Home » » Kisah Kasih Kasiah

Kisah Kasih Kasiah

Written By Amoe Hirata on Minggu, 27 April 2014 | 23.09


  29 April 2013 pukul 14:08
            Aku berharap sebelum memberi prakata untuk tulisan ini bahwa semoga kata “Kasiah”berasal dari bahasa Arab, “Khaasyi`ah” atau kalau tidak ya, “Kaasiyah”.Khaasyi`ahberarti khusyu`, tunduk. Kata khsyu` dan tunduk sangatlah pas dan merupakan kata kunci untuk mengetahui lebih banyak biografi beliau. Pada setiap sikap dan perilaku tersimpan kekhusyu`an dan ketundukan. Adapun Kaasiyah berarti yang memakai baju. Di setiap jengkal kehidupannya beliau seolah berbajukan nilai dan prinsip yang melatari sikap dan perilakunya. Nilai itu bersumber dari filosofi jawa dan Islam. Kalau ternyata nama beliau bukan dari bahasa Arab maka juga tidak apa-apa karena yang menjadi titik sentral dari berharga tidaknya seseorang yang utama bukan terletak pada bagus tidaknya namanya tetapi seberapa besar manfaat sosialnya. Sebaik-baik manusia ialah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya, sabda Nabi. Yang lebih dekat dan mentradisi ialah ada suatu budaya yang dipakai oleh masyarakat Sumengko, dan mungkin juga lainnya bahwa nama anak biasanya dikaitkan dengan nama orang tuanya. Kenapa Kasiah? Karena nama bapaknya ialah Kasemen, sederhananya begitu.
               Kalau aku mengangkat idiom “pejuang” jangan muluk-muluk berpikir bahwa beliau adalah pejuang nasional dan turut serta dalam dinamika perjuangan nasional. Pejuang disini cakupan wilayah dan teritorialnya hanya pada lingkup keluarga dan masyarakat. Prinsip-prinsip nilai perjuangan terkandung pada beliau. Beliau tegar, sabar, berani, pantang menyerah, dan kuat menahan sakit dan derita demi memegang suatu prinsip. Tak hanya itu, beliau juga mempunyai visi ke depan yang progresif yang mungkin jarang dimiliki oleh orang sedesanya. Visi itu ialah dia memimpikan punya anak yang terdidik dan bisa punya mushallah sendiri untuk diisi kegiatan pendidikan dan ibadah.   
              Pada masanya keinginan-keinginan itu mungkin dianggap mimpi dan khayalan. Hal ini bisa dilihat dari konteks budaya masyarakat Sumengko yang waktu itu hidup dengan kemelaratan dan kesusahan demi kesusahan. Buta huruf juga hampir merata. Jadi, untuk memperjuangkan kebutuhan primer berupa sandang pangan saja sudah sedemikian sulitnya kok  ini malah mengurusi mushalla dan pendidikan. Terlebih lagi Indonesia kala itu masih belum merdeka, penjajah jelas tidak akan memberi kesempatan pada pribumi untuk menjadi pintar kecuali dari kalangan priyayi itupun harus tunduk dan mengekor pada mereka. Namun pada akhirnya visi yang dia angankan tercapai. Mushalla bisa berdiri yang kemudian dinamakan al-Mahfud. Pendidikan juga berjalan dengan menjual tanahnya untuk progam yayasan yang diasuh oleh Bpk. Miran Ar-Rosyidi, dan cucunya bisa melajutkan tingkat belajarnya sampai keluar negeri. Ini semua berasal dari mimpi yang dibangun berdasarkan semangat yang tinggi dan kerja keras yang berkesinambungan.
                Beliau sangat tegar. Bayangkan hidup sejak kecil dengan kondisi susah dan melarat; rumah berpindah-pindah dan sejak kecil pula dia sudah ditinggal bapaknya,Kasemen karena ikut menjadi prajurit kompeni Belanda. Beliau juga pernah diusir orang dan pernah dizalimi hak-haknya. Bukan gusar dan memaki-maki tapi sabar dan tegar meliputi diri. Ketegaran membuahkan keindahan; kesabaran membuahkankebahagiaan. Hidupnya selalu diliputi praktik ketegaran demi ketegaran dalam menghadapi onak dan duri kehidupan. Bila derita sudah sedemikian tinggi memuncak tiada sikap yang lebih utama melainkan, mengadu pada Allah dan senyuman. Ya, senyuman merupakan obat internal psikologis untuk mengatasikegalauan-kegalauan yang dihadapi manusia dalam menghadapi penderitaan. Dan inimungkin hanya ada di Indonesia. Orang Indonesia mampu tersenyum dan ketawadalam kondisi tersusah sekalipun. Kalau kesulitan hanya dihadapi dengan hatisedih, marah dan mengutuknya maka energi yang dimiliki akan terbuang dengansia-sia. Namun jika penderitaan itu dihadapi dengan senyuman bahagia makaenergi akan terarah pada hal-hal positif dan masalah yang dihadapi akan mudah diselesaikan.
                Pekerjaan yang indah dan berbobot ialah jika dikerjakan tanpa pamrih. Itu yang kutemukan pada sosok beliau. Apa pamrih itu dilarang? Apa pamrih itu tabu? Apa pamrih ituaib? Bisa jadi demikian kalau orientasinya hanya untuk pribadai dan bersifatindividual. Namun, dari lembaran-lembaran kisahnya menggambarkan sedemikianjelas apa yang ia lakukan bukan semata untuk dirinya sendiri tapi untukkeluarga dan untuk masyarakat. Tiada pekerjaan yang lebih baik daripada menjadi orang yang bermanfaat bagi sosialnya. Sedangkan manfaat sosial akan semakin terasa jika dilakukan dengan dasar keikhlasan dan ketulusan tanpa pamrih. Padalembaran riwayat beliau aku menemukan kata, “tanpa pamrih”. Ini merupakan suatu stimulan jiwa yang membuat orang sedemikian tegar menjalankan aktifitas yang sedemikian melelahkan penuh penderitaan.
            Beliau mungkin memang tidak pernah mengenyam bangku sekolah. Beliau buta huruf. Tidak pernah belajar dalam dunia formal satupun. Walau demikian sebenarnya beliautidak pernah berhenti belajar. Gurunya adalah alam dan kehidupan. Darinya ia mendapat banyak pelajaran yang turut mempengaruhi polapikir dan sikap. Darialam pula beliau semakin mengerti betapa berartinya Tuhan. Walau sampai sekarangpun beliau tidak menyadari akan hal itu tapi pancaran-pancaran hikmah yang keluar dari lisannya merupakan hasil dari pembelajaran yang tidak pernah putus. Suatu saat beliau pernah memberi nasihat, “dermawanlah kepadasemua manusia!”. Kata-kata ini begitu melekat dalam jiwaku. Berlaku dermawan hanya pada sesama muslim saja sudah sedemikian sulit apa lagi kepada seluruh manusia. Kata-kata itu tidak akan lahir melainkan dari orang yang mempunyai kepedulian tinggi terhadap sosial. Seakan-akan beliau belajar padasalah satu nama Tuhan yaitu, “Ar-Rahman” Sang Maha Pengasih. Dalam hal mengasih, Allah tidak pernah membeda-bedakan antaran yang muslim dan bukan muslim. Baik muslim maupun bukan muslim diberi waktu yang sama; oksigen yang sama; angin; bumi; langit yang sama. Yang beda ialah ketika menyangkut urusan sayang. Sifat sayang hanya diberikan pada orang yang beriman padanya dan ini merupakan pantulan dari nama, “Ar-Rahim”.
              Pada masa modern ini mungkin banyak orang-orang pintar baik dalam urusan ilmu pengetahuan maupun agama. Tapi coba sesekali membuat penelitian kecil-kecilan untuk mengecek apakah kuantitas kepintaran seseorang berbanding lurus atau seimbangan dengan kuantitas amalan atau bahkan kualitasnya? Realita membuktikan bahwa antara kepintaran dan pengamalan acapkali mengalami kesenjangan yangdemikian jauh. Banyak orang pintar tapi kurang pintar beramal. Adapun beliau -sebagaimana yang aku tahu – tak banyak mengetahui pengetahuan dan ilmu tentang agama, namun apa yang diketahui dan dipahami benar-benar beliau jaga dan di-dawami;ditekuni sedemikian rupa meski dalam kondisi sakit. Hal ini bisa dilihat darisemangat beliau yang sedemikian menggebu dalam beribadah. Beliau tidak pernahabsen dari shalat jama`ah dan sunnah rawatib; puasa Senin dan Kamis juga takpernah tertinggal kecuali sakit keras; shalat Dzuhapun dilakukan dengansedemikian dawam; dan beliau selalu menghiasi sepertiga malamnya dengan shalatTahajud. Sedikit tapi dilakukan secara kontinyu dan dawam merupakan kebaikanyang amat tak ternilai harganya. Aku jadi ingat sabda Rasulullah Saw. , “ Amal yang dicintai oleh Allah ialah yang paling didawami / ditekuni meski sedikit”.Sekali lagi hal ini aku temukan pada diri beliau.
              Salah satu sisi lain dari ruang kepribadian beliau yang belum diungkap ialah, “KerjaKeras”. Hari-harinya diisi dengan etos kerja yang tinggi. Tidak ada toleransaiterhadap yang namanya kemalasan. Kemalasan adalah penyakit jiwa yang dapat menggerogoti semangat jiwa. Jika semangat jiwa sudah rapuh maka jembatan keinginan yang menghubungkan antara mimpi dan kenyataan  akan semakin terputus dan tidak akan bersambung.  Dan kalau kita mau jeli melihat biografi-biografi orang-orang besar di dunia maka akan kita dapatibahwa mereka, “pekerja keras”. Etos kerja yang demikian tinggi ini sudah beliaumiliki sejak kecil. Kondisi sulit rupanya turut berperan besar dalam menanamkan nilai kerja keras dalam kehidupan beliau. Semasa hidup mendiang suaminya beliau sedemikian setia menemani dengankerja keras. Membantunya bertani; berternak dan kerja-kerja lainnya demi mewujudkan kesuksesan.
              Sebenarnya masih banyak sisi-sisi lain dari biografi beliau yang bisa kita baca pada lembaran-lembaran berikutnya. Yang ingin aku tekankan pada pengantar ini ialahaku bersyukur mempunyai nenek seperti beliau. Darinya aku belajar banyak hal. Pelajaran yang mungkin tidak akan kujumpai dari sekolah-sekolah formal; pelajaran yangtidak akan kadaluarsa seiring dengan perkembangan jaman, karena yang beliau ajarkan adalah nilai dalam menyikapi dan menghadapi kehidupan, itu semua lahirdari semangat dan pengalaman yang ia dapatkan dalam mengarungi kehidupan ini.Akhirnya akan kupersembahkan beberapa bait puisi untuk beliau sebagai rasa bangga dan terimakasih yang terkira:

Pada setiap putaran                           Padasetiap putaran  
Waktu yang bergulir                          Waktuyang berjalan
Kau isi dengan                                    Kauisi dengan
Ketegaran                                           Keikhlasan     
Ketabahan                                          Ketulusan
Dan kerja keras                                  DanPengorbanan

Masa Kecil:

                Namaku Kasiah bin Kasemen.  Menurut KTP(Kartu TandaPenduduk) aku lahir pada tanggal 10 Maret 1937. Jadi sekarang tahun 2013 usiaku76 tahun. Tetapi menurut penegasan dari teman sebayaku sekarang usiaku sudahmenginjak 91 tahun, jadi kelahiranku sekitar tahun 1922, jauh sebelum Indonesia merdeka. Benar atau salah aku juga tidak tahu tapi yang pasti aku lahir sebelukemerdekaan Indonesia.
               Aku lahir di desa Sumengko Utara Rt: 17 Rw: 07 yang merupakan daerah Gresik Selatan, KecamatanWringinanom. Dinamakan Sumengko, karena dahulu kala di daerah Sumengko Utara bagian timur yang bernama Ringin, merupakan basis penanaman buah semangka.Baringkali nama Sumengko lahir dari situ.
Aku lahirdalam kondisi keluarga melarat, miskin dan kekurangan. Hidup sangat susah dansulit. Hidup berpindah-pindah dari satu desa ke desa lain untuk mempertahankanhidup. Aku lahir dalam kondisi dimana Indonesia belum merdeka. Aku sempatmelihat pasukan Kompeni Belanda berbaris membawa  bayonet di depan rumah mencari pejuangnasional.
               Sewaktu aku kecil ada beberapa jenis mainan yang biasa aku mainkan dengan teman-temankudiantaranya ialah sebagai berikut: Jonthet(Petak Umpet),TembongCingklaan[1](sunggi-sunggian),Jarak Enjo[2],Gempol Gonteng. Permainan-permainan tadi memang tidak sehebat dan sebaguspermainan-permainan modern, tapi menurutku secara kualitas bisa diadu.Permainanku lebih mengajarkan pada prinsip kerjasama, gotong royong danbersifat sosial. Bandingkan dengan permainan-permainan anak sekarangpermainannya terkesan egois dan mendidik anak tidak suka bersosial.
              Nama bapakkuadalah Kasemen pekerjaan tetapnya pada masa itu ialah membuat jalan raya dari aspalkemudian Dia mendaftarkan diri menjadi anggota Kompeni prajurit belanda. Sejaksaat itu aku ditinggal beliau. Usiaku waktu itu sekitar 7 tahun. Nama ibuku ialah Seninten bin Bruden. Setelah ditinggal bapakku, ibu nikah lagi dengan pakDra`i kemudian setelah meninggal Ia menikah lagi dengan pak Wiro kemudianmenikah legi dengan pak Jaiz. Dari kesemua bapak tiriku itu al-hamdulillah semuanyabaik kepadaku.
              Pada masa kecilku dulu yang namanya pacaran hanya sebatas jodoh-jodohan. Lain halnya dengan jaman sekarang, yang tingkat pacaran sudah sampai pada taraf pelanggaran agama dan perbuatan mesum. Waktu itu aku dijodohkan teman-teman dengan Masto. Selisihusiaku dengan dia sekitar 2 tahun. Dijodohkan oleh teman-teman seperti:Fadhlan, Saidi, Poniman, Pirto, Kasan, yang cewek hanya mbah Kasiah. Perjodohanwaktu kecil ini ternyata benar-benar terjadi dan ini merupakan awal karir cintaku bermula hingga nanti aku jadi istrinya.
               Aku pernah mengikuti kegiatan selama 4 hari di rumah Pak Tholabi, tapi karena disuruhmembeli al-Qur`an akhirnya tidak ngaji lagi, karena hidup saja susah apalagibeli al-Qur`an. Padahal waktu itu baru ngaji surat  Al-Fatihah. Mau bagaimana lagi kehidupan untukmencukupi kebutuhan pokok saja sudah sedemikian sulitnya apalagi harus beli-beli al-Qur`an, jadi semakin sulit akhirnya aku tidak mengaji.

Masa Remaja

             Sampai usiaku menginjak remajapun aku tidak pernah punya rumah tetap. Sejak kecil aku dan ibu sering ikut orang karena ibu dimusuhin oleh saudara-saudaranya. Banyak diantara saudara-saudaranya yang memusuhi ibuku. Penderitaan demi penderitaan selalukualami tapi aku jalani dengan penuh kesabaran. Lama-lam kebal juga aku denganyang namanya penderitaan.
             Suatu saat pamanku yang bernama Kaselan[saudara bapakku Kasemen] berkata:Nantikalau kamu punya anak cobaanmu besar. Kalau nanti punya anak belikanlahbuah-buahan 40 macam untuk ruwatan supaya slamet”.  Aku tidak menurutinya. Bukan karena murnitidak mau tapi memang karena alasan keuangan. Untuk makan sendiri saja susahapa lagi harus beli buah-buahan 40 jenis. Yang membuat aneh diriku hingga saatini ialah apa yang dikatakan oleh paman Kasemen itu terjadi. Banyak ujian yangkuhadapi ketika aku benar-benar punya anak.
Menjelang remaja pernah aku dilamar oleh Sang Perampok namanya Saprani dari Blumbang. Istrinya sangat banyak dan sering gonta-ganti istri. Dia memang sangat kaya tapi akutidak suka. Aku punya prinsip sendiri. Cinta tidak bisa ditukar dengan materi.Meski miskin yang penting cinta kehidupan akan bisa dilalui dengan romantis danindah.
Beberapa harisetelah itu aku dilamar oleh Masto yaitu cowok yang Jodoh-jodahan waktu kecildenganku yang tadi aku ceritakan akhirnya menjadi jodohku. Diselenggarakanlah akad nikah antara aku dan dia. Waktu itu aku nikah di Wringinanom dengan MasKawin 5 Sen.
              Sebagai sedikit gambaran kondisi Islam pada masa itu masih belum begitu diamalkan masih bercampur dengan tradisi hindu. Orang memeluk Islam hanya secara formalitas. Masih sedikit sekali orang yang sembahyang.

Masa Berkeluarga:
            Suamiku Masto termasuk suami yang suka judi dan selalu membikin hati resah. Berkali-kali aku disakiti olehnya dengan mencapakkanku. Pernah aku ditinggalnya selama 3 tahunkarena dibui di Pamekasan gara-gara tuduhan mencuri lombok mbok Buni. Tapi yangmembuatku salut dan cinta ialah dia tidak pernah menyakitiku secara fisik.Setiap kali dia pulang aku marahan aku pukul sekuatku dia hanya diam dan tidakmelawan. Kehidupan rumah tanggaku bersama dia sempat mengalami masalah. Akuperna dicerainya selama hampir tiga kali. Tapi karena sudah jodoh ya tetap sajajadi suami-istri sampai akhir hayatnya. Al-Hamdulillah ketika usianyasudah 40 tahun keatas dia taubat dengan taubat sesungguhnya.
             Aku mempunyai12 orang anak. Satu keguguran dan rata-rata meninggal sedangkan yang hiduphanya tiga anak. Diantara nama-namanya ialah: Suti, Kasiati, Seniman, Bawon,Bari, Tumina, Fathimah, Tumini, Sugiono, Darmono, Mari`ah. Rata-rata anak yangmeninggal masih berusia beberapa hari hingga 7 bulan. Yang cukup lama hanyamari`ah sampai usia 7 tahun. Yang masih hidup ialah Bawon, Tuminah, dan Tumini.Tumina mengalami kebisuan sejak kecil. Semua kualami dan kujalani dalamkondisi-kondisi sulit dan rumit. Penuh dengan kenangan yang mengharukan dan menyayathati.
               Aku mempunyai mimpi memiliki anak pinter dan berpendidikan karena itu anak-anakku yang masihhidup bersama anak angkatku Karsan aku ngajikan dan aku sekolahkan. Tujuanmenyekolahkan ialah supaya bisa mewariskan pada anak ilmu. Kalau mewariskandunia akan ribut tapi kalau ilmu maka tidak akan ribut. Aku mau mewariskan yanglebih kekal daripada sekedar materi. Aku mau membekali mereka nilai-nila yangbisa membuat mereka bertahan di tengah padang kehidupan yang penuh ujian dantantangan. Kalau hanya harta bisa jadi itu malah membuat mereka bertengkarbahkan saling bunuh membunuh. Namun impianku ini tak tergapai dengan baik.                                Tergapainya malah pada cucuku dari anak Tumini yaitu Mahmud Budi Setiawan yang bisa menamatkan pendidikannya hingga ke luar negeri yang bernama Mesir katanya.Dari sini aku belajar terkadang Allah tidak mengabulkan permohonan kita secara langsung, tetapi bisa jadi pada waktu yang panjang dan tidak disangka-sangka.Yang jelas kalau kita tulus dan yakin Allah pasti mengabulkannya.
           Hal yang tragis dan menyedihkan ketika aku diusir dari rumah. Akhirnya aku bersama suamiku Masto mondok di dekat rumah buyut Malika. Buyut Malika merupakanKiai pada masa itu, yang mengajar sembahyang dan ngaji. Waktu muda menjadimaling celuring.Maling Celuring ialah sebuatan bagi seorang kiai yangsalah satu pekerjaannya disamping jadi kia juga jadi maling hal ini terjadiuntuk memenuhi kebutuhan pokok. Pihak yang dicuri biasanya adalah orang-orangkaya yang tidak punya kepedulian terhadap orang miskin. Buyut Malikah padawaktu itu turut membantu memberi nasihat dan makanan kepada kami.
            Aku dan suamiku punya cita-cita yang terangan Jauh Ke depan. Cita-cita itu ialahpertama: “Pingin mempunyai tanah sendiri, untuk tempat anak cucu”. Akudan suamiku menginginkan punya tanah sendiri supaya anak dan cucu bisa tinggal berdampingan secara rukun dan tentram. Al-Hamdulillah dengan kerja kerasaku beserta suami bisa beli tanah sendiri dengan sangat luas. Kedua: “Pinginmendirikan langgar(tempat ibadah sendiri) dan kalau sudah punya nanti akuberazam akan senantiasa ke Masjid kecuali kalau sakit keras yang membuatkutidak bisa ke masjid”. Al-Hamdulillah keinginan ini terpenuhiakhirnya aku punya mushalla dengan tanah yang aku wakafkan. Mushalla ituberdiri pada tahun 1985 tepat pada waktu pernikahan anak angkatku Karsan. Waktu itu yang memberi nama dan meresmikan mushallahnya ialah KH. Abdullah SattarMadjid Ilyas seorang Kia dari Jamaah Pengajian Surabaya yang terkenal denganajakan kembali pada al-Qur`an dan assunnah dalam memahami agama. Mushalla diberi nama oleh Yai Sattar dengan nama al-Mahfudz Artinya yangterpelihara. Dengan harapan agar amalan-amalan jama`ah mushallah bisaterpelihara dengan baik. Mushallah baru diganti menjadi masjid sejak tahun 2000M.
               Waktu itu bersama suamiku, diantara pekerjaan kami ialah: tani, dagang kayu, ternakkambing, ternak sapi, ternak burung Dekuku. Semua kukerjakan dengan suamikudengan penuh kerja keras dan senang hati.
Pernah akudan suamiku dizalimi oleh keluarga pak Mudin. Tanah yang sudah kami belidirebut secara paksa. Akhirnya kamipun mengungsi. Tanah peninggalan untuksuamikupun diambil oleh orang. Hingga persengketaan itu meluas kepada jamaahmushalla.
                Aku sudah bertekad dan berazam dengan suamiku bahwa  “Aku tidak akan berhenti pergi shalat dimasjid selama aku mampu, dan aku akan selalu puasa sunah Senin dan Kamis selamaaku sehat”.
Merupakan kesedihan besar tatkala aku ditinggal suamiku Masto ia meninggal padabulan Ramadhan tahun 1999. Waktu itu yang mentalkinkan lailahailallahadalah cucuku Mahmud, dan pas ditalkin meninggal seketika itu juga. Aku merasasedih teman hidupku telah meninggalkanku ke alam baka.
              Keempat anakku termasuk anak angkatku Karsan aku nikahkan dengan biaya sendiri. Karsan nikah dengan Tuni kemudian dengan Halimah. Bawon nikah pertama dengan Trikemudian dengan Marpuah. Tuminah juga pernah nikah. Tumini menikah denganKasdi. Kenapa Kasdi karena dipercara mengerti agama. Pandangan ke depan ialah supaya anaknya kelak dibimbing oleh suami yang paham dengan agama.Al-Hamdulillah dari rahim Tuminilah lahir anak yang didambakan hingga bisaterdidik hingga ke luar negeri. Semoga antara ilmu yang didapat denganamalannya seseuai.
               Aku dan suamiku kenal Miran Arrosyidi pertamanya dikenalkan oleh menantuku Kasdi. Suatu saat Kasdi menuturkan pada suamiku, “Pak di Mbersuko ada seorang dai yangpintar dan bagus gaya penyampaiannya” akhir kata diajaklah Pak Miran kemushalla untuk ceramah dan akhirnya kami tertarik. Hari demi hari berjalannampaknya Miran semakin kukuh berdakwah di sini hingga dia punya keinginanuntuk mendirikan panti. Melihat semangatnya yang besar itu akhirnya pada tahun1996 aku sewakan tanah jatah untuk Bawon kepada Pak Miran. Melalui proses yangsedemikan panjang hingga sekarang tahun 2013 Miran mengalami kemajuan pesat. Disamping mempunyai panti sendiri ia juga bisa mendirikan sekolah dari tingkat TKsampai SMK. Aku ikhlas menjual tanahku jika untuk pendidikan. Aku pernahmewantikan : tanah boleh dibeli tapi nanti kalau ada cucuku ngaji atau ngajarjangan ditolak. Kegiatan pak Miran sepenuhnya kami dukung karena ini merupakankegiatan sosial religius yang bagus.
            Amalan harian yang aku dawami ialah: Shalat Dzuha setiap hari Senin dan Kamis, puasasunnah Senin dan Kamis, shalat Tahajjud, shalat berjama`ah di masjid, shalatsunnah rawatib, shalat sunah setelah wudlu. Adapun amalan mingguan yang rutinialah: Amal rutin ke masjid tiap hari Jum`at dan memberi anak-anak kecil uang.Sedangkan amalan bulanan ialah infak sosial masjid. Sedangkan tahunan ialahikut berkorban pada waktu hari raya Idul Adha.
            Sejak adanya mushallah hingga menjadi masjid al-hamdulillah masjid diisi dengan pengajian-pengajian dan pernah pada periode tertentu jumlah murid yang ngaji sangat banyak dan membludak. Merupakan kebanggaan yang luar biasa jika masjidbisa dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat.
            Diantara nasihatku kepada anak-anak dan cucu-cucuku ialah:
1.     Jangan tengkar dan hidup yang rukun.
2.     Dermawanlah kepada semua manusia.
3.     Kalau ada orang hutang segera diberi. Kalau tidakpunya, bilang segera dengan santun “Tidak Punya”.
4.     Sering-sering bantulah orang yang kesusahan.


[1]. Permainan sunggi-sunggian disertai dengan lempar bola dari kebaya. Yang kenalempar akan manjadi pihak yang menyunggi.
[2]. Permainan beregu dengan merentang tangan melingkar, yang jadi ditengah-tengah, bagi yang bisa melepas rentangan tangan maka dia bisa bebas darikurungan.
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan