Home » » “Manusia Akhirat”

“Manusia Akhirat”

Written By Amoe Hirata on Kamis, 24 April 2014 | 20.12


            “Manusia Akhirat” adalah manusia biasa sebagaimana manusia lain yang tak maksum, tak terlepas dari kesalahan, namun memiliki visi akhirat. Benar memang dia tetap menjadi manusia biasa, namun apa yang dimiliki, apa yang dipunyai berupa anugerah apa saja yang diberikan Allah padanya, selalu diupayakan dan diarahkan untuk kepentingan akhirat. “Manusia Akhirat” tahu betul porsi keduniaan dan porsi keakhiratan. Al-Quran menyatakan: Carilah pada apa-apa yang Allah datangkan padamu (untuk kepentingan) akhirat tapi jangan melupakan bagianmu dari (sebagian) dunia. Yang membedakan “Manusia Akhirat” dengan “Manusia Dunia” ialah bahwa “Manusia Akhirat” orientasi akhirnya akhirat namun tak melupakan dunia. “Manusia Dunia” ialah manusia yang orientasinya sebatas dunia, kesadaran yang dimiliki tidak mampu menembus batas-batas materi dunia untuk kepentingan akhirat. Manusia tipe ini sangat sempit, miskin dimensi dan kurang luas pandangan hidupnya. “Manusia Akhirat” memiliki kecendrungan mengakhiratkan dunia dan mengakhiratkan akhirat. Sedangkan “Manusia Dunia” memiliki kecendrungan menduniakan dunia dan menduniakan akhirat.
            Kehidupan generasi sahabat Nabi Muhammad shallallahu `alaihi wasallam adalah cermin bening bagi “Manusia Akhirat”. Mereka memiliki profesi dan keahlian yang beraneka ragam. Sebagai manusia yang hidup di dunia mereka juga melakukan kegiatan-kegiatan duniawi. Kegiatan duniawi yang mereka lakukan tentu saja dalam bingkai pandang akhirat. Jangan heran jika anda mendengar bahwa Abu Bakar suatu waktu menginfakkan seluruh hartanya pada perang Tabuk; jangan heran ketika ada sahabat yang belum sempat mandi junub lalu ikut serta berjihad hingga syahid; jangan heran ketika ada sahabat yang pincang, buta namun tidak menghalanginya untuk berpartisipasi jihad di medan laga; jangan heran kalau ada sahabat menyukai kematian sebagaimana orang pada umumnya menyukai kehidupan; jangan heran jika ada sahabat yang meninggalkan kemewahan kemudian menjadi hidup yang sangat bersahaja bahkan melarat. Semua itu bisa dijawab dengan dua kata yaitu: “MANUSIA AKHIRAT”. Bukan berarti ini merupakan monopli sahabat Nabi. Bagi siapa saja yang meneladani mereka maka sangat berpeluang menjadi “Manusia Akhirat”.
            “Manusia Akhirat” tahu betul bahwa dunia ini sementara. Karena tahu bahwa dunia ini sementara, maka mereka saling bekerja sama untuk memanfaatkan waktu atau kesempatan yang sementara itu dengan kegiatan yang bernilai akhirat. Kegiatan apa saja yang orang lain pandang sebagai kegiatan yang sifatnya duniawi dan materil belaka, mampu mereka ubah atau ditransformasikan menjadi nilai ruhani dan ukhrawi. “Manusia Akhirat” pada waktu tertentu, sebagai mana “Manusia Dunia”, mengalami lemah, lemas, loyo, capek dan lain sebagainya. Bedanya, “Manusia Akhirat” menganggap gejala duniawi itu bukan sebagai hambatan, bukan sebagai rintangan, bukan sebagai halangan. Mereka tidak mau berlarut-larut pada semua itu. Karena mereka merasa juga sebagai manusia biasa mereka menyadari bahwa itu pasti dialami. Yang membuat mereka senantiasa bangkit dan semangat ialah nafas kesabaran yang memandu dan mengokohkan badannya menuju akhirat. “Manusia Akhirat” tak patah arang meski dicibir orang; tak gampang goyah meski ditentang manusia. “Manusia Akhirat” ingat benar kata Nabi: berikanlah setiap yang mempunyai hak, haknya. Dengan demikian “Manusia Akhirat” mampu mengkombinasikan,mampu mengharmonikan kehidupan dunia dan akhirat dengan sangat baik dan indah.
            “Manusia Akhirat” paham betul bahwa: Sesungguhnya kehidupan akhirat benar-benar lebih baik dari pada dunia. Namun mereka juga tahu, bahwa sesuai dengan skenario Pencipta mereka harus menjalani jalan mustaqim menju keridhan-Nya. Dengan sabar, tekun dan ulet mereka berjuang baik dalam sunyi dan ramai untuk menyusuri jalan orang yang istiqamah(mustaqim) menuju keridhaan-Nya. “Manusia Akhirat” ketika di dunia sangat merasa kangen dan rindu di tempat keabadiaannya di akhirat. Mereka terus berjuang hingga ajal menjemput. Mungkin mereka harus susah; mungkin mereka harus payah; mungkin mereka harus sedih; mungkin mereka harus menderita demi memegang prinsip berupa orientasi akhirat, namun di balik itu semua mereka tahu bahwa akhir atau ending mereka akan berbuah manis.
            Jarang yang mampu meneladani jejak mereka. Kebanyakan manusia yang ada adalah “Manusia Dunia”. “Manusia Akhirat” siap berjuang dan berkorban demi cita-cita yang luhur. “Manusia Akhirat” tidak pernah mendikotomi antara urusan ibadah dan mu`amalah, antara dunia dan akhirat, semua diorientasikan untuk kepentingan akhirat dan menuju Maha Pemberi Rahmat. “Manusia Akhirat” memiliki perhatian besar dan peka terhadap urusan sosial. “Manusia Akhirat” memiliki prinsip bahwa hidup dunia harus mempunyai dan menciptakan manfaat bagi orang lain. Mereka mengingat betul sabda Nabi: sebaik-baik manusia ialah yang paling banyak manfaatnya pada manusia lain. Uniknya, meski “Manusia Akhirat” adalah manusia yang penuh semangat, sabar, antusias dan banyak amal, tapi mereka tidak pernah pamrih dan menghitung-hitung amal, manfaat apa saja yang telah diberikan selalu cepat dilupakan, untuk melakukan kerja dan manfaat yang lebih baik. Mereka hampir dekat dikatakan manusia yang penuh karya. Meski dalam sikap dan laku sangat bersahaja.
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan