Salam
secara sederhana biasa orang artikan sebagai: pernyataan hormat atau tabik.
Dengan pengertian yang sangat sederhana seperti ini maka, setiap komunitas baik
itu dibawahi oleh suatu sistem kesepakatan individu-sosial yang bernama
keluarga, desa, kabupaten, provinsi hingga negara, baik negara sendiri maupun
negara lain pasti mempunyai tata cara menyatakan hormat atau tabik pada orang
lain. Kalau kita mau kembali kepada asal kata salam, kata ini berasal dari
bahasa Arab yang artinya sejahtera, damai, selamat, sehat. Kemudian oleh agama
Islam dijadikan bukan saja sebagai tata-cara menghormati saudaranya tapi juga
sebagai semacam doa dan komitmen individu-sosial untuk senantiasa berusaha
menciptakan suatu kondisi di mana seorang muslim harus mampu menyelamatkan,
mensejahterakan, mendamaikan dan menjauhkan diri maupun sosial dari penyakit
fisik maupun rohani. Dengan pengertian seperti ini maka kita sangat mengerti
mengapa Nabi perna bersabda: maukah aku tunjukkan pada kalian suatu
perbuatan jika kalian melakukannya niscaya kalian akan saling mencintai?
Tebarkan salam di antara kalian. Jadi secari horisontal, salam mempunyai
efek yang sedemikian dahsyat bila benar-benar diterapkan secara benar dan
sebagaimana mestinya. Sedangkan secara vertikal kata salam juga dikaitkan
dengan rahmat dan berkah Tuhan. Coba perhatikan lafal salam dalam Islam: Assalamu`alaikum
warahmatullahi wabarakaatuh, Di situ tercantum rahmat dan berkat dari
Allah. Seakan ini menjadi semacam indikator kuat bahwa salam bukan saja untuk
menghormati; bukan hanya untuk menumbuhkan cinta-kasih sesama saudara; bukan
saja untuk mendoakan saudara tetapi juga sebagai upaya untuk mengharmoniskan
hubungan hamba dengan Tuhannya. Allah sendiri mempunya nama dengan akar kata
salam yaitu as-Salaam. Orang muslimpun yang diperintah untuk menebarkan salam,
juga berasal dari akar kata yang sama yaitu sin, lam dan mim. Nabi pernah
menyatakan: Muslim itu ialah orang yang muslim lainnya bisa terselamatkan
dari (kejahatan) lisan dan tangannya. Dengan demikian makna salam dalam
Islam jauh lebih luas dari sekadar memberi hormat; salam dalam Islam berjangkau
horisontal dan vertikal; bukan saja berskala dunia namun juga akhirat.
Dengan
pengertian di atas tadi, maka mendapat salam dari sesama manusia adalah suatu
kehormatan apa lagi jika salam itu berasal dari orang yang sangat penting. Lebih-lebih
jika yang salam itu ialah Tuhan Yang Menciptakan kita, atau malaikat yang
merupakan ‘staf Allah’ yang ditugaskan mengawasi gerak-gerik manusia. Pernahkah
di antara kita mendapatkan salam yang sungguh-sungguh luar biasa yang berasal
dari Allah atau malaikatnya. Mungkin kita akan menjawab: mana mungkin? Yang
paling memungkinkan itu para Nabi dan Rasul, sebab merekan kan mendapat wahyu
dari Allah melalui Jibril, sedang manusia biasa mana mampu?. Kalau kita mau
menilik sejarah emas sahabat-sahabat Nabi, maka kita akan menemukan kenyataan
sejarah bahwa hal itu benar-benar terjadi. Pernah ada salah seorang sahabat
yang mendapat salam dari Allah dan malaikat. Orang yang mendapat kemuliaan yang
begitu besar itu ialah istrinya sendiri yang bernama Khadijah. Kisah singkatnya
seperti riwayat berikut: "Wahai Rasulullah, ini adalah Khadijah, ia
datang dengan membawa sebuah bejana dan wadah yang berisikan lauk-makanan serta
minuman. Maka, jika ia telah sampai kepadamu, sampaikanlah kepadanya salam dari
Tuhannya dan dari ku, dan beritahukanlah kepadanya sebuah kabar gembira berupa
sebuah rumah di dalam surga yang terbuat dari kayu yang di dalamnya
menyenangkan, dan tidak ada kepayahan serta kesusahan.” (Hadits Riwayat
Bukhari). Allahu akbar...merupakan kebahagiaan dan kemuliaan yang sungguh luar
biasa, ada hamba yang bukan Nabi, manusia biasa seperti kita mendapat salam
dari Malaikat dan Allah. Kalau Allah sampai menyampaikan salam berarti
merupakan cinta dan jaminan bahwa orang tersebut akan terselamatkan dan
mendapat anugerah yang besar dari Allah baik di dunia maupun akhirat. Baca di
akhir hadits tadi, meski Khadijah masih hidup di dunia menemani Nabi Muhammad,
ia sudah diberi kabar gembira berupa masuk rumah di surga yang menyenangkan
serta tidak membuat payah dan susah.
Ketika
ada orang yang mendapat kemulian kita jangan hanya melihat kemuliaan yang
didapat. Berhenti hanya pada kemuliaan yang didapat tanpa mau mengerti dan
menyelidiki mengapa ia mendapat kemuliaan sejauh itu maka hal itu merupakan
gaya berpikir instan dan tidak akan berdampak positif pada diri kita. Kekaguman
pada kehebatan, kemuliaan, kedahsyatan harus diiringi dengan pengetahuan dan
pemahaman mengapa bisa hebat, mulia dan dahsyat. Ketika Khadijah mendapat
kemuliaan salam dari Allah dan malaikat, kita harus tahu juga lembaran sajarah
hidupnya yang bisa kita selidiki untuk mengetahui mengapa ia mendapat kemuliaan
tersebut. Kalau kita amati sejarah beliau, sejak muda beliau adalah perempuan
yang baik akhlaknya, bahkan di masa jahiliyah dia dikenal denga julukan
at-thahirah(yang suci), ia merupakan perempuan yang mampu menjaga kesucian
dirinya. Sewaktu menjadi istri Nabi, ia memerankan peran yang signifikan
sebagai istri shalihah. Kekayaannya digunakan seluruhnya untuk perjuangan Nabi.
Ia rela menderita, susah, payah demi menyokong dakwah Nabi. Ia tipe istri yang
tak gampang sambat. Ia mampu memposisikan diri sebagai penenang jiwa,
pelipur lara, penentram hati, penghilang penat bagi suaminya. Ia menjadi
semacam tulang-punggung psikis Nabi. Ia mampu lulus dari perjuangan dan
pengorbanan hakiki. Ia merupakan suri tauladan yang baik bagi siapa saja
perempuan yang mau menjadi wanita shalihah. Hari-harinya diisi dengan
perjuangan. Bahkan ketika suaminya diangkat menjadi Nabi, Khadijah mengingat
betul kata-kata Nabi: sungguh masa tidur sudah selesai(sekarang masanya
untuk berjuang). Ketika itu dia tahu persis bahwa hari-harinya ke depan
akan berisi ujian dan cobaan. Sebagai istri shalihah, ia mampu
mengaktualisasikan pengertian salam dalam kehidupan sehari-hari. Ia mampu
mensejahterakan dakwah Nabi, dengan mengorbankan jiwa-raga dan hartanya, ia
mampu mendamaikan kegalauan, kekalutan jiwa Nabi ketika cobaan begitu derasnya,
ia mampu membuat Nabi semangat, sehingga hatinya menjadi bersih dari keputus
asaan dan pesimis. Pantas ketika Khadijah meninggal, Nabi sangat sedih bukan
main. Bagaimana tidak, karena Nabi telah kehilang wanita tersayang, yang
menjadi sandaran psikologis beliau setelah Allah. Bahkan ketika meninggalpun
dia selalu dikenang. Bahkan sampai membuat Aisyah cemburu. Pantas juga beliau
mendapat kemuliaan mendapat salam dari Allah dan malaikat. Bagaimana dengan
kita? Jangan lagi dipeributkan dan persoalkan tentang Khadijah mendapat salam
dari Allah dan malaikat. Yang kita fokuskan ialah seberapa mampu kita
meneladani sepak-terjang beliau. Dengan lebih fokus pada meneladani amal serta
diiringi keikhlasan sebagaimana yang telah beliau lakukan, maka kita lebih
berpeluang mendapat kemuliaan.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !