Tuhan hanya akan berakibat kebinasaan; bahwa perlawanan terhadap yang hak, hanya akan mendapat kerugian.
            Secara fisik dan eksistensi, Fir`aun telah lenyap dan tiada dalam pusaran arus sejarah. Namun, secara subtansial Fir`aun akan tetap ada hingga kiamat kelak. Sesekali coba luangkan waktu untuk membaca sejarah, kita pasti akan menemukan penguasa yang bengis, kejam, lalim dan penindas, bahkan di negeri tercinta ini sangat gampang menjumpai subtansi-subtansi seperti Fir`aun. Mengapa demikian? Konflik antara yang hak dan yang batil akan senantiasa berlangsung. Itu sudah menjadi sunatullah. Dalam al-Qur`an diistilahkan sebagai sunnah tadaafu`(konflik pertentangan/tolak-menolak) antar individu atau komunitas yang hak dengan yang batil.
            Tulisan kali ini akan mengangkat satu sosok yang memiliki subtansi seperti Fir`aun. Kisah ini diambil pada sirah nabawiyah(kisah Nabi Muhammad shallallahu `alaihi wasallam). Nabi pernah menyatakan bahwa Fir`aunnya umat ini adalah Abu Jahal, pembesar congkak dan lalim dari klan bani Makhzum. Mengenai kebengisan dan kejahatan Abu Jahal sudah tidak asing lagi. Selama fase dakwah di Makkah, betapa besar kejahatan yang dilakukan oleh Fir`aun Abu Jahal ini. Dari menindas orang-orang lemah seperti Ammaar bin Yasir beserta kedua orang tuanya sampai usaha untuk membunuh Nabi Muhammad shallalahu `alaihi wasallam. Yang menarik dan perlu dicatat mengenai Abu Jahal ialah akhir hayatnya yang tragis. Sebagaimana Fir`aun, perlawanannya terhadap yang hak berujung pada kekalahan dan kebinasaan. Bahkan anaknya yang bernama Ikrimah, kelak menjadi pemeluk Islam yang taat. Sungguh menyedihkan akhir orang yang berwatak Fir`aun ini.
            Sehebat apapun kekuatan dan kecanggihan yang dimiliki oleh pejuang kebatilan pasti akan berakhir dengan kerugian. Abu Jahal sebagaimana Fir`aun juga mengalami nasib yang sama. Ketika perang Badar berkecamuk, ada dua orang anak sangat muda - usianya ada yang 14 tahun dan ada yang 13 tahun- mendatangi Abdur Rahman bin `Auf yang sedang bertempur di medan jihad. Setelah mendekat salah satu bertanya dengan suara lirih: Wahai paman, tunjukkan padaku mana yang namanya Abu Jahal / Amru bin Hisyam! Aku mendapat kabar bahwa dia suka mengejek Rasulullah. Anak yang kedua tak mau kalah menanyakan lokasi Abu Jahal. Akhirnya Abdur Rahman bin `Auf memberi tahu bahwa Abu Jahal berada di dekat pohon sedang di jaga oleh para pengawalnya.
            Abdur Rahman bin `Auf sangat heran tertegun, bagaimana mungkin anak yang masih sangat muda ini mempunyai ambisi ideal berupa membunuh Abu Jahal Sang Fir`aun zaman ini. Namun keheranan itu terjawab dengan hasil  nyata yang ia lihat dengan mata kepala sendiri. Mu`adz bin `Amru bin Al-Jamuh – salah satu pemuda tadi - dengan keberanian puncak berhasil menerobos pengawalan ketat pengawal Abu Jahal. Dengan sigap dan cekatan - ketika berhasil mendekat ke tempat Abu Jahal - ia langsung menebaskan pedang ke betis Abu Jahal. Sekali tebas, kaki Abu Jahal buntung. Dalam kondisi demikian Abu Jahal kehilangan kontrol lantas jatuh terhuyung. Tidak hanya sampai di sini. Pemuda lain yang bernama Mu`awwidz bin `Afra` dengan lekas dan ganggas menebaskan pedang ke tubuh Abu Jahal. Abu Jahalpun sekarat hingga mengeluarkan busa. Kemudian perlawanan Mu`awwidz yang begitu gemilang tuntas dengan kesyahidan. Ketika ibnu Mas`ud melihat kondisi Abu Jahal yang sedang sekarat, akhirnya denga lekas kepala Abu Jahal ditebas.

            Sungguh menyedihkan; sangat memilukan; amat menghinakan. Kebesaran yang dimiliki lenyap seketika. Keangkuhan yang mendarah daging sirna seketika. Kemana kesombongan dan kecongkakan yang dulu didendangkan. Bukan mendapatkan kematian terhormat dengan mati ditangan pahlawan besar, tapi malah mati di tangan kedua anak muda yang belia beserta orang yang dianggap sangat lemah dan papa yaitu ibnu Mas`ud. Bisakah akal sehat menganalisa dan menerangkan apa sebenarnya rahasia dibalik kesuksesan gemilang ini? Ingat firman Allah: “Katakanlah! Telah datang yang haq dan yang batil lenyap, sesungguhnya kebatilan (pasti) lenyap”. Ini sebagai pembelajaran yang berharga bagi siapa saja para penguasai yang zalim, lalim, bengis, kejam, dan merintangi kebenaran. Akhir yang tragis pasti akan dialaimi. Dia akan buntung. Buntung bukan saja dalam makna tekstual fisik tapi juga bisa berarti kontekstual non-fisik. Bisa buntung jabatan, ketenaran, kebahagiaan, kekayaan, dan lain sebagainya yang berkenaan dengan eksistensinya sebagai penguasa. Akan ada selalu pemuda layaknya Musa; layaknya Mu`adz dan Mu`awwidz yang akan membuntungkan Fir`aun-Fir`aun hingga mati terhuyung.
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan