Home » » Patriotisme, Romantisme, Intrik dan Konspirasi di Bumi Bahgdad

Patriotisme, Romantisme, Intrik dan Konspirasi di Bumi Bahgdad

Written By Amoe Hirata on Sabtu, 26 April 2014 | 08.32


Judul Resensi :

Patriotisme, Romantisme, Intrik dan Konspirasi di Bumi Bahgdad.

Data Buku     :
Judul Buku                  : The Downfall of the Dynasti Khianat di Tanah Baghdad.
Kategori                      : Fiksi Sejarah.
Pengarang                   : Indra Gunawan, Lc.
Penerbit                       : Salamadani,  PT Grafindo Media Pratama.
Alamat Penerbit           : Jl. Pasir Wangi No. I Pasirluyu, Soekarno Hatta-Bandung 40254.
Edisi Cetakan              : Pertama.
Tahun Terbit               : Maret 2013.
Tebal Buku                 : 378 Halaman.
Tipe                             : Soft Cover.
Harga Buku                 : 64.000.


Apa jadinya jika kemegahan kota Baghdad, sebagai simbol keindahan peradaban Islam yang telah berdiri selama kurang-lebih 5 abad di bawah naungan kekuasaan dinasti Abbasiyah harus porak-poranda dibumihanguskan oleh kekuatan yang samasekali tak diperhitungkan sebelumnya. Adalah pasukan Mongol, Tartar yang disatukan Jengis Khan - menjadi kekuatan besar - menyerupa momok yang sangat menakutkan bagi peradaban-peradaban besar kala itu. Tak hanya Islam, peradaban-peradaban lain selain Islam juga turut dibuat kalang kabut menghadapinya. Dunia yang ketika itu tidur terlelap dengan aneka kesenangan, hedonisme dan kemegahan harus segera tersadar dari kenikmatan sesaatnya. Akan datang suatu kaum mengerikan, mereka bukan manusia. Mereka membantai manusia dengan suka cita. Tanpa merasa berdosa membunuh yang terluka, mencincang-cincang anggota tubuh. Mereka binatang haus darah yang menjelma manusia.

Buku novel fiksi sejarah  ini dicetak oleh penerbit buku: “ Salamadani, PT Grafindo Media Pratama, Bandung”. Pengarang mahasiswa Al-Azhar yang konsentrasi studi S2nya di bidang sejarah dan peradaban Islam. Penulis merupakan alumni pondok pesantren modern Gontor, Ponorogo Jawa Timur. Di Mesir penulis tergolong mahasiswa yang aktif dan organisatoris. Aktif di berbagai organisasi, produktif dalam menulis, dan kerapkali menjuarai berbagai perlombaan karya tulis yang diadakan organisasi kemahasiswaan di Mesir. Diantara karya-karya yang ditulisnya diantaranya: Fiksi(Kidung Doa di Taman Kurma, Kado untuk Mujahid, Apa Kabarmu di Alam Sana, dan Novel Takdir Cinta), Non Fiksi(Timur Tengah dalam Lintas & Pascakemerdekaan,dan Laskae Syuhada`).

Novel Fiksi Sejarah yang ditulis oleh Indra Sanmeazza ini menceritakan sepenggal kisah dari peradaban panjang sejarah umat Islam yang ternoda. Di pelataran sejarah umat Islam, ada beberapa masa yang teranggap sebagai masa kelam. Setting dan latar sejarah yang dipakai penulis ialah saat-saat menjelang kejatuhan dinasti Abbasiyah di Baghdad. Kala itu kondisi umat Islam sangatlah memilukan. Fenomena perebutan kekuasaan, perpecahan, budaya hedonis begitu menjangkit pada kebanyakan orang di masa itu. Syarat-syarat kehancuran suatu peradaban sudah sangat terpenuhi. Umat Islam kala itu, sebagaimana sabda Nabi, sudah terjangkit virus yang mematikan berupa: Wahn( cinta dunia dan takut mati). Karena itulah sangatlah wajar jika ada upaya ‘Operasi Ketuhanan’ yang mewujud serangan-serangan tentara mongol yang ‘Maha Ganas’dan menakutkan untuk mecabut virus mematikan itu sampai akar-akarnya sehingga menjadi sehat kembali.

Melalui tokoh imaginer seperti Ali, Jamal, Zaid, Zahra dan Malikah, penulis secara apik mampu menggambarkan kondisi yang sangat memilukan kala itu. Di dalamnya digambarkan adanya cinta, perjuangan, penghianatan, keculasan dan pengorbanan. Romantisme antara Jamal dan Zahra begitu mengharukan. Suatu gambaran cinta yang sejati yang tak dikuasai nafsu. Keduanya saling mencintai meski dinding ideologi Syiah-Sunni menghalangi. Namun cinta Jamal dan Zahrah tak membutakan keduanya. Ada cinta yang lebih hakiki yang harus diperjuangkan. Nasib bangsa harus diperjuangkan melebihi cintanya ke pada Zahra. Jamal telah lulus ujian cinta hingga menemui syahidnya. Di dalamnya juga digambarkan tentang kelicikan, penghianatan dan kospirasi Wazir ibnu Al-Qomi yang sangat membuat gregetan pembaca. Bagaimana tidak, seorang yang diberi fasilitas dan kedudukan mulia sepertinya oleh Khalifah al-Musta`shim Billah, samasekali tak tahu budi. Ia menyerupa duri dalam selimut, menyerupa serigala berbulu domba. Melalui tangan dingin dan kelicikannya keruntuhan kota Baghdad tak  bisa dielakkan. Di dalamnya ada patriotisme, kesetiaan dan perjuangan. Bagaimana Ali, yang sangat setia mendampingi Khalifah hingga menemui ajalnya di tangan tentara mongol. Bagaimana Zaid yang sangan cinta terhadap ilmu, berusaha sedemikian rupa untuk mempertahankan Baitul Hikmah, menyelamatkan buku-buku di dalamnya. Ia menganggap buku-buku yang berada di dalamnya lebih bernilai dari dirinya. Bagaimana Jamal, dengan tangan buntungnya, tetep berusaha sekuat tenaga menyelamatkan sisa-sisa penduduk yang masih hidup, hingga ia mendapat syahidnya. Anekaragam watak dan karakter yang berada di dalam buku ini benar-benar akan membuat pembaca sekalian haru, kesal, dan bangga terhadap masing-masing tokoh yang diangkat di dalamnya. Dengan sangat piawai dan brilian, melalui tokoh tadai penulis mampu mengaduk-aduk perasaan pembaca.

Novel ini sangat bagus bagi siapa saja yang ingin mengetahui sejarah kelam keruntuhan dinasti Abbasiyah. Dengan bahasa yang renyah, mengalir dan indah penulis mampu dengan sukses membuat pembaca berdecak kagum. Bahwa kesan kebanyakan orang tentang sejarah yang dianggap menjemukan, membosankan akan samasekali lebur di sini. Melalui novel fiksi sejarah ini, kita bisa menikmati sejarah dengan nyaman, berkesan dan tak menjemukan. Tak hanya itu dengan bahasa yang sederhana dan mudah, para pembaca akan mampu meneguk mata air hikmah di dalamnya. Secara implisit penulis menyajikan berbagaimacam fenomena sejarah kala itu yang sarat akan hikmah dan pelajaran berharga. Tanpa diambil hikmah dan pelajaran apalah guna sejarah. Dari kisah keruntuhan kota Baghdad misalnya pelajaran penting yang bisa diambil ialah adanya sunatullah berupa: percekcokan, perselisihan hanya akan membawa kepada kehancuran. Waktu itu kondisi kaum muslimin sangat memilukan. Perpecahan terjadi di sana-sini. Terjadi perebutan kekuasaan. Khalifah dininabobokkan dengan gelimang harta dan dunia, sehingga lupa dengan kepemimpinannya. Umat yang mempunyai ciri-ciri yang sama dengan penduduk Bahgdad kala itu tak pelak lagi akan mengalami kehancuran yang sama. Sebagaimana kata penulis bahwa sejarah kembali terulang, meski tempat dan pelakunya berbeda. Dari kisah Jamal dan Zahra pembaca akan menemukan pelajaran penting bahwa cinta pribadi harus diarahkan kepada cinta yang lebih hakiki, yaitu cinta pada Allah dengan berjuang sekuat tenaga walau nyawa taruhannya. Demikian juga Ali dan Zaid yang tetap setia berjuang demi sesuatu yang lebih sejati ketimbang mementingkan diri sendiri. Semua pelajaran itu, bahkan lebih akan bisa pembaca dapatkan dari novel ini. Yang perlu disinggung juga di sini ialah idealisme penulis melalui persahabatan Jamal yang sunni dengan Ali yang Syiah. Melalui persahabatan mereka berdua penulis mau menyatukan kembali umat Islam centangperenang dihinggapi virus perselisihan dan perpecahan. Bahwa yang selama ini menghancurkan kita diantaranya perselisihan yang tak ada henti. Dengan persatuanlah umat Islam akan mendapat kejayaan.

Secara umum buku cukup bagus dan ditulis dengan bahasa yang gampang dimengerti, sederhana dan bersastra. Namun dari pengalaman saya ada hal yang perlu dikritisi di sini yaitu ungkapan penulis pada halaman 64 dari isi buku yaitu: “Karakorum pesta pora berhari. Hethum I dan seluruh rombongan Armenia merasa kerasan tinggal di sana. Mereka menghabiskan waktu dengan bersenang-senang di istana. Tak terasa waktu  lewat begitu saja, tepat sejak kedatangan mereka,14 September 1254, mereka telah menetap dua minggu lebih. Hethum I segera teringan dengan amanat yang diemban. Akhirnya pada 1 November  1254  mereka bergerak meninggalkan Karakorum”. Yang menjadi masalah di sini ialah kata yang dicetak tebal. Penulis mengatakan Hethum I dan seluruh anggota Armenia menetap dua minggu lebih di Karakorum sejak tanggal 14 September 1254, tapi meninggalkan Karakorum baru pada tanggal 1 November 1254. Semestinya kalau dua minggu lebih yang tepat ialah meninggalkan Karakorum pada tanggal 1 Oktober 1254. Kalau 1 November 1254 baru meninggalkan Karakorum berarti Hethum I singgah di sana lebih dari satu bulan. Mungkin hanya itu yang perlu dikritisi. Namun secara umum penggunaan bahasa dan tata bahasanya sudah benar dan baik.

Akhirnya, bagi siapa saja yang ingin mendalami sejarah dengan baik, nikmat, nyaman dan tak membosankan maka selaiknya mebaca novel ini. Dengan membaca novel ini kita akan lebih dekat dengan sejarah. Orang yang mengerti dan menguasai sejarah adalah orang yang akan mampu memprediksi masa depannya. Dengan sejarah, bukan saja kita mengetahui fakta-fakta den kisah-kisah, lebih dari itu kita bisa belajar dan mengambil hikmah darinya. Kita bisa belajar bagaimana kebangkitan suatu kaum, bagaimana kehancuran suatu kaum. Semua akan kita dapat melalu jalur sejarah. Dan menariknya yang harus diperhatikan adalah ungkapan: Sejarah kembali terulang. Esensi sejarah akan senantiasa terulang meski latar, tokoh dan tempatnya berbeda. Kita mungkin masih ingat juga kata-kata Bung Karno: JASMERAH(Jangan melupakan sejarah). Dengan mengetahui sejarah kita semakin jaya.

(Sumengko, Rabu 06 November 2013).

By: Mahmud Budi Setiawan (Amoe Hirata).
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan