Nikah
merupakan sunnatullah. Para Nabipun menjalankan sunnatullah ini.
Allah menciptakan manusia berlainan jenis berupa laki-laki dan perempuan
diantara fungsinya ialah terjalinnya pernikahan sehingga keturunan bisa lestari
dan bisa meneruskan estafeta tugas Adam sebagai hamba sekaligus khalifah di
muka bumi. Dengan demikian, orang yang sudah mampu menikah kemudian mau menikah,
berarti ia telah menjalankan sunnatullah. Bila manusia yang sudah mampu
menikah, namun tak mau menikah, atau mau menikah tapi dengan sesama jenis
berarti menyalahi sunnatullah dan sunnah Rasul. Nabi bersabda: Barangsiapa
benci pada sunnahku maka bukan termasuk golonganku(H.r. Bukhari, Muslim).
Dalam Islam, masalah pernikahan dibahas dengan sedemikian lengkap dan jelas.
Di dalam
syari`at nikah ada yang namanya syarat dan rukun yang harus dipenuhi. Diantara
syarat dan rukun nikah yang disepakati jumhur ulama` ialah adanya wali bagi
perempuan. Sedangkan yang boleh menjadi wali ialah hanya yang berkelamin
laki-laki. Di sepanjang sejarah peradaban umat Islam yang namanya perempuan itu
dinikahkah dengan wali laki-laki dan masih sejenis manusia. Namun ada yang
menarik dalam kehidupan sahabat Nabi Muhammad shallallahu `alaihi wasallam.
Ada sahabat wanita Nabi yang bernama Zainab binti Jahsyin yang kelak menjadi
istri Nabi. Pernikahannya dengan Nabi, menurut penuturannya sendiri ialah bukan
pernikahan biasa. Bukan pernikahan biasa karena yang menikahkannya ialah Allah
langsung dari langit ke tujuh.
Imam
Bukhari dalam kitab Jami` Shahih-nya meriwayatkan yang artinya sebagai
berikut: Zainab merasa bangga kepada istri-istri Nabi yang lain dengan omongan
berikut: “Yang menikahkan kalian dengan Rasulullah adalah
keluarga-keluarga kalian, sedangkan aku dinikahkan Allah dari atas tujuh langit”.
Siapa yang tidak bangga kalau dinikahkan oleh Allah, dan diabadikan dalam
ayat-ayat Al-Qur`an. Sangatlah wajar kalau ibunda Zainab merasa bangga. Namun
yang menjadi titik tekan tulisan ini bukanlah masalah dinikahkan oleh Tuhan
atau masalah kebanggaan dinikahkan Tuhan. Yang jadi titik tekan tulisan ini
ialah apa yang menyebabkan Zainab binti Jahsyin mendapat kemuliaan sebesar itu?
Faktor-faktor apa saja yang melatarinya? Kalau kita mau membuka lembaran
sejarah emas kehidupan istri-istri Nabi maka akan kita dapati bahwa Zainab
binti Jahsyin di samping memiliki paras cantik dia juga memiliki karakter dan
akhlak yang terpuji. Sebelum menikah dengan Rasulullah, ia dinikahkan dengan
Zaid bin Haritsah mantan anak angkat Rasulullah. Zaid berkulit hitam dan
memiliki paras yang tak begitu menarik dipandang, namun karena taat pada
Rasulullah Zainabpun mau menikah dengan Zaid bin Haritsah. Akhirnya, ketaatan
membawa hikmah yang sangat besar di baliknya. Pernikahan Zaid dan Zainab
ternyata pernikahan yang terpilih untuk membatalkan tradisi tabanni (adopsi)
anak dalam tradisi jahiliyah, dimana anak angkat akan dianggap seperti anak
kandung dan mewarisi harta. Dengan sabar, Zainab menjalaninya sampai akhirnya
perceraianpun tak terelakkan. Melalui titah Allah langsung, Nabi mendapat
perintah untuk menikahi Zainab. Sebelumnya di jaman jahiliyah, menikahi istri
anak angkat merupakan aib yang memalukan, karena seperti menikahi bekas istri
anaknya sendiri. Namun karena ini merupakan perintah Allah subhanahu
wata`ala maka Rasulullah pun menerimanya dengan penuh taat meski secara
manusiawi agak berat. Pelajaran pertama yang dapat diambil dari bunda Zainab
ialah ketaatan. Ketaatan kita pada Allah dan Rasul-Nya akan berbuah
kebahagiaan.
Zainab
binti Jahsyin termasuk dari wanita as-saabiqunal awaalun(orang-orang
yang terlebih dahulu masuk Islam). Hanya beliau yang kisah pernikahannya
diabadikan dalam al-Qur`an. Pensyari`atan jilbab juga berkaitan dengannya. Ia
memiliki sifat, kebiasaan dan akhlak sebagai berikut: rajin ibadah, tunduk,
khusyu`, rajin puasa, rajin shalat malam, sangat dermawan dan tak segan-segan
dalam membantu orang yang membutuhkan. Diantara gelarnya ialah: ummul
masaakin(ibu orang-orang miskin), mafza`ul aitaam(tempat berlindung
anak-anak yatim), malja`ul araamil(tempat berlindung wanita-wanita
janda). Tak hanya itu, beliau merupakan istri Nabi yang terampil bekerja
menjahit dan mendermakan hasil jahitannya fi sabilillah. Dari gambaran singkat
ini nampaklah keluhuran akhlak beliau. Suatu gambaran yang patut diteladani
oleh kaum hawa. Menjadi sosok mandiri, terampil, dermawan, rajin ibadah dan
senantiasa berjuang untuk kepentingan perjuangan Islam. Karena itulah sangat
pantas jika beliau merupakan wanita terpilih menjadi satu-satunya wanita yang
pernikahannya diabadikan Al-Qur`an. Bagi yang menginginkan kemuliaan dari
Allah, hendaknya banyak-banyak belajar dari keteladanan beliau.
Sebelum
meninggal, Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam pernah bersabda pada
istri-istrinya: Orang yang pertama kali menyusulku ialah yang paling panjang
tangannya. Setelah mendengar kata-kata Rasul tersebut, mereka mulai
menjulurkan tangan masing-masing dan ternyata Zainab binti Jahsyin yang
terpendek, karena secara postur memang lebih pendek dari A`isyah dan lainnya.
Mereka menyangka bahwa yang dimaksud paling panjang tangannya ialah secara
fisik. Namun setelah mereka tahu bahwa yang meninggal lebih dahulu ialah
Zainab, baru mereka mengerti bahwa yang dimaksud dengan panjang tangan ialah
bahwa ia bekerja secara mandiri dengan tangannya serta gemar bersedekah
denganhasil jerih payahnya. Lagi-lagi Zainab binti Jahsyin mendapatkan
penghargaan yang begitu mulia dari Rasulullah. Lebih dari itu, ia juga
meriwayatkan dari Rasulullah sebanyak 11 hadits. Dengan demikian beliau juga
punya perhatian besar dalam hal keilmuan, khususnya periwayatan hadits. Bagi
wanita muslimah yang ingin menjadi wanita muslimah teladan, dan ingin
mendapatkan kemuliaan begitu besar dari Allah, maka teladanilah sikap, sifat
dan amalan ibunda Zainab binti Jahsyin. Memang secara fisik beliau telah pergi.
Namun secara nilai-nilai budi, akan senantiasa abadi dan bisa diteladani.
Kemuliaanmu tergantung pada seberapa besar ketulusan dan pengorbananmu dalam
memperjuangkan agama Allah subhanahu wata`ala.
Sumengko, Selasa 12 November
2013, Pukul: 15: 38
By: Amoe Hirata
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !