“Manusia
Akhirat” adalah manusia biasa sebagaimana manusia lain yang tak maksum, tak
terlepas dari kesalahan, namun memiliki visi akhirat. Benar memang dia tetap
menjadi manusia biasa, namun apa yang dimiliki, apa yang dipunyai berupa anugerah
apa saja yang diberikan Allah padanya, selalu diupayakan dan diarahkan untuk
kepentingan akhirat. “Manusia Akhirat” tahu betul porsi keduniaan dan porsi
keakhiratan. Al-Quran menyatakan: Carilah pada apa-apa yang Allah datangkan
padamu (untuk kepentingan) akhirat tapi jangan melupakan bagianmu dari
(sebagian) dunia. Yang membedakan “Manusia Akhirat” dengan “Manusia Dunia”
ialah bahwa “Manusia Akhirat” orientasi akhirnya akhirat namun tak melupakan
dunia. “Manusia Dunia” ialah manusia yang orientasinya sebatas dunia, kesadaran
yang dimiliki tidak mampu menembus batas-batas materi dunia untuk kepentingan
akhirat. Manusia tipe ini sangat sempit, miskin dimensi dan kurang luas
pandangan hidupnya. “Manusia Akhirat” memiliki kecendrungan mengakhiratkan
dunia dan mengakhiratkan akhirat. Sedangkan “Manusia Dunia” memiliki
kecendrungan menduniakan dunia dan menduniakan akhirat.
Kehidupan
generasi sahabat Nabi Muhammad shallallahu `alaihi wasallam adalah
cermin bening bagi “Manusia Akhirat”. Mereka memiliki profesi dan keahlian yang
beraneka ragam. Sebagai manusia yang hidup di dunia mereka juga melakukan
kegiatan-kegiatan duniawi. Kegiatan duniawi yang mereka lakukan tentu saja
dalam bingkai pandang akhirat. Jangan heran jika anda mendengar bahwa Abu Bakar
suatu waktu menginfakkan seluruh hartanya pada perang Tabuk; jangan heran
ketika ada sahabat yang belum sempat mandi junub lalu ikut serta berjihad
hingga syahid; jangan heran ketika ada sahabat yang pincang, buta namun tidak
menghalanginya untuk berpartisipasi jihad di medan laga; jangan heran kalau ada
sahabat menyukai kematian sebagaimana orang pada umumnya menyukai kehidupan;
jangan heran jika ada sahabat yang meninggalkan kemewahan kemudian menjadi
hidup yang sangat bersahaja bahkan melarat. Semua itu bisa dijawab dengan dua
kata yaitu: “MANUSIA AKHIRAT”. Bukan berarti ini merupakan monopli sahabat
Nabi. Bagi siapa saja yang meneladani mereka maka sangat berpeluang menjadi “Manusia
Akhirat”.
“Manusia
Akhirat” tahu betul bahwa dunia ini sementara. Karena tahu bahwa dunia ini
sementara, maka mereka saling bekerja sama untuk memanfaatkan waktu atau
kesempatan yang sementara itu dengan kegiatan yang bernilai akhirat. Kegiatan
apa saja yang orang lain pandang sebagai kegiatan yang sifatnya duniawi dan materil
belaka, mampu mereka ubah atau ditransformasikan menjadi nilai ruhani dan
ukhrawi. “Manusia Akhirat” pada waktu tertentu, sebagai mana “Manusia Dunia”,
mengalami lemah, lemas, loyo, capek dan lain sebagainya. Bedanya, “Manusia
Akhirat” menganggap gejala duniawi itu bukan sebagai hambatan, bukan sebagai
rintangan, bukan sebagai halangan. Mereka tidak mau berlarut-larut pada semua
itu. Karena mereka merasa juga sebagai manusia biasa mereka menyadari bahwa itu
pasti dialami. Yang membuat mereka senantiasa bangkit dan semangat ialah nafas
kesabaran yang memandu dan mengokohkan badannya menuju akhirat. “Manusia
Akhirat” tak patah arang meski dicibir orang; tak gampang goyah meski ditentang
manusia. “Manusia Akhirat” ingat benar kata Nabi: berikanlah setiap yang
mempunyai hak, haknya. Dengan demikian “Manusia Akhirat” mampu
mengkombinasikan,mampu mengharmonikan kehidupan dunia dan akhirat dengan sangat
baik dan indah.
“Manusia
Akhirat” paham betul bahwa: Sesungguhnya kehidupan akhirat benar-benar lebih
baik dari pada dunia. Namun mereka juga tahu, bahwa sesuai dengan skenario
Pencipta mereka harus menjalani jalan mustaqim menju keridhan-Nya.
Dengan sabar, tekun dan ulet mereka berjuang baik dalam sunyi dan ramai untuk
menyusuri jalan orang yang istiqamah(mustaqim) menuju keridhaan-Nya. “Manusia
Akhirat” ketika di dunia sangat merasa kangen dan rindu di tempat keabadiaannya
di akhirat. Mereka terus berjuang hingga ajal menjemput. Mungkin mereka harus
susah; mungkin mereka harus payah; mungkin mereka harus sedih; mungkin mereka
harus menderita demi memegang prinsip berupa orientasi akhirat, namun di balik
itu semua mereka tahu bahwa akhir atau ending mereka akan berbuah manis.
Jarang
yang mampu meneladani jejak mereka. Kebanyakan manusia yang ada adalah “Manusia
Dunia”. “Manusia Akhirat” siap berjuang dan berkorban demi cita-cita yang
luhur. “Manusia Akhirat” tidak pernah mendikotomi antara urusan ibadah dan
mu`amalah, antara dunia dan akhirat, semua diorientasikan untuk kepentingan
akhirat dan menuju Maha Pemberi Rahmat. “Manusia Akhirat” memiliki perhatian
besar dan peka terhadap urusan sosial. “Manusia Akhirat” memiliki prinsip bahwa
hidup dunia harus mempunyai dan menciptakan manfaat bagi orang lain. Mereka
mengingat betul sabda Nabi: sebaik-baik manusia ialah yang paling banyak
manfaatnya pada manusia lain. Uniknya, meski “Manusia Akhirat” adalah
manusia yang penuh semangat, sabar, antusias dan banyak amal, tapi mereka tidak
pernah pamrih dan menghitung-hitung amal, manfaat apa saja yang telah diberikan
selalu cepat dilupakan, untuk melakukan kerja dan manfaat yang lebih baik.
Mereka hampir dekat dikatakan manusia yang penuh karya. Meski dalam sikap dan
laku sangat bersahaja.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !