Manusia diciptakan Allah dengan memiliki sifat yang cendrung, ‘tergesah-gesah’. Allah berfirman dalam Al-Qur`an: “dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa”(Q.s. Al-Israa: 11). Sifat tergesah-gesah ini kalau diamati betul-betul akan dijumpai pada segenap aspek kehidupan. Misal saja tergesah-gesah dalam menilai amal seseorang. Ketika melihat orang ahli ibadah langsung diklaim sebagai orang alim. Ketika melihat orang yang ibadahnya biasa-biasa saja langsung dianggap tidak alim. Padahal sejatinya besar tidaknya suatu amalan tidak semata-mata dilihat dari besarnya amalan yang dilakukan.
Oke amalan besar itu sangat dianjurkan namun amalan besar `kan juga harus ditunjang dengan keikhlasan. Amalan besar tapi tak beriringkan ikhlas maka malah mengantarkan pelakunya menuju neraka. Sebagaimana hadits yang menjelaskan tentang orang ahli shalat, puasa, dan jihad masuk neraka gara-gara amalan yang tak ikhlas dan hanya mencari sanjungan. Adapun amalan yang sederhana di mata orang acapkali disepelekan dan tak begitu diindahkan. Padahal amalan biasa akan bernilai luar biasa jika diiringi dengan keikhlasan, sesuai petunjuk, dan dawam.
Ya amalan yang terlihat sederhana tapi dijalankan dengan ajek(tetap) maka akan mengantarkan orang pada kebahagian; amalan yang terlihat biasa, tapi dilakukan dengan dawam(tekun) maka akan mengantarkan orang pada kesuksesan; amalan yang terpandang bersahaja di mata orang, tapi diamalkan dengan kontinyu maka akan mengantarkan orang kepada kejayaan. Nabi sendiri menyatakan: Amal yang paling dicintai Allah ialah yang paling dawam(tetap) meskipun sedikit (H.r. Bukhari, Muslim dan Ahmad). Artinya apa? Justru yang membuat bernilainya sesuatu itu bukan terletak pada volume atau kuntitas, besarnya amal, lebih dari itu yang membuat bernilai ialah kontinuitasnya, kedawamannya, keajekkannya, dan ketetapannya.
Tak jarang ditemukan, orang yang beramal besar namun pada akhirnya gagal di tengah jalan lantaran tak mampu mendawaminya. Karena itulah letak kesuksesan amalan, di samping harus ikhlas dan sesuai petunjuk, ia harus memenuhi unsur dawam. Dawam mengandung kesabaran dan ketelatenan. Orang yang tak memiliki kesabaran dan ketelatenan maka akan sulit melakukan amal dengan dawam.
Kita ambil contoh misalkan membuang gangguan di jalan. Secara sepintas ini memang terlihat sederhana. Dalam hadits pun ini merupakan tingkat keimanan yang paling dasar. Namun sebenarnya jika hal ini dilakukan secara kontinyu dan dawam maka akan bermakna sangat besar dan sangat berpengaruh terhadap kualitas amal. Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda: (ada) orang yang berjalan (kemudian menjumpai) ranting pohon di jalan, lalu ia berkata:” demi Allah akan aku singkirkan ini dari orang-orang muslim(supaya) tidak menyakiti mereka”lalu ia dimasukkan surga(lantaran amalannya itu)(H.r. Muslim). Pada riwayat lain Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam bersabda: “Ketika seorang laki-laki berjalan (lalu) ia menemukan ranting duri di jalan, lalu ia singkirkan (duri itu), lantas bersyukur pada Allah, lalu ia diampuni disanya oleh Allah, insyaallah”(H.r. Muslim).
Lihatlah betapapun menyingkirkan gangguan dari jalanan terlihat sederhana dan kurang diperhatikan orang, namun mempunyai dampak kebaikan yang luar biasa bagi pelakunya. Karena menyingkirkan gangguan meski sederhana merupak ciri khas orang mukmin yang mana di antara sifat orang mukmin ialah menciptakan kondisi dan rasa aman pada lingkungannya. Bila amalan yang sederhana ini didawami dan dikerjakan secara kontinyu, maka akan membuahkan kebaikan yang sejatinya akan kembali kepada kita sendiri. Ada juga riwayat lain yang menyatakan seorang pelacur masuk surga hanya karena memberi minum anjing yang kehausan, dan masih banyak sekali kisah yang menunjukkan bahwa amalan sederhana bisa memasukkan orang ke dalam surga. Apa lagi dilakukan secara dawam, pasti akan semakin luar biasa, karena amalan yang paling disukai Allah ialah yang paling dawam, sebagamana yang telah di sebutkan tadi.
Dalam lembaran emas sejarah kehidupan para sahabat Nabi, ada kisah menarik yang bisa dipaparkan berkaitan dengan amal yang terlihat sederhana, dawam dan mengantar pada keberuntungan. Anas bin Malik radhiyallahu `anhu berkata: “(suatu hari) kami berada di masjid di sisi Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam lalu Rasulullah bersabda: “akan masuk dari pintu ini orang laki-laki yang termasuk penduduk surga”. Anas melanjutkan: lalu masuklah orang dari kalangan Anshar dari jenggotnya menetes air wudhu, ia menggantungkan sandalnya dengan tangannya, lalu mengucapkan salam pada Nabi sembari duduk. Anas berkata: “ketika pada hari ke dua Nabi bersabda: akan masuk dari pintu ini orang laki-laki penduduk surga.
Anas berkata: lalu masuklah orang yang kemaren masuk. Kemudian hari ketiga (juga demikian). Abdullah bin `Amru bin Ash: aku berkata pada diriku, ‘demi Allah aku akan menguji (seberapa besar) amalan orang yang telah masuk kemarin, mudah-mudahan aku bisa mengamalkan yang dilakukannya, lalu aku mendapatkan keutamaan besar ini yang mendapat kesaksian Nabi masuk surga selama tiga hari. Lalu datanglah `Amru ke rumah orang tersebut lalu berkata: “wahai paman – aku habis bertengkar dengan ayahku – aku ingin bermalam 3 hari di rumahmu, aku bersumpah pada diriku aku tidak akan bermalam dengan ayahku, jika engkau mengijinkan aku bermalam di rumahmu pada malam-malam itu maka lakukanlah”. Orang itu menjawab: “tidak apa-apa. Abdullah bin `Amru berkata: Lalu aku menginap di rumahnya selama tiga hari, demi Allah aku tidak melihat di melakukan banyak shalat dan baca(Qur`an), hanya saja ketika ia hendak tidur di ranjangnya ia berdzikir pada Allah, ketika adzan shubuh sudah dikumandangkan ia bangun lalu shalat.
Setelah tiga hari berlalu aku bertanya: “Wahai paman, demi Allah sebenarnya aku tidak bertengkar dengan ayahku, akan tetapi Rasulullah telah menyebutmu selama tiga hari bahwa engkau adalah termasuk penghuni surga, sedang aku tak melihat pada mu amalan yang lebih. Orang itu menjawab: sebagaimana yang kamu lihat nak. Ketika aku pergi ia memanggilku, lalu berkata: hanya saja ketika aku tidur malam pada hati saya tidak ada kecurangan(penipuan) pada orang muslim, dan aku tidak pernah dengki terhadap orang muslim yang diberikan Allah kebaikan. Kemudian Abdullah bin `Amru berkata padanya: “itulah yang membuat kamu mendapatkan apa yang kamu dapat(surga), dan itu yang tak mampu ku lakukan”(Hr. Abdurrazzaq dan Ahmad).
Perhatikan, pertama kali melihat amalan orang yang dijamin Nabi masuk Surga, Abdullah bin `Amru selama menginap di rumahnya tidak memandang ada amalan yang luar biasa, baru terakhir dijelaskan bahwa amalan yang biasa ia tekuni ialah ketika tidur ia berdzikir, tidak ada kecurangan dalam hatinya pada saudara muslim, demikian juga ia tidak pernah iri pada orang muslim yang diberi karunia kebaikan oleh Allah. Mungkin ini terasa sederhana, tapi justru itu yang membuatnya masuk surga. Kuncinya ia berusaha sedimikian rupa untuk mendawami tidak berbuat curang dan dengki terhadap orang lain sehingga ia mendapat kemulian jaminan menjadi penghuni surga. Mulai sekarang jangan pernah kita meremehkan amal meski terlihat sederhana. Asal dawam meski sederhana pasti akan mengantarkan pada kesejahteraan hidup kita baik di dunia maupun akhirat. Wallahu a`lam bis shawab.
Anas berkata: lalu masuklah orang yang kemaren masuk. Kemudian hari ketiga (juga demikian). Abdullah bin `Amru bin Ash: aku berkata pada diriku, ‘demi Allah aku akan menguji (seberapa besar) amalan orang yang telah masuk kemarin, mudah-mudahan aku bisa mengamalkan yang dilakukannya, lalu aku mendapatkan keutamaan besar ini yang mendapat kesaksian Nabi masuk surga selama tiga hari. Lalu datanglah `Amru ke rumah orang tersebut lalu berkata: “wahai paman – aku habis bertengkar dengan ayahku – aku ingin bermalam 3 hari di rumahmu, aku bersumpah pada diriku aku tidak akan bermalam dengan ayahku, jika engkau mengijinkan aku bermalam di rumahmu pada malam-malam itu maka lakukanlah”. Orang itu menjawab: “tidak apa-apa. Abdullah bin `Amru berkata: Lalu aku menginap di rumahnya selama tiga hari, demi Allah aku tidak melihat di melakukan banyak shalat dan baca(Qur`an), hanya saja ketika ia hendak tidur di ranjangnya ia berdzikir pada Allah, ketika adzan shubuh sudah dikumandangkan ia bangun lalu shalat.
Setelah tiga hari berlalu aku bertanya: “Wahai paman, demi Allah sebenarnya aku tidak bertengkar dengan ayahku, akan tetapi Rasulullah telah menyebutmu selama tiga hari bahwa engkau adalah termasuk penghuni surga, sedang aku tak melihat pada mu amalan yang lebih. Orang itu menjawab: sebagaimana yang kamu lihat nak. Ketika aku pergi ia memanggilku, lalu berkata: hanya saja ketika aku tidur malam pada hati saya tidak ada kecurangan(penipuan) pada orang muslim, dan aku tidak pernah dengki terhadap orang muslim yang diberikan Allah kebaikan. Kemudian Abdullah bin `Amru berkata padanya: “itulah yang membuat kamu mendapatkan apa yang kamu dapat(surga), dan itu yang tak mampu ku lakukan”(Hr. Abdurrazzaq dan Ahmad).
Perhatikan, pertama kali melihat amalan orang yang dijamin Nabi masuk Surga, Abdullah bin `Amru selama menginap di rumahnya tidak memandang ada amalan yang luar biasa, baru terakhir dijelaskan bahwa amalan yang biasa ia tekuni ialah ketika tidur ia berdzikir, tidak ada kecurangan dalam hatinya pada saudara muslim, demikian juga ia tidak pernah iri pada orang muslim yang diberi karunia kebaikan oleh Allah. Mungkin ini terasa sederhana, tapi justru itu yang membuatnya masuk surga. Kuncinya ia berusaha sedimikian rupa untuk mendawami tidak berbuat curang dan dengki terhadap orang lain sehingga ia mendapat kemulian jaminan menjadi penghuni surga. Mulai sekarang jangan pernah kita meremehkan amal meski terlihat sederhana. Asal dawam meski sederhana pasti akan mengantarkan pada kesejahteraan hidup kita baik di dunia maupun akhirat. Wallahu a`lam bis shawab.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !