Home » » Kaki Pincang, Semangat Berjuang

Kaki Pincang, Semangat Berjuang

Written By Amoe Hirata on Kamis, 24 April 2014 | 20.14

             Keterbatasan bagi orang yang berhati kerdil akan menjadi alasan untuk tidak berjuang. Dalam agama memang ada keringanan bagi mereka yang mempunyai keterbatasan untuk tidak turut serta dalam perjuangan. Keterbatasan itu bisa berupa sakit, kefakiran, atau cacat yang menimpa seseorang. Namun bagi orang yang berhati besar, keterbatasan tidak akan menghalanginya untuk berjuang. Semangatnya untuk berjuang melampaui fisiknya yang cacat; melampaui badannya yang sedang sakit; melampaui kepapaan yang melilit dan menimpa dirinya. Inilah uniknya, begitulah menariknya. Ketika anda berjuang lantaran diberi kelonggaran, kemudahan, kegampangan sarana dan tidak ditimpa keterbatasan-keterbatasan, itu memang tetap baik dan memang seharusnya, namun jika anda tetap berjuang dengan keterbatasan yang dimiliki, maka perjuangan anda bukan hanya luar biasa, tapi di waktu yang sama memiliki keistimewaan tersendiri dibanding dengan yang tidak memiliki keterbatasan. Hal ini mirip seperti analogi orang yang sama-sama berinfak seratus ribu rupiah, yang satu sangat kaya dan yang satu sangat miskin, meskipun sama-sama ikhlas dan sama nominalnya, tentu saja nilainya di mata Allah sangatlah berbeda.
            Dalam sejarah emas kehidupan sahabat Nabi Muhammad shallallahu `alaihi wasallam ada kisah menarik berkaitan dengan seorang yang meski memiliki keterbatasan berupa kaki yang pincang, tetapi semangat perjuangan tak pernah padam dan terhalang. Sahabat itu bernama `Amru bin Jamuh radhiyallahu `anhu. `Amru bin Jamuh merupakan sahabat yang mempunyai kaki yang sangat pincang, umurnya sudah tua lebih dari enampluh tahunan, dia mempunyai empat anak semuanya berjuang di jalan Allah. Anak-anaknya berpartisipasi dalam perang Uhud. Ketika Nabi dan para sahabat mau berangkat menuju Uhud, `Amru bin Jamuh berkeinginan keras untuk turut serta ke medan Uhud berjuang di jalan Allah, lantaran ia telah mendangar masalah kesyahidan, hatinyapun sangat rindu mati dalam kondisi syahid. Tapi secara syar`i ia mendapat keringanan lantaran kepincangan dan usia yang lanjut. Anak-anaknya sebenarnya menghalangi kepergiannya, tapi ia bersikeras untuk tetap ikut ke Uhud, anak-anaknyapun tetap menolaknya, sembari meyakinkan dirinya bahwa ia mendapat keringanan dari Allah untuk tidak ikut, cukuplah anak-anak yang masih muda dan sehat yang akan mewakili bapak berjuang di jalan Allah.
            Karena keinginannya untuk berjuang meski sudah tua dan pincang, akhirnya ia mengadukan anak-anaknya yang menghalanginya berjuang kepada Rasulullah shallalahu `alaihi wasallam. Ia berkata: “Wahai Rasulullah sesungguhnya mereka menghalangiku ikut keluar bersamamu, demi Allah aku sangat menginginkan mati syahid, lalu dengan kaki pincangku ini aku akan menapakkan kakiku di surga (pincangnya kakiku ini tidak akan menghalangiku untuk masuk surga sebagai syuhada`)”. Lanta Rasulullah mengomentari `Amru bin Jamuh: Adapun kamu Allah telah , menghapus darimu kewajiban untuk berjihad. Kemudian Rasulullah berkata pada anak-anak `Amru bin Jamuh: kenapa kalian tidak mendoakannya supaya Allah menganugerahkan pada ayah kalian mati syahid?. Akhirnya `Amru bin Jamuh dengan tekad yang kuat dan kemantaban hati, ia tetap turut serta berjihad bersama Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam pada perang Uhud, dan al-hamdulillah, cita-citanya untuk mendapatkan syahidpun terpenuhi, dan diapun dapat menutup lembaran hidupnya dengan prestasi gemilang berupa mati syahid, meskipun ia terhalang oleh kepincangan kaki dan usia yang lanjut.
            Dari kisah `Amru bin Jamuh ini kita bisa mendapatkan pelajaran sangat berharga. Betapa keterbatasan tidak menghalangi seseorang untuk tetap bermimpi dan merealisasikan mimpinya. Keterbatasan tidak menjadi alasan untuk tidak berkaya dan berhenti berjuang. Semangat yang tinggi dan tulus akan perjuangan, selalu mengatasi dan melampau keterbatasan yang dimiliki. Masalahnya kemudian ialah coba kita bertanya pada diri kita masing-masing. Apakah kita yang hidupnya sehat-sehat aja tidak mempunyai keterbatasan dan hambatan fisik berupa kesehatan dan kecacatan, memiliki semangat juang tinggi seperti dia? Apakah kesehatan berbanding lurus dengan semangat berjuang? Apakah karena kita sehat lantas secara otomatis kita menjadi semangat berjuang? Ternyata realita berkata lain. Betapa banyak orang yang sehat tetapi memiliki hati yang sakit. Banyak yang orang yang sehat tapi mencari-cari alasan untuk tidak berjuang. Kesehatan yang didapat dari Allah justru dijadikan alasan untuk mencari pembenaran bagi diri supaya tidak berjuang di jalan Allah. Adapun anda masuk dalam kategori yang mana: mempunyai keterbatasan berupa cacat dan sakit tapi semangat juang rendah? ; mempunyai keterbatasan berupa cacat dan sakit tapi semangat juang tinggi? tidak cacat dan sakit bahkan masi muda, tapi mempunyai semangat juang yang luar biasa? Atau yang terakhir, tidak cacat dan sakit tapi semangat juang lemah, bahkan selali mencari-cari alasan untuk tidak ikut dalam perjuangan? Kalau anda termasuk yang pertama, itu biasa. Yang kedua luar biasa. Yang ketiga seharusnya. Sedang yang keempat sungguh celaka. Pada akhirnya terserah anda, memilih menjadi orang biasa, luar biasa, yang seharusnya atau menjadi orang yang celaka?.

       
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan