Keterbatasan
bagi orang yang berhati kerdil akan menjadi alasan untuk tidak berjuang. Dalam
agama memang ada keringanan bagi mereka yang mempunyai keterbatasan untuk tidak
turut serta dalam perjuangan. Keterbatasan itu bisa berupa sakit, kefakiran,
atau cacat yang menimpa seseorang. Namun bagi orang yang berhati besar,
keterbatasan tidak akan menghalanginya untuk berjuang. Semangatnya untuk
berjuang melampaui fisiknya yang cacat; melampaui badannya yang sedang sakit;
melampaui kepapaan yang melilit dan menimpa dirinya. Inilah uniknya, begitulah
menariknya. Ketika anda berjuang lantaran diberi kelonggaran, kemudahan,
kegampangan sarana dan tidak ditimpa keterbatasan-keterbatasan, itu memang
tetap baik dan memang seharusnya, namun jika anda tetap berjuang dengan
keterbatasan yang dimiliki, maka perjuangan anda bukan hanya luar biasa, tapi
di waktu yang sama memiliki keistimewaan tersendiri dibanding dengan yang tidak
memiliki keterbatasan. Hal ini mirip seperti analogi orang yang sama-sama
berinfak seratus ribu rupiah, yang satu sangat kaya dan yang satu sangat
miskin, meskipun sama-sama ikhlas dan sama nominalnya, tentu saja nilainya di
mata Allah sangatlah berbeda.
Dalam
sejarah emas kehidupan sahabat Nabi Muhammad shallallahu `alaihi wasallam
ada kisah menarik berkaitan dengan seorang yang meski memiliki keterbatasan
berupa kaki yang pincang, tetapi semangat perjuangan tak pernah padam dan
terhalang. Sahabat itu bernama `Amru bin Jamuh radhiyallahu `anhu. `Amru
bin Jamuh merupakan sahabat yang mempunyai kaki yang sangat pincang, umurnya
sudah tua lebih dari enampluh tahunan, dia mempunyai empat anak semuanya
berjuang di jalan Allah. Anak-anaknya berpartisipasi dalam perang Uhud. Ketika
Nabi dan para sahabat mau berangkat menuju Uhud, `Amru bin Jamuh berkeinginan
keras untuk turut serta ke medan Uhud berjuang di jalan Allah, lantaran ia
telah mendangar masalah kesyahidan, hatinyapun sangat rindu mati dalam kondisi
syahid. Tapi secara syar`i ia mendapat keringanan lantaran kepincangan dan usia
yang lanjut. Anak-anaknya sebenarnya menghalangi kepergiannya, tapi ia
bersikeras untuk tetap ikut ke Uhud, anak-anaknyapun tetap menolaknya, sembari
meyakinkan dirinya bahwa ia mendapat keringanan dari Allah untuk tidak ikut,
cukuplah anak-anak yang masih muda dan sehat yang akan mewakili bapak berjuang
di jalan Allah.
Karena
keinginannya untuk berjuang meski sudah tua dan pincang, akhirnya ia mengadukan
anak-anaknya yang menghalanginya berjuang kepada Rasulullah shallalahu
`alaihi wasallam. Ia berkata: “Wahai Rasulullah sesungguhnya mereka
menghalangiku ikut keluar bersamamu, demi Allah aku sangat menginginkan mati
syahid, lalu dengan kaki pincangku ini aku akan menapakkan kakiku di surga (pincangnya
kakiku ini tidak akan menghalangiku untuk masuk surga sebagai syuhada`)”. Lanta
Rasulullah mengomentari `Amru bin Jamuh: Adapun kamu Allah telah , menghapus
darimu kewajiban untuk berjihad. Kemudian Rasulullah berkata pada anak-anak
`Amru bin Jamuh: kenapa kalian tidak mendoakannya supaya Allah menganugerahkan
pada ayah kalian mati syahid?. Akhirnya `Amru bin Jamuh dengan tekad yang
kuat dan kemantaban hati, ia tetap turut serta berjihad bersama Rasulullah shallallahu
`alaihi wasallam pada perang Uhud, dan al-hamdulillah, cita-citanya untuk
mendapatkan syahidpun terpenuhi, dan diapun dapat menutup lembaran hidupnya
dengan prestasi gemilang berupa mati syahid, meskipun ia terhalang oleh
kepincangan kaki dan usia yang lanjut.
Dari
kisah `Amru bin Jamuh ini kita bisa mendapatkan pelajaran sangat berharga.
Betapa keterbatasan tidak menghalangi seseorang untuk tetap bermimpi dan
merealisasikan mimpinya. Keterbatasan tidak menjadi alasan untuk tidak berkaya
dan berhenti berjuang. Semangat yang tinggi dan tulus akan perjuangan, selalu
mengatasi dan melampau keterbatasan yang dimiliki. Masalahnya kemudian ialah
coba kita bertanya pada diri kita masing-masing. Apakah kita yang hidupnya
sehat-sehat aja tidak mempunyai keterbatasan dan hambatan fisik berupa
kesehatan dan kecacatan, memiliki semangat juang tinggi seperti dia? Apakah
kesehatan berbanding lurus dengan semangat berjuang? Apakah karena kita sehat
lantas secara otomatis kita menjadi semangat berjuang? Ternyata realita berkata
lain. Betapa banyak orang yang sehat tetapi memiliki hati yang sakit. Banyak
yang orang yang sehat tapi mencari-cari alasan untuk tidak berjuang. Kesehatan
yang didapat dari Allah justru dijadikan alasan untuk mencari pembenaran bagi
diri supaya tidak berjuang di jalan Allah. Adapun anda masuk dalam kategori
yang mana: mempunyai keterbatasan berupa cacat dan sakit tapi semangat juang
rendah? ; mempunyai keterbatasan berupa cacat dan sakit tapi semangat juang
tinggi? tidak cacat dan sakit bahkan masi muda, tapi mempunyai semangat juang
yang luar biasa? Atau yang terakhir, tidak cacat dan sakit tapi semangat juang
lemah, bahkan selali mencari-cari alasan untuk tidak ikut dalam perjuangan?
Kalau anda termasuk yang pertama, itu biasa. Yang kedua luar biasa. Yang ketiga
seharusnya. Sedang yang keempat sungguh celaka. Pada akhirnya terserah anda,
memilih menjadi orang biasa, luar biasa, yang seharusnya atau menjadi orang
yang celaka?.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !