Home » » Balada Cinta Salsabila

Balada Cinta Salsabila

Written By Amoe Hirata on Kamis, 24 April 2014 | 20.46

              Kelam mendung sore akhirnya menurun hujan deras, persis seperti kondisi yang aku alami saat ini. Air mata yang sedari tadi kutahan akhirnya menetes juga. Figur teladan yang selama ini menjadi pembimbing dan pendidikku akhirnya kembali ke haribaan Tuhannya. Sosok panutan yang selama ini tak bosannya meluapkan kasih dan sayang akhirnya tiada. “Maafkan aku pak, dulu sewaktu engkau waktu masih berada bersamaku, kau selalu menasehatiku agar jangan menangis sewaktu engkau meninggal, tapi aku tak kuasa menahan, semakin kutahan semakin deras arus air mata menerobos bendungan mataku”.
                Ibu tak berkata sepatah katapun. Dia hanya duduk termangu seorang diri. Rasanya baru kemaren kita bercengkerama bersama bapak sambil bercanda ria, namun sekarang semuanya sirna. Apa yang kubisa selain menghiburnya dengan kata “sabar, sabar dan sabar”. Ini terasa sangat sulit. Sekolahku belum kelar, adekku juga masih ada, ibu sekarang menjadi single parent. Ah kalau aku pikir terus, lama-lama aku bisa stres juga. Bapak pernah memberiku nasihat: “Ndok, menjadi manusia berarti siap menghadapi segala kemungkinan yang terjadi. Tidak ada manusia yang berkelakuan istiqomah selamanya atau konsisten selamanya. Apalagi ketika ia dibenturkan dengan berbagai masalah yang menimpanya, belum tentu ia sanggup menghadapinya. Kunci hidup itu ya iman. Kalau kamu hidup tanpa iman, kamu hanya akan mencari kebahagian semu dan kesenangan yang menipu. Dengan iman semua rintangan dan cobaan dan ujian bisa diracik menjadi bumbu kebahagiaan hidup. Tinggal kitanya saja mau apa tidak untuk selalu memaknai dan belajar dari kehidupan kita. Orang mukmin itu hidupnya selalu terkontrol. Kalau mendapat kesenangan dia bersukur dan ketika mengalami kesengsaraan dia bersabar”.
                Belum lagi aku tersadar dari lamunanku, adikku yang masih kecil mengajak main aku. Dia terlihat senang dan bahagia. Aku sampai iri juga melihatnya aku juga turut terhibur dengan kebahagiaannya. Yang ada dipikirannya mungkin hanya kebahagiaan dan kesenangan. Padahal yang saat ini, dia telah kehilangan kepala keluarga. Aku sangat sayang sama dia dan juga sangat kasihan, pasalnya tulang punggung keluarga telah tiada dan otomatis ada yang berkurang dari keharmonisan keluarga yang selama ini terjalin.
                Hari berganti hari, minggu berganti minggu, bulan berganti bulan dan tahun berganti tahun rupanya ketakutan yang selama ini aku pendam dalam hatiku tak seburuk yang terjadi. Kekhawatiran yang selama ini kurasa ternyata tidak terjadi. Ibuku terlihat makin tegar dan kuat. Kesedihan memang wajar menimpa setiap orang. Tapi kesedihan bukanlah segalanya karena ada yang lebih penting dari hanya kesedihan, yaitu bangkit dan mengambil pelajaran untuk menuju kehidupan lebih baik. Kesedihan dan kesusahan merupakan bumbu wajib untuk menguji manusia apakah dia tetap tabah dan tegar atau semakin kalah dan menyerah. Al-hamdulillah dengan komitmen keimanan yang kami miliki semua bisa terlewati dengan mudah. Tapi ada keganjilan selama ini hidup tanpa bapak, namun sisi positifnya berimbang. Ada banyak pelajaran yang aku dapatkan, dari soal kemandirian, kedewasaan hingga keuletan dalam menjalani hidup.
                Setiap kali aku ingat bapak entah mengapa aku selalu menangis. Mungkin terlalu banyak kenangan indah yang tersimpan bersamanya. Dalam hati aku pernah punya keinginan dan harapan bahwa nanti aku ingin mendapat jodoh yang mirip dengan bapakku. Sesosok figur yang bertanggung jawab, peduli sosial, taat beragama dan mempunyai pendirian teguh. Ada yang belum aku tanyakan sama al-marhum bapak mengenai arti dari namaku, Salsabila. Namun pertanyaanku itu tak berani kutanyakan hingga beliau meninggal. Kupikir aku tidak mau mengganggu kegiatan beliau dengan hanya menanyakan arti dari sebuah nama.
                Tanpa dinyana, kesempatan untuk mengetahui tentang arti namaku tanpa kuniatkan sebelumnya ternyata tiba. Ada guru baru disekolahku yang kebetulan mengajar tentang tafsir al-Qur`an kebetulan yang dibahas ialah surat al-Insan ayat lima sampai dua tiga. Aku hanyut dalam penjelasannya yang demikian dalam dan luas. Dari penjelasannya aku baru sadar betapa arti “salsabila” itu sangat bagus yaitu, “mata air disurga”. Yang akan mendapat mata air itu ialah orang yang mempunyai ciri-ciri berikut: 1. Berbuat kebajikan 2. Menunaikan nadzar 3. Takut akan adzab-Nya 4. Memberi makanan yang disukai kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan 5. Sabar. Orang yang memiliki ciri demikian akan terselamatkan dari siksaan yang sedemikian dahsyat dan hatinya akan dipenuhi kegembiraan dan wajahnya berseri-seri.  Wah betapa ciri-ciri diatas amat mengingatkanku pada sosok bapakku. Aku jadi menyesal kenapa tidak dari dulu menanyakan arti namaku kepada beliau. Beliau tidak sekedar memberi nama. Ternyata ciri-ciri tadi begitu beliau jaga dan diupayakan agar bisa selalu dilakukan. Aku semakin merasa betapa cinta beliau kepadaku dan keluarga tak terbatas ruang dan waktu. Kalaupun dia meninggalkan kami dia bahagia kalau kami selalu berupaya agar menapaki jalan-jalan terjal yang membuahkan SALSABILA. Yaitu jalan licin dan curam yang berisi godaan hidup dan tipu daya dunia, yang perlu dilewati dengan bekal iman dan takwa. Yaitu jalan yang penuh ujian dan rintangan yang bisa mengantarkan kita pada SALSABILA.
                Wajah teduh penuh santun itu tanpa sadar merasuk kedalam lubuk hatiku. Setiap kali aku ingat namaku, aku ingat bapak dan dia. Ya Tuhan, apa ini pertanda bahwah ada pertautan rasa yang kau hubungkan antara aku dan dia. Aku baru saja mengenalnya, tapi aku sangat terkesan dan ta`dzim padanya. Apakah ini yang orang namakan cinta? Apakah ini yang orang namakan suka? Ah barangkali ini hanya angan dan inginku yang bisa jadi merusak perjalananku menuju salsabila. Aku mencoba mengabadikannya dalam puisi:
SALSABILA
Begitu indah menawan jiwa

Apa dia sang penuntun di rintang derita
Ketika hati hendak berlabuh juangkan cinta
Menuju SALSABILA
Ku tak berani meng-IYA
Tapi kuberharap bahwa itu “DIA”



Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan