Judul Resensi :
Patriotisme, Romantisme, Intrik
dan Konspirasi di Bumi Bahgdad.
Data Buku :
Kategori : Fiksi Sejarah.
Pengarang : Indra Gunawan, Lc.
Penerbit : Salamadani, PT Grafindo Media Pratama.
Alamat Penerbit :
Jl. Pasir Wangi No. I Pasirluyu, Soekarno Hatta-Bandung 40254.
Edisi Cetakan : Pertama.
Tahun Terbit : Maret 2013.
Tebal Buku : 378 Halaman.
Tipe :
Soft Cover.
Harga Buku : 64.000.
Apa jadinya
jika kemegahan kota Baghdad, sebagai simbol keindahan peradaban Islam yang
telah berdiri selama kurang-lebih 5 abad di bawah naungan kekuasaan dinasti
Abbasiyah harus porak-poranda dibumihanguskan oleh kekuatan yang samasekali tak
diperhitungkan sebelumnya. Adalah pasukan Mongol, Tartar yang disatukan Jengis
Khan - menjadi kekuatan besar - menyerupa momok yang sangat menakutkan bagi
peradaban-peradaban besar kala itu. Tak hanya Islam, peradaban-peradaban lain selain
Islam juga turut dibuat kalang kabut menghadapinya. Dunia yang ketika itu tidur
terlelap dengan aneka kesenangan, hedonisme dan kemegahan harus segera tersadar
dari kenikmatan sesaatnya. Akan datang suatu kaum mengerikan, mereka bukan
manusia. Mereka membantai manusia dengan suka cita. Tanpa merasa berdosa
membunuh yang terluka, mencincang-cincang anggota tubuh. Mereka binatang haus
darah yang menjelma manusia.
Buku novel
fiksi sejarah ini dicetak oleh penerbit
buku: “ Salamadani, PT Grafindo Media Pratama, Bandung”. Pengarang mahasiswa
Al-Azhar yang konsentrasi studi S2nya di bidang sejarah dan peradaban Islam.
Penulis merupakan alumni pondok pesantren modern Gontor, Ponorogo Jawa Timur.
Di Mesir penulis tergolong mahasiswa yang aktif dan organisatoris. Aktif di
berbagai organisasi, produktif dalam menulis, dan kerapkali menjuarai berbagai
perlombaan karya tulis yang diadakan organisasi kemahasiswaan di Mesir.
Diantara karya-karya yang ditulisnya diantaranya: Fiksi(Kidung Doa di Taman
Kurma, Kado untuk Mujahid, Apa Kabarmu di Alam Sana, dan Novel Takdir Cinta),
Non Fiksi(Timur Tengah dalam Lintas & Pascakemerdekaan,dan Laskae
Syuhada`).
Novel Fiksi
Sejarah yang ditulis oleh Indra Sanmeazza ini menceritakan sepenggal kisah dari
peradaban panjang sejarah umat Islam yang ternoda. Di pelataran sejarah umat
Islam, ada beberapa masa yang teranggap sebagai masa kelam. Setting dan latar
sejarah yang dipakai penulis ialah saat-saat menjelang kejatuhan dinasti
Abbasiyah di Baghdad. Kala itu kondisi umat Islam sangatlah memilukan. Fenomena
perebutan kekuasaan, perpecahan, budaya hedonis begitu menjangkit pada
kebanyakan orang di masa itu. Syarat-syarat kehancuran suatu peradaban sudah
sangat terpenuhi. Umat Islam kala itu, sebagaimana sabda Nabi, sudah terjangkit
virus yang mematikan berupa: Wahn( cinta dunia dan takut mati). Karena
itulah sangatlah wajar jika ada upaya ‘Operasi Ketuhanan’ yang mewujud
serangan-serangan tentara mongol yang ‘Maha Ganas’dan menakutkan untuk mecabut
virus mematikan itu sampai akar-akarnya sehingga menjadi sehat kembali.
Melalui tokoh imaginer
seperti Ali, Jamal, Zaid, Zahra dan Malikah, penulis secara apik mampu
menggambarkan kondisi yang sangat memilukan kala itu. Di dalamnya digambarkan
adanya cinta, perjuangan, penghianatan, keculasan dan pengorbanan. Romantisme
antara Jamal dan Zahra begitu mengharukan. Suatu gambaran cinta yang sejati
yang tak dikuasai nafsu. Keduanya saling mencintai meski dinding ideologi
Syiah-Sunni menghalangi. Namun cinta Jamal dan Zahrah tak membutakan keduanya.
Ada cinta yang lebih hakiki yang harus diperjuangkan. Nasib bangsa harus
diperjuangkan melebihi cintanya ke pada Zahra. Jamal telah lulus ujian cinta
hingga menemui syahidnya. Di dalamnya juga digambarkan tentang kelicikan,
penghianatan dan kospirasi Wazir ibnu Al-Qomi yang sangat membuat gregetan
pembaca. Bagaimana tidak, seorang yang diberi fasilitas dan kedudukan mulia
sepertinya oleh Khalifah al-Musta`shim Billah, samasekali tak tahu budi. Ia
menyerupa duri dalam selimut, menyerupa serigala berbulu domba. Melalui tangan
dingin dan kelicikannya keruntuhan kota Baghdad tak bisa dielakkan. Di dalamnya ada patriotisme,
kesetiaan dan perjuangan. Bagaimana Ali, yang sangat setia mendampingi Khalifah
hingga menemui ajalnya di tangan tentara mongol. Bagaimana Zaid yang sangan
cinta terhadap ilmu, berusaha sedemikian rupa untuk mempertahankan Baitul
Hikmah, menyelamatkan buku-buku di dalamnya. Ia menganggap buku-buku yang
berada di dalamnya lebih bernilai dari dirinya. Bagaimana Jamal, dengan tangan
buntungnya, tetep berusaha sekuat tenaga menyelamatkan sisa-sisa penduduk yang
masih hidup, hingga ia mendapat syahidnya. Anekaragam watak dan karakter yang
berada di dalam buku ini benar-benar akan membuat pembaca sekalian haru, kesal,
dan bangga terhadap masing-masing tokoh yang diangkat di dalamnya. Dengan
sangat piawai dan brilian, melalui tokoh tadai penulis mampu mengaduk-aduk
perasaan pembaca.
Novel ini
sangat bagus bagi siapa saja yang ingin mengetahui sejarah kelam keruntuhan
dinasti Abbasiyah. Dengan bahasa yang renyah, mengalir dan indah penulis mampu
dengan sukses membuat pembaca berdecak kagum. Bahwa kesan kebanyakan orang
tentang sejarah yang dianggap menjemukan, membosankan akan samasekali lebur di
sini. Melalui novel fiksi sejarah ini, kita bisa menikmati sejarah dengan
nyaman, berkesan dan tak menjemukan. Tak hanya itu dengan bahasa yang sederhana
dan mudah, para pembaca akan mampu meneguk mata air hikmah di dalamnya. Secara
implisit penulis menyajikan berbagaimacam fenomena sejarah kala itu yang sarat
akan hikmah dan pelajaran berharga. Tanpa diambil hikmah dan pelajaran apalah
guna sejarah. Dari kisah keruntuhan kota Baghdad misalnya pelajaran penting
yang bisa diambil ialah adanya sunatullah berupa: percekcokan, perselisihan
hanya akan membawa kepada kehancuran. Waktu itu kondisi kaum muslimin sangat
memilukan. Perpecahan terjadi di sana-sini. Terjadi perebutan kekuasaan.
Khalifah dininabobokkan dengan gelimang harta dan dunia, sehingga lupa dengan kepemimpinannya. Umat yang mempunyai ciri-ciri yang sama
dengan penduduk Bahgdad kala itu tak pelak lagi akan mengalami kehancuran yang
sama. Sebagaimana kata penulis bahwa sejarah kembali terulang, meski tempat dan
pelakunya berbeda. Dari kisah Jamal dan Zahra pembaca akan menemukan pelajaran
penting bahwa cinta pribadi harus diarahkan kepada cinta yang lebih hakiki,
yaitu cinta pada Allah dengan berjuang sekuat tenaga walau nyawa taruhannya.
Demikian juga Ali dan Zaid yang tetap setia berjuang demi sesuatu yang lebih
sejati ketimbang mementingkan diri sendiri. Semua pelajaran itu, bahkan lebih
akan bisa pembaca dapatkan dari novel ini. Yang perlu disinggung juga di sini
ialah idealisme penulis melalui persahabatan Jamal yang sunni dengan Ali yang
Syiah. Melalui persahabatan mereka berdua penulis mau menyatukan kembali umat
Islam centangperenang dihinggapi virus perselisihan dan perpecahan. Bahwa yang
selama ini menghancurkan kita diantaranya perselisihan yang tak ada henti.
Dengan persatuanlah umat Islam akan mendapat kejayaan.
Secara
umum buku cukup bagus dan ditulis dengan bahasa yang gampang dimengerti,
sederhana dan bersastra. Namun dari pengalaman saya ada hal yang perlu
dikritisi di sini yaitu ungkapan penulis pada halaman 64 dari isi buku yaitu: “Karakorum pesta pora berhari. Hethum I dan seluruh rombongan
Armenia merasa kerasan tinggal di sana. Mereka menghabiskan waktu dengan
bersenang-senang di istana. Tak terasa waktu
lewat begitu saja, tepat sejak kedatangan mereka,14 September
1254, mereka telah menetap dua minggu lebih. Hethum I segera teringan
dengan amanat yang diemban. Akhirnya pada 1 November 1254
mereka bergerak meninggalkan Karakorum”. Yang menjadi masalah di sini ialah kata yang dicetak tebal.
Penulis mengatakan Hethum I dan seluruh anggota Armenia menetap dua minggu
lebih di Karakorum sejak tanggal 14 September 1254, tapi meninggalkan Karakorum
baru pada tanggal 1 November 1254. Semestinya kalau dua minggu lebih yang tepat
ialah meninggalkan Karakorum pada tanggal 1 Oktober 1254. Kalau 1 November 1254
baru meninggalkan Karakorum berarti Hethum I singgah di sana lebih dari satu
bulan. Mungkin hanya itu yang perlu dikritisi. Namun secara umum penggunaan
bahasa dan tata bahasanya sudah benar dan baik.
Akhirnya, bagi siapa saja yang ingin
mendalami sejarah dengan baik, nikmat, nyaman dan tak membosankan maka
selaiknya mebaca novel ini. Dengan membaca novel ini kita akan lebih dekat
dengan sejarah. Orang yang mengerti dan menguasai sejarah adalah orang yang
akan mampu memprediksi masa depannya. Dengan sejarah, bukan saja kita
mengetahui fakta-fakta den kisah-kisah, lebih dari itu kita bisa belajar dan
mengambil hikmah darinya. Kita bisa belajar bagaimana kebangkitan suatu kaum,
bagaimana kehancuran suatu kaum. Semua akan kita dapat melalu jalur sejarah.
Dan menariknya yang harus diperhatikan adalah ungkapan: Sejarah kembali
terulang. Esensi sejarah akan senantiasa terulang meski latar, tokoh dan
tempatnya berbeda. Kita mungkin masih ingat juga kata-kata Bung Karno:
JASMERAH(Jangan melupakan sejarah). Dengan mengetahui sejarah kita semakin jaya.
(Sumengko, Rabu 06 November 2013).
By: Mahmud Budi Setiawan (Amoe Hirata).
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !