Home » » Manusia Komplet

Manusia Komplet

Written By Amoe Hirata on Kamis, 24 April 2014 | 20.11

            SESEKALI waktu coba anda luangkan untuk sekadar berjalan keluar rumah, mungkin ke se kolah, kantor, pabrik, tempat hiburan, tempat ibadah dan lain sebagainya di mana manusia berkumpul, berinteraksi satu sama lain. Setelah melihat, coba rasakan dengan intuisi batin anda, resapi dengan mata hati anda. Adakah mereka benar-benar menggambarkan manusia wungkul, manusia seutuhnya, manusia komplet. 
                Mungkin kalau sekadar badan, rata-rata memang normal, komplet, dan jangkep. Tapi resapi dan rasakan lebih jauh lagi. Adakah kerterkaitan dan kelaziman antara keutuhan anggota fisik manusia dengan struktur batin rohani mereka. Apakah antara yang dikata dengan yang di hati benar-benar utuh; apakah antara mental, pikiran dengan jasad sudah benar-benar utuh menyatu, se-iya se-kata?; apakah kalau mereka bilang gembira, bilang sedih, bilang berjuang, bilang berkarya sudah otomatis seratus persen mencerminkan kebenaran hatinya? 
           Kenyataan yang ada mengindikasikan sebaliknya. Banyak manusia yang secara fisik utuh namun secara spritualitas terpenggal-penggal memiliki kepribadian yang tak utuh. Apa yang dilakukan apa yang diperbuat kebanyakan bukan lagi dari dasar hati yang jernih, bukan lagi dari inti batin yang bersih. Terlalu banyak intimidasi, terlalu banyak tirani, terlalu banyak ironi yang membuat kemanusiannya tak utuh. Bagai gelas jatuh berkeping-keping, yang ada malah bikin celaka orang. 
               Tirani, dominasi, intimidasi, provokasi ini bisa timbul dari nafsu angkaranya, syahwat supra dahsyatnya, atau bisa juga dari manusia-manusia sejenisnya. Bila sudah demikian yang terjadi, maka manusia seakan terjerembab pada jurang hiprokasi, terjerumus pada dasar lembah kemunafikan. Jangan heran jika ada yang berkata iya tapi tidak; berjuang tapi cari uang; berpolitik untuk cari simpati. Ibarat sungai, sungai tak lagi jernih. Manusia semacam ini adalah manusia yang ganjil dan sama sekali tak utuh. Bila kondisinya benar semacam ini maka kita akan kesusahan mencari kemerdekaan, keluasan, ketentraman dan keadilan.
           Menjelang terjadinya perang Qadisiyah, ada sahabat yang diutus ke komandan Persia, Rustum. Di sela-sela pembicaraan sahabat itu berkata: “Allah telah mengutus kami untuk mengeluarkan manusia yang dikehendaki-Nya, dari penghambaan (sesama) hamba menuju kepada peenghambaan Allah (semata), dan dari kesempitan dunia menuju keluasannya, dan dari kezaliman agama-agama menuju keadilan Islam”. Simak baik-baik perkataan yang baru tertulis ini. Kata-kata ini mengandung kebebasan dan membebaskan; mengandung kemerdekaan dan memerdekakan; mengandung kemakmuran dan memakmurkan; mengandung keadilan dan menegakkan keadalan. 
           Bila ketiga unsur ini dimiliki oleh manusia maka tentu saja ia akan menjadi bahagia. Siapa yang tidak mau hidupnya bebas tiada tekanan, makmur dan tentram, sekaligus mendapatkan keadilan. Pasti ini merupakan idaman seseorang dalam mengarungi kehidupannya. Dari mana gerangan kata-kata arif ini terlantun? Kata-kata ini keluar dari seorang sahabat mulia bernama Rib`i bin `Amir Ats-Tsaqafi. Kata-kata ini keluar ketika ia diutus Sa`ad bin Abi Waqash untuk menemui panglima perang Persia yang bernama Rustum. Dengan pakaian alakadarnya dan sangat bersahaja, Rib`i mendatangi markas Rustum. 
            Waktu itu sudah disiapkan sedemikian rupa perhiasan-perhiasan seperti permadani dan emas sebagai suatu kebanggaan mereka. Rib`i sama sekali tak ta`jub dan terkesan dengan semua itu. Ia menambatkan kuda pendeknya seraya masuk sambil membawa tombak dan baju perangnya. Ketika mengetahui hal itu, para pengawal Rustum marah bukan main, lalu menyuruh Rib`i meletakkan senjatanya. Rib`i menolak dan berkata: “Aku kesini bukan karena keinginanku tapi kalianlah yang mengundangku, jika kalian tak mau dengan kondisiku yang seperti ini maka aku akan pergi”. Lihat betapa harga diri seorang Rib`i begitu besar sehingga Rustum pun membolehkannya tetap masuk, padahal tombak Rib`i merusak hiasan yang dipersiapkan. Rustum pun bertanya: “Kenapa kalian datang kemari?” Kemudian dijawab oleh Rib`i dengan jawaban seperti yang tertulis diatas tadi.
            Kisah Rib`i ini merupakan cerminan seorang manusia yang seutuhnya. Kepribadian dan mentalnya sama sekali tidak terpenggal oleh tekanan-tekanan di luar dirinya. Tidak ada pertentangan antara yang dikatakan dan dibatinkan. Ia menggambarkan sosok manusia yang bebas dari segala bentuk tirani dan penindasan manusia. Dengan memeluk Islam ia merasa merdeka dari segala macam tirani. Kemerdekaan dan kebebasan yang ia pahami bukan berarti bebas mutlak dan bebas nilai. Karena kebebasan dan kemerdekaan yang sesungguhnya ialah mengetahui bahwa manusia itu terbatas. Bahwa manusia itu makhluk yang lemah dan terbatas. Di atasnya ada Maha Yang Tak Terbatas Yang selalu memantau gerak-geriknya. 
                Dari sikap dan prinsipnya ia menemukan kemerdekaan dan kebebasan sejati. Yang menarik dari kata-katanya ialah bukan saja ia adalah manusia merdeka dan utuh, ia juga memiliki dan membawa misi agung Islam berupa memerdekakan manusia dari segala macam bentuk tirani dan penuhanan manusia. Tidak ada yang lebih utama kecuali Allah, dan yang terbaik di sisi Allah adalah mereka yang paling bertakwa. Ia juga membawa misi Islam yang tak kalah penting berupa keluasan, ketentraman, dan keadilan. Perjuangan dan pengorbanannya sebagai manusia muslim dirajut dengan semangat memerdekan manusia dari perbudakan manusia, meluaskan kesempitan fisik dan maknawi duniawi mereka, menegakkan keadilan hingga tegak terpancang kedamaian dan kebahagiaan. 
                 Manusia yang darinya tanggal unsur kemerdekaan, keluasan, keadilan adalah manusia yang bukan manusia. Manusia yang tak mampu mengawinkan dengan mesrah antara ruh dan raga, antara jasad dan hati, antara idealisme dan realisme. Benar mereka terlahir sebagai manusia secara fisik, tapi hatinya terkadang melebihi binatang, melebihi iblis. Misi besar yang disampaikan Rib`i bin `Amir adalah satu upaya untuk mengutuhkan manusia, memanusiakan manusia, mengembalikan manusia pada kesejatiannya.
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan