Home » » Mendapat Salam dari Allah dan Jibril

Mendapat Salam dari Allah dan Jibril

Written By Amoe Hirata on Kamis, 24 April 2014 | 20.02

               Salam secara sederhana biasa orang artikan sebagai: pernyataan hormat atau tabik. Dengan pengertian yang sangat sederhana seperti ini maka, setiap komunitas baik itu dibawahi oleh suatu sistem kesepakatan individu-sosial yang bernama keluarga, desa, kabupaten, provinsi hingga negara, baik negara sendiri maupun negara lain pasti mempunyai tata cara menyatakan hormat atau tabik pada orang lain. Kalau kita mau kembali kepada asal kata salam, kata ini berasal dari bahasa Arab yang artinya sejahtera, damai, selamat, sehat. Kemudian oleh agama Islam dijadikan bukan saja sebagai tata-cara menghormati saudaranya tapi juga sebagai semacam doa dan komitmen individu-sosial untuk senantiasa berusaha menciptakan suatu kondisi di mana seorang muslim harus mampu menyelamatkan, mensejahterakan, mendamaikan dan menjauhkan diri maupun sosial dari penyakit fisik maupun rohani. Dengan pengertian seperti ini maka kita sangat mengerti mengapa Nabi perna bersabda: maukah aku tunjukkan pada kalian suatu perbuatan jika kalian melakukannya niscaya kalian akan saling mencintai? Tebarkan salam di antara kalian. Jadi secari horisontal, salam mempunyai efek yang sedemikian dahsyat bila benar-benar diterapkan secara benar dan sebagaimana mestinya. Sedangkan secara vertikal kata salam juga dikaitkan dengan rahmat dan berkah Tuhan. Coba perhatikan lafal salam dalam Islam: Assalamu`alaikum warahmatullahi wabarakaatuh, Di situ tercantum rahmat dan berkat dari Allah. Seakan ini menjadi semacam indikator kuat bahwa salam bukan saja untuk menghormati; bukan hanya untuk menumbuhkan cinta-kasih sesama saudara; bukan saja untuk mendoakan saudara tetapi juga sebagai upaya untuk mengharmoniskan hubungan hamba dengan Tuhannya. Allah sendiri mempunya nama dengan akar kata salam yaitu as-Salaam. Orang muslimpun yang diperintah untuk menebarkan salam, juga berasal dari akar kata yang sama yaitu sin, lam dan mim. Nabi pernah menyatakan: Muslim itu ialah orang yang muslim lainnya bisa terselamatkan dari (kejahatan) lisan dan tangannya. Dengan demikian makna salam dalam Islam jauh lebih luas dari sekadar memberi hormat; salam dalam Islam berjangkau horisontal dan vertikal; bukan saja berskala dunia namun juga akhirat.
            Dengan pengertian di atas tadi, maka mendapat salam dari sesama manusia adalah suatu kehormatan apa lagi jika salam itu berasal dari orang yang sangat penting. Lebih-lebih jika yang salam itu ialah Tuhan Yang Menciptakan kita, atau malaikat yang merupakan ‘staf Allah’ yang ditugaskan mengawasi gerak-gerik manusia. Pernahkah di antara kita mendapatkan salam yang sungguh-sungguh luar biasa yang berasal dari Allah atau malaikatnya. Mungkin kita akan menjawab: mana mungkin? Yang paling memungkinkan itu para Nabi dan Rasul, sebab merekan kan mendapat wahyu dari Allah melalui Jibril, sedang manusia biasa mana mampu?. Kalau kita mau menilik sejarah emas sahabat-sahabat Nabi, maka kita akan menemukan kenyataan sejarah bahwa hal itu benar-benar terjadi. Pernah ada salah seorang sahabat yang mendapat salam dari Allah dan malaikat. Orang yang mendapat kemuliaan yang begitu besar itu ialah istrinya sendiri yang bernama Khadijah. Kisah singkatnya seperti riwayat berikut: "Wahai Rasulullah, ini adalah Khadijah, ia datang dengan membawa sebuah bejana dan wadah yang berisikan lauk-makanan serta minuman. Maka, jika ia telah sampai kepadamu, sampaikanlah kepadanya salam dari Tuhannya dan dari ku, dan beritahukanlah kepadanya sebuah kabar gembira berupa sebuah rumah di dalam surga yang terbuat dari kayu yang di dalamnya menyenangkan, dan tidak ada kepayahan serta kesusahan.” (Hadits Riwayat Bukhari). Allahu akbar...merupakan kebahagiaan dan kemuliaan yang sungguh luar biasa, ada hamba yang bukan Nabi, manusia biasa seperti kita mendapat salam dari Malaikat dan Allah. Kalau Allah sampai menyampaikan salam berarti merupakan cinta dan jaminan bahwa orang tersebut akan terselamatkan dan mendapat anugerah yang besar dari Allah baik di dunia maupun akhirat. Baca di akhir hadits tadi, meski Khadijah masih hidup di dunia menemani Nabi Muhammad, ia sudah diberi kabar gembira berupa masuk rumah di surga yang menyenangkan serta tidak membuat payah dan susah.

            Ketika ada orang yang mendapat kemulian kita jangan hanya melihat kemuliaan yang didapat. Berhenti hanya pada kemuliaan yang didapat tanpa mau mengerti dan menyelidiki mengapa ia mendapat kemuliaan sejauh itu maka hal itu merupakan gaya berpikir instan dan tidak akan berdampak positif pada diri kita. Kekaguman pada kehebatan, kemuliaan, kedahsyatan harus diiringi dengan pengetahuan dan pemahaman mengapa bisa hebat, mulia dan dahsyat. Ketika Khadijah mendapat kemuliaan salam dari Allah dan malaikat, kita harus tahu juga lembaran sajarah hidupnya yang bisa kita selidiki untuk mengetahui mengapa ia mendapat kemuliaan tersebut. Kalau kita amati sejarah beliau, sejak muda beliau adalah perempuan yang baik akhlaknya, bahkan di masa jahiliyah dia dikenal denga julukan at-thahirah(yang suci), ia merupakan perempuan yang mampu menjaga kesucian dirinya. Sewaktu menjadi istri Nabi, ia memerankan peran yang signifikan sebagai istri shalihah. Kekayaannya digunakan seluruhnya untuk perjuangan Nabi. Ia rela menderita, susah, payah demi menyokong dakwah Nabi. Ia tipe istri yang tak gampang sambat. Ia mampu memposisikan diri sebagai penenang jiwa, pelipur lara, penentram hati, penghilang penat bagi suaminya. Ia menjadi semacam tulang-punggung psikis Nabi. Ia mampu lulus dari perjuangan dan pengorbanan hakiki. Ia merupakan suri tauladan yang baik bagi siapa saja perempuan yang mau menjadi wanita shalihah. Hari-harinya diisi dengan perjuangan. Bahkan ketika suaminya diangkat menjadi Nabi, Khadijah mengingat betul kata-kata Nabi: sungguh masa tidur sudah selesai(sekarang masanya untuk berjuang). Ketika itu dia tahu persis bahwa hari-harinya ke depan akan berisi ujian dan cobaan. Sebagai istri shalihah, ia mampu mengaktualisasikan pengertian salam dalam kehidupan sehari-hari. Ia mampu mensejahterakan dakwah Nabi, dengan mengorbankan jiwa-raga dan hartanya, ia mampu mendamaikan kegalauan, kekalutan jiwa Nabi ketika cobaan begitu derasnya, ia mampu membuat Nabi semangat, sehingga hatinya menjadi bersih dari keputus asaan dan pesimis. Pantas ketika Khadijah meninggal, Nabi sangat sedih bukan main. Bagaimana tidak, karena Nabi telah kehilang wanita tersayang, yang menjadi sandaran psikologis beliau setelah Allah. Bahkan ketika meninggalpun dia selalu dikenang. Bahkan sampai membuat Aisyah cemburu. Pantas juga beliau mendapat kemuliaan mendapat salam dari Allah dan malaikat. Bagaimana dengan kita? Jangan lagi dipeributkan dan persoalkan tentang Khadijah mendapat salam dari Allah dan malaikat. Yang kita fokuskan ialah seberapa mampu kita meneladani sepak-terjang beliau. Dengan lebih fokus pada meneladani amal serta diiringi keikhlasan sebagaimana yang telah beliau lakukan, maka kita lebih berpeluang mendapat kemuliaan. 
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan