Home » » Muda Alim dan Brilian

Muda Alim dan Brilian

Written By Amoe Hirata on Kamis, 24 April 2014 | 19.57

                 Masa muda adalah masa emas. Masa di mana semangat begitu menggelora; masa di mana jiwa dipenuhi oleh rasa penasaran yang begitu besar; masa di mana keinginan dan obsesi begitu tinggi; masa di mana manusia gampang dipengaruhi; masa di mana manusia mencari jati diri. Dengan demikian masa muda adalah masa potensial untuk melakukan perubahan-perubahan, kerja-kerja yang lekas dan produktif meski untuk menstabilkannya masih perlu kebijaksanaan orang tua. Masa emas ini sangat potensial, baik digunakan untuk hal yang positif maupun negatif. Pepatah Arab mengatakan mengenai potensialitas waktu: belajar di waktu muda bagaikan mengukir di atas batu, sedangkan belajar di waktu tua bagaikan mengukir di atas air. Bandingkan jarak yang sedemikian membentang antara masa muda dan masa tua. Karena masa muda sedemikian potensial dan amat berharga, maka tak heranlah Nabi begitu mewanti-wanti umatnya untuk menjaganya. Suatu saat beliau bersabda: Manfaatkanlah lima perkara sebelum datang lima perkara .........(diantaranya) masa muda sebelum masa tua......Dan ketika diakhirat nanti salah satu hal yang ditanyakan oleh Allah ialah masa muda dihabiskan untuk apa.
            Perubahan-perubahan besar biasanya dimotori oleh para pemuda. Anda tahu ashabu al-Kahfi? Mereka itu disebut al-Qur`an sebagai pemuda. Isma`il bin Ibrahim ketika mau disembelih juga terhitung muda. Yahya bin Zakariya, Isa bin Maryam juga masih terhitung muda. Yang menakjubkan lagi ialah kenyataan sejarah para sahabat bahwa kebanyakan di antara mereka yang masuk Islam pertama adalah para pemuda. Kita mengenal, Ali bin Abi Thalib(10 tahun), Sa`ad bin Abi Waqash(17 tahun), Zubair bin Al-Awwaam(15 tahun), Thalha bin Ubaidillah(16 tahun). Kita juga mendengar sahabat yang bernama Mu`adz bin `Amru bin al-Jamuh sewaktu di perang Badar mencari Abu Jahal, usianya baru 13 tahun, sedangkan Mu`awwidz bin al-`Afraa` berusia 14 tahun, ada lagi misalkan ibnu Umar, Zaid bin Tsabit, ibnu Abbas dan lain sebagainya yang masih tergolong muda.
            Kalau kita perhatikan dalam sirah nabawiyah kita akan menemukan kenyataan penting bahwa fokus Nabi Muhammad pada dakwah pertamanya di Makkah ialah pada pemuda. Mengapa demikian? Karena masa muda adalah masa di mana usia masih segar dan tidak terkontaminasi dengan pemikiran dan idiologi yang mengakar; karena pemuda biasanya penasaran dan suka terhadap hal yang baru; karena masa muda dipenuhi semangat yang sedemikian tinggi hingga tak kenal kata mustahil; karena tenaganya masih terhitung kuat dan tak kenal lelah; karena pemuda lebih gesit dan cekatan. Dengan demikian kita mengetahui betapa penting dan berharganya masa muda. Siapa saja yang mampu mengendalikan dan menguasai pemuda maka dia akan mampu menciptakan perubahan-perubahan yang luar biasa. Anda tentu tahu pahlawan-pahlawan di negeri Indonesia. Mereka para pejuang seperti: Soekarno, Hatta, Natsir, Wahid Hasyim dan lain sebagainya terhitung masih muda ketika berjuang mewujudkan kemerdekaan. Kita tentu ingat pula tentang statemen Soekarno berupa: "Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya ...Beri aku 10 pemuda,niscaya akan kuguncangkan dunia". Lihat betapa dahsyat potensi yang dimiliki oleh pemuda.
            Meski masa muda adalah masa yang amat potensial, namun di sisi lain juga masa yang rawan. Ia rawan terjerembab pada jurang kenistaan jika tak diarahkan pada yang positif. Karena pemuda gampang dipengaruhi, kurang bijak, dan cendrung mengedepankan emosi dari pada akal budi. Karena itu kita akan kesusahan mendapatkan pemuda yang alim, brilian dan bijak sekaligus. Sebagaimana ungkapan Nabi ketika menyebutkan 7 golongan yang akan dinaungi oleh Allah pada hari kiamat diantaranya ialah: ...pemuda yang tumbuh berkembang dalam bingkai ibadah kepada Allah. Maka dari itu pengarahan terhadap generasi muda sangat niscaya untuk diperhatikan. Aset yang begitu besar ini jika disia-siakan maka masa depan yang cerah akan sirna. Karena itu juga, kerusakan suatu bangsa ditandai dengan rusaknya pemuda. Jika pemuda rusak, maka generasi penerus perjuangan bangsa akan musnah. Kemusnahan pemuda berarti kematian suatu bangsa. Kematian bangsa berarti kematian suatu peradaban.

Dalam sejarah emas sahabat kita tentu tahu nama Abdullah bin Abbas. Ia adalah sahabat yang sangat muda yang mendapat keberuntungan besar berupa doa Nabi yang berbunyi: Ya Allah pahamkan ia dalam agama dan ajarilah ia ta`wil(tafsir). Ia enerjik, semangat, penuh gelora, lebih dari itu semua ia juga alim dan brilian. Bayangkan ketika Nabi meninggal ia baru berusia 13 tahun, namun ilmunya begitu luas dan dalam. Sampai-sampai ia dijuluki sebagai habru al-Ummah(orang alim umat ini), dan imamu al-mufassirin(imamnya para penafsir). Kebrilianan dan kealimannya dalam bidang tafsir sungguh teruji. Ketika turun surat an-Nashr, Umar bin Khathab bertanya tafsirannya kepada sahabat-sahabat besar, waktu itu beliau mengikutsertakan Abdullah bin Abbas, para sahabat besarpun keheranan, mengapa anak sekecil itu disandingkan dengan sahabat-sahabat besar. Ketika sahabat ditanya tafsiran surat an-Nashr, mereka hanya menjawab sebagaimana alur ayat yaitu jika datang pertolongan dan kemenangan maka maka harus bertasbih memuji dan minta ampun pada-Nya. Lalu Umar bertanya pada ibnu Abbas, tentang tafsirannya. Ibnu Abbas mengatakan ayat ini menandakan dekatnya ajal Nabi. Umar terkagum-kagum mendengar jawabannya karena di samping sesuai dengan pendapatnya, tafsiran ini terhitung sangat langkah dan tidak didapati dari sahabat-sahabat besar sekalipun. Setelah itu mereka mengakui dan percaya betapa anak yang begitu muda ini memang betul-betul alim, cerdas dan brilian. Coba kita bermimpi sejenak, merencanakan, mengusahakan sedemikian rupa untuk mengkader generasi-generasi macam ibnu Abbas. Bukan hanya muda, tapi juga alim dan brilian; bukan hanya muda tetapi taat dan bijak. Dengan pemuda kita merancang masa depan cerah.
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan